〖12〗hєr

1K 149 57
                                    

🌸

Suasana tenang kafe kian membuka pikirannya. Matanya masih sibuk memperhatikan gambar-gambar yang Tsukishima tunjukkan padanya. "Jadi maksudmu, [Name] sudah berpacaran dengan lelaki lain?" ujarnya dengan nada datar, semi bergetar.

"Miya Osamu," sahut Tsukishima cepat. "Wing Spiker Inarizaki, lawan kita dua tahun berturut-turut di Spring High."

Kageyama terdiam seribu bahasa. Jika ditanya ingat atau tidak mengenai Miya Osamu, sudah jelas ia mengingatnya. Salah satu dari Miya twins yang memiliki freak quick mirip dengan kombinasi gilanya dengan Hinata Shoyou.

Dalam hatinya ia hanya mampu bertanya pada dirinya sendiri. 'Dan kini dia adalah pacarnya [Name]?'

"Aku tidak tahu ada hubungan apa di antara keduanya, namun kemungkinan mereka pacaran tidaklah 0%," ujar Tsukishima yang menyadarkan Kageyama dari lamunannya.

"Katamu, kau akan mendapatkannya kembali, kan?" sahut Tsukishima setelahnya. "Tapi di saat dia sudah ada hubungan dengan lelaki lain, merusak hubungan mereka hanya agar kau bisa kembali bersama dengan si gadis, itu tidak pernah berarti baik."

Sang empu hanya mendengar. Sungguh. Ia tak mampu untuk mendengar lebih dari ini.

"Tak peduli sebesar apa cintamu pada sang gadis," lanjut Tsukishima yang kembali menjejakkan sesaal pada hati sang raja.

Sekarang ia menyesal. Menyesal menyetujui kesepakatan untuk berpisah semenjak lulus dari SMA. Seharusnya ia bisa meyakinkan gadisnya untuk terus bersama.

Cangkir kopinya telah tandas isinya. Manik hazelnya bergulir, memandang surai eboni yang kini dirundung rasa bersalah. Entah ia harus merasa bersalah atau harus menyadarkan si penggila voli itu dari kesalahan besar yang dia lakukan.

Tak lama senyum miringnya terkembang, menatap rendah sang setter yang memberinya umpan tiga tahun belakangan. "Sudah kubilang, kan? Tidak akan lama bagi [Name] mendapatkan tambatan baru."

"Ck," decak sebal Kageyama menyertainya. Alisnya bertaut marah, kesal, bercampur sesal.

Tsukishima melempar pandang enggan. "Apa kau benar-benar berpikir kalau 'putus' adalah pilihan yang tepat bagi kalian? Untuk otak voli macam kau, sih, mana kepikiran, kan?"

"URUSAI!" Kageyama berteriak.

Si bungsu Tsukishima membenahi nada bicaranya, dalam dan serius. "Dalam hal ini kau tak bisa menyalahkan siapapun. Kau cuma bisa menanggung akibat dari keputusan yang kau ambil. [Name] pun pasti tak bisa menunggu selama itu, menunggu hingga kau datang padanya untuk sekali lagi menjalin kasih."

Kageyama Tobio mendengarkan, amat seksama.

"Dia gadis yang baik, kau tahu itu kan? Saat SMA saja banyak yang suka padanya, dan bodohnya dia memilih penggila voli yang tak peka sepertimu," tawa remehnya terdengar. "Setidaknya dia bahagia saat bersamamu, jadi aku tidak kesal kesal amat."

Tak sepatah kata pun Kageyama lontarkan, tangannya meremat satu sama lain, meninggalkan jejak kemerahan yang menyakitkan.

"Apalagi dia cantik, saat kuliah pasti banyak yang menyukai dan mendekatinya. Pasti ada yang memberinya perhatian lebih, dan hal yang wajar jika dia jatuh cinta pada lelaki lain. Toh, dia sudah putus denganmu." Tanpa memedulikan perasaan Kageyama yang tengah hancur, Tsukishima melanjutkan bicaranya.

Bibir tipisnya bergetar sesaat, sebelum suara pelan menyertainya. "Tapi kami berhubungan cukup lama, apa mungkin dia menemukan penggantiku... secepat ini?"

Si jangkung menoleh tak percaya. "Apa yang kau pikirkan itu, bodoh!? Cara pikir luar biasa macam apa itu, hah!?" nada suara Tsukihima meninggi. "Mana bisa kau menuntut hal seegois itu dari orang yang sudah kau lepaskan!?"

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσWhere stories live. Discover now