〖10〗twínѕ

1K 155 20
                                    

🌸

Dan di sinilah ia, di depan sebuah gedung apartemen yang cukup mewah, berjarak 500 meter dari gerbang utama kampus. Komplek apartemen yang cukup terkenal dan dihuni oleh orang-orang 'beruang'. Tak sedikit pula mahasiswa dari kampus yang sama dengan [Name] menempati apartemen di komplek ini.

Salah satunya, Miya Osamu.

Menuju lantai tujuh, [Fullname] terus memandang pesan singkat yang ada di ponsel. Perlahan telunjuknya memencet bel di kamar 7015, kamar Osamu. Hingga seorang lelaki--yang sudah siap dalam apron hitamnya--membukakan pintu untuknya.

"Masuklah," ujarnya mempersilahkan.

[Name] mengangguk kecil, lantas mengikuti Osamu menuju ruang televisi yang tergabung langsung dengan dapur. Ia memandang sekeliling, mengamati betapa mewahnya kediaman sang kakak tingkat.

'Dia ada di level uang yang berbeda,' ujar gadis itu dalam hati. "Kau tinggal sendiri, Miya-san?"

"Iya. Letakkan saja bawaanmu di sini. Aku sudah mulai menanak nasinya, tinggal membuat isian onigiri saja." Miya Osamu bergegas kembali ke dapur dan mengaduk nasi yang tengah ia nanak.

Di tempat, [Name] menatap malas punggung Osamu. "Kau tak mau menyuruh tamumu duduk dulu, menyuguhkan minuman dulu?"

Osamu berteriak agak keras di sana. "Ya, ya. Duduklah. Minumnya ambil saja di kulkas, sudah kusiapkan cola."

Perempat imajiner muncul di kepala sang gadis. Ia bergegas menuju kulkas dan mengambil cola kaleng. Lantas ia duduk di kursi bar, mengamati pria di depannya yang sudah penuh dengan peluh.

"Aku juga suka jus, jadi jangan anggap aku hanya minum cola," protes [Name] sebelum menenggak kembali minumannya.

Osamu mengangguk, tak sepenuhnya mendengar apa yang [Name] katakan karena takut nasinya akan gosong. Setelah beberapa saat, matanya bersinar. Ia matikan kompor dan mengeluarkan nasi dari dandang agar lebih cepat dingin.

"Tadi kau bilang, apa?" tanyanya setelah selesai.

[Name] menghela napas panjang. "Aku tidak hanya minum cola, jadi kau bisa memberiku minuman yang lain." Kemudian ia mendekat dan melihat nasi yang baru saja di masak Osamu. "Sugoi," pujinya. "Ini sangat cantik!"

Osamu bersedekap, memasang wajah sombong dengan senyummiring terbaiknya. "Calon pemilik kedai onigiri harus bisa melakukan yang seperti ini."

[Name] pun memakan nasi tersebut. "Matangnya pun pas! Yosh! Kalau gini tinggal bikin isiannya!" Gadis itu segera mengambil daging yang tadi ia beli di supermarket dan siap untuk merajangnya.

T A P ! Tiba-tiba Osamu memegang tangan [Name] dari bagian bawah. Gadis itu terdiam sesaat, sebelum menatap manik kelabu yang menyorotnya dalam.

"Lengan bajumu terlalu lebar, rawan kotor. Gulunglah."

"Ah, benar..." Gadis itu pun ingat jika hari ini ia memakai baju berlengan panjang yang lebar. Segera ia gulung lengan bajunya dan melanjutkan memasak.

Dalam satu jam hanya ada percakan kecil antara keduanya. Menanyakan rasa isian, menanyakan ukuran nori, menanyakan ukuran onigiri, dan lainnya.

"[Lastname], nori-nya masih ada?" tanya Osamu.

"Sudah habis," ujarnya setelah melihat kantung plastik. "Ternyata kita membuat lebih banyak dari yang aku kira."

Osamu melepas apron, lantas mengambil dompet dan jaketnya di kamar. "Kalau gitu aku akan ke minimarket. Kalau kau sudah selesai tonton tivi saja dulu."

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσWhere stories live. Discover now