•20• Letih

82 10 1
                                    

Hawa sejuk dari kepingan salju yang tak terhitung jumlahnya saling bertarung di awang-awang.  Berlangsung terlalu sengit hingga butiran putih kecil itu ikut menghantam Rindou yang baru saja menapakkan kakinya di sana.

"Tempat apalagi ini?! "

Rindou berdesis saat kulit itu bersentuhan dengan dinginnya cuaca di sini.  Bola matanya seakan hendak keluar, disertai nafas yang diseret paksa ke dalam mulutnya. Tubuhnya pasti membeku.

"Maju lah Rindou, keberadaan y/n tidak sampai 1 km dari posisimu sekarang."

Suara Rania yang tiba-tiba muncul semakin membuat Rindou muak, "Kau pasti ingin membunuhku!  Bahkan belum semenit aku disini tubuhku terasa mulai membeku!"

"Terlalu banyak mengeluh bukan tindakan bagus, Rindou."

Melawan rasa jenuh yang hinggap dalam pikiran, Rindou lekas melangkahkan kaki itu ke depan. Dia harus ingat tujuan yang hendak dicapai tatkala semua problematika tentang gadis aneh akan usai bila ia berhasil menuntaskan segalanya yang ada di sini.

'Selesaikan saja dan dia akan pergi.'

Satuan langkah hingga ratusan, Rindou menatap jauh ke depan. Melewati sisa-sisa hutan mati yang kini sudah berdaun es di tiap ranting kurus mereka. Langit abu-abu tanpa awan kadang mendengarkan gemuruh hebatnya seakan murka. Tanah pun bergetar saat gaduh di cakrawala kembali menggelegar.

Tubuh kurusnya terduduk paksa saat lutut itu tiba-tiba runtuh ke tanah, "Aku tidak bisa." lirihnya.

Dia hanya manusia biasa. Tak punya sihir atau pun kekuatan super hero. Ini bukan tempat yang wajar untuk didatangi manusia sepertinya.

Rindou mulai terbaring tanpa tenaga, dia ingat kedatangannya kemari hanya berlandaskan hasrat ingin mengusir wanita yang ia benci dari hidupnya hingga memaksanya bisa sampai di sini, tetapi dia lupa satu hal ... Dia tak ada apa-apanya dengan mereka para penghuni dunia ini.

Ia tak menyangka kehidupan normal yang sangat ia jenuhkan akan menjadi kenangan yang akan ia harapkan untuk terjadi kembali. Suasana dari rumah yang sudah susah payah ia bangun. Bahkan hingga mengorbankan waktu dan kewarasannya, sekarang sudah hilang.

"Wanita selalu menghancurkan apa yang aku punya."

Terbesit kembali kala itu, momen paling menguras emosi sepanjang hidupnya. Saat ia mendengar gemuruh sirine ambulans yang sangat memekikan telinga beberapa tahun silam. Ketika Rindou dipaksa menyaksikan kematian saudaranya yang sudah terbujur kaku di dalam ruang tunggu rumah sakit. Momen paling dia benci ketika para tenaga medis hanya berpura-pura tuli saat dia memohon pertolongan kepada mereka. Orang yang katanya seperti malaikat penolong, kenyataannya justru bertindak seperti pembunuh kejam. Membiarkan pasien dengan kondisi bersimbah darah itu mati meregang nyawa cuma-cuma.

"Seandainya aku punya uang saat itu."

"Seandainya Ran tidak bertindak gegabah karena wanitanya."

"Seandainya Ran mendengarku dulu, dia pasti tidak akan ditabrak oleh wanita yang katanya paling dia cintai itu."

"Sudah ku katakan wanita itu tidak mencintainya, tetapi dia menjadi bodoh karena cinta buta."

"Dan sekarang, aku juga akan bernasib sama sepertimu, Ran."

"Kurasa kita akan segera bertemu."

"Para wanita memang mematikan ... Itu sebabnya aku benci mereka."

Rindou trauma dengan wanita. Mereka akan merenggut segalanya dan mengekang pria layaknya peliharaan. Meminta pria melakukan apa pun yang mereka mau dengan dasar cinta. Dan merasa paling tersakiti jika apa yang mereka ingin kan tak jadi kenyataan.

.

.

.

.

Segini dulu yah, maaf pendek chapternya...
Semoga kalian suka yah...
Makasih masih setia menunggu cerita ku...
Aku senang ada kalian semua...

Desember, 2023

Coffyd

WonderwaLL || Rindou Haitani x ReadersWhere stories live. Discover now