07. Tespack [2]

121 24 47
                                    

Assalamu'alaikum ....

Hai, Boo! ☁

Sebelum baca, alangkah lebih baik siapin tisu dan stok kesabaran terlebih dulu. Karena untuk part kali ini, mengandung sedikit bawang dan sedikiiit banget bikin emosi.

Tandain kalo ada typo! ✨

"Terkadang, tidak selamanya orang jahat menoreh lara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang, tidak selamanya orang jahat menoreh lara. Tidak selamanya peran antagonis ditugaskan untuk memberi duka. Ada kalanya mereka ditugaskan semesta, untuk menjadi malaikat."

-Aleia Akara Putri-

.

Mengusap sudut bibir, mata sendu itu bersitatap miris pada darah yang menempel di punggung tangan. Lalu beralih pandang pada sang ibu. Senyum yang sarat akan luka, perlahan terbit di wajah cantiknya. Kontan Karina membuang muka. Rasa tidak tega yang berusaha ia tepis dari dulu, perlahan mulai mengendalikannya.

"Gimana, Ma? Puas Mama nampar Aleia? Masih kurang, hm? Mau tambahin lagi? Sekalian juga, jambak terus seret Aleia kek malem itu, siram Ale sampe susah napas, SEKALIAN JUGA PECAHIN KEPALA ALEIA PAKE BELING VAS BUNGA YANG TADI MAMA LEMPAR!"

Binar mata indah yang selalu menatap sendu dan takut itu, kini memandang Karina tanpa gentar sedikitpun. Sabarnya telah habis, sayang itu kini beralih pada benci yang perlahan menjalar pada hati remuknya. Bulir bening yang berdesakan, kini tumpah seiring gemuruh dada yang tidak beraturan.

Karina dibuat diam seribu bahasa.

"Ayo, Ma! Tampar Ale, Ma, tampar! Sekalian bunuh Ale sekarang juga! Itu, 'kan, yang Mama mau dari dulu untuk seorang anak yang gak berguna ini? Jangan siksa Aleia kek gini secara perlahan, ALEIA CAPEK, MA! CAPEK BATIN SAMA FISIK NGADEPIN SIKAP MAMA YANG JAUH DARI GAMBARAN SEORANG IBU!"

Dia gigit bibirnya kuat, tidak peduli perih melanda yang tidak seberapa dibanding hati yang telah hancur.

"B-bertahun-tahun, Ma―"

Sembari ia menepuk dadanya miris. Tenggorokan seolah tercekat.

"Bertahun-tahun Aleia ngerasain iri sama anak-anak di luar sana. Bertahun-tahun Aleia ngerasain sesek sama sikap Mama yang gak kek Mama di luaran sana. Bertahun-tahun juga Aleia harus nelen pahitnya punya keluarga, tapi seolah kek hidup sebatang kara. Dan bertahun-tahun kami berdua dipaksakan jadi seperti apa yang Mama minta, dengan harapan Mama mandang kami itu selayaknya seorang anak. Bukan alat investasi yang cuman dianggap anak waktu perlu doang!"

Binar mata yang semula nyalang, kini meredup. "Di dunia ini gak ada yang sempurna, termasuk manusia hina kayak Ale, Ma." Menarik napas, diusapnya kristal bening yang terus luruh ke pipi. "Jadi jangan paksa Ale jadi manusia sempurna kayak Baginda Nabi!" tegasnya.

EraserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang