TPMB - 17

1.9K 41 3
                                    

Kasih saran aku updatenya hari apa donggg..

Btw hari ini aku akan up bberapa part sih. Sbgai gantinya aku menghilang luaaamaaaa

*

"Kamu berantem sama Hana?"

Bram tersedak. Ia sedang sarapan berdua dengan eyang. Melihat Bram salah tingkah membuat eyang semakin yakin bahwa cucunya memang bertengkar.

"Nggak lah eyang. Ngapain aku berantem sama Hana." Kilah Bram.

"Kalau begitu, ngapain Hana masuk kamar kamu dari sore sampai malam?" Tanya eyang menyelidik.

"Kita... ekhm. Hana ngambek karena Bram mau nikah eyang. Dia bilang Bram nggak akan perhatian lagi kalau sudah menikah." Bram tidak sepenuhnya bohong. Mereka memang membahas ini kemarin sore.

"Kamu itu, mulai sekarang harus jaga jarak dengan Hana. Hana bukan anak kecil lagi. Dia tumbuh jadi gadis cantik. Keseringan bersama bisa membuat kamu jatuh cinta sama Hana. Sebelum itu terjadi, menjauhlah dari dia." Ucap eyang.

Bram menatap eyang, meskipun kata-kata eyang sangat lembut kenapa membuat Bram seakan tidak sanggup menurutinya?

"Ya nggak mungkin lah Bram jatuh cinta sama dia. Hana itu adek Bram loh eyang." Jawab Bram sambil terkekeh.

"Baguslah. Nanti eyang akan memberikan pengertian sama Hana. Kalian memang sudah tidak boleh terlalu dekat. Apalagi tidur di kamar yang sama."

Deg!

"Kami nggak ngapa-ngapain eyang. Cuma ketiduran aja habis ngobrol." Jelas Bram.

"Memangnya eyang nuduh kamu ngapa-pain sama Hana?" Alis eyang mengerut.

Eyang tidak mau berprasangka buruk. Tapi, seorang laki-laki dewasa dengan gadis cantik berada dalam satu kamar dengan waktu yang lama. Eyang sendiri tahu bahwa Hana ada di kamar Bram ketika eyang akan ke kamar mandi. Ia melihat Hana baru saja keluar dari kamar Bram sambil menangis.

Mata tua milik eyang menelisik penampilan Hana yang berantakan. Hana sibuk menangis sampai tidak menyadari kehadiran eyang di ruang makan.

"Nduk.." panggil eyang pada Hana.

Hana berjengit kaget di depan pintu kamar Bram. Ia segera menghapus air matanya. Namun mata sembabnya tidak bisa menyembunyikan alasan kelilipan jika eyang bertanya kenapa ia menangis.

"Eng, eyang sudah makan?" Tanya Hana parau.

"Kamu.. kenapa nangis?" Eyang mengabaikan pertanyaan Hana.

Hana menggeleng cepat. "Hana.. engg.. Hana..." Otak kecilnya seolah tidak bisa diajak kerja sama. Ia tidak menemukan alasan kenapa ia menangis.

"Bajumu berantakan sekali nduk."

Hana semakin tergagap. "Engg. Ha-Hana ketiduran di dalam eyang."

Eyang tersenyum kecil mengenyahkan pikiran-pikiran buruk di kepalanya.

"Cuci muka dulu nduk. Habis itu jangan buru-buru pulang. Eyang mau ngobrol sebentar."

Hana menjerit dalam hati. Eyang adalah orang yang ingin ia hindari sekarang juga. Suasana hatinya sedant buruk. Namun apa boleh buat. Setelah cuci muka ia duduk bersebrangan dengan Eyang di ruang makan.

"Nggak kerasa kamu sudah besar ya nduk. Kayak baru kemarin lho, kamu main kejar-kejaran sama masmu. Tumbuh kembangmu sedari kecil hanya bersama Bram." Ucap eyang.

Ingatannya memang terlempar ke beberapa tahun yang lalu. Mata Eyang berembun, seakan waktu mengikis masa mudanya dengan cepat.

Hana mengangguk kaku. Ia sendiri tahu bahwa bukan itu inti dari obrolan Eyang.  Gadis itu menata hatinya, mencoba menerima apa pun nasihat Eyang untuknya.

"Nduk, masmu akan menikah." Eyang menelisik perubahan raut wajah Hana.

Wajah cantik Hana menegang, Eyang tersenyum tipis. Ia bahkan menyesali Bram terlalu dekat dan perhatian dengan Hana sedari kecil.

"Entahlah, eyang sebagai orang tua merasa agak menyesal membiarkan kamu dan Bram terlalu dekat." Mata tua Eyang tidak lepas dari Hana. Ia ingin tahu perubahan ekspresi cucu perempuannya.

"Maksud Eyang?" Tanya Hana tercekat.

Wanita tua di hadapan Hana menarik napas dalam. "Eyang pikir ketika kalian beranjak dewasa, kedekatan kalian akan berkurang. Tapi Eyang salah mengira, semakin dewasa kalian semakin lengket."

Tawa kering dari bibir Eyang membuat Hana sedikit takut. Tidak biasanya Eyang begini. Hana sampai tidak punya kata-kata untuk membalas ucapan Eyangnya.

"Nduk, jaga jaraklah dengan masmu. Meskipun kalian saudara, entah kenapa Eyang merasa ada yang salah dengan kalian berdua. Terlalu dekat bisa jadi membuat rasa sayang sebagai saudara berubah menjadi rasa cinta antara laki-laki dan perempuan."

Hana meremas jemarinya di bawah meja. Eyang mulai curiga padanya.

"Eyang, aku sayang sama Mas Bram sebagai saudara."

"Oh ya? Bagus kalau begitu. Jangan bertengkar dengan masmu, biarkan dia menikah."

"T-tapi eyang-"

"Nduk, apa mau kamu sebenarnya? Kamu ingin dinikahi Bram?"

Eyang bahkan tidak mengerti jalan pikiran gadis di depannya. Bukankah barusan dia bilang hanya sayang sebagai saudara?

Dua perempuan berbeda generasi itu terdiam beberapa saat.

"Eyang harap ini terakhir kali kamu masuk ke kamar Bram. Minggu depan dia sudah bertunangan nduk. Jangan mempersulit masmu." Pungkas eyang.

Mata Hana memanas mendengar penuturan eyangnya. Sesak di dadanya bertambah.

Rasa cintanya ternyata akan membawa gadis itu ke kubangan rasa pahit. Padahal impian gadis itu sederhana. Ia hanya mau bersama Bram. Kenapa seolah semesta tidak merestuinya?

Apa Bram akan tetap memilih meninggalkannya? Setelah apa yang mereka lakukan? Apa kehormatannya tidak berarti bagi Bram?

Hanya ada satu cara agar Hana tidak ditinggalkan.

Hamil.

Cinta membuat pikiran Hana buta.

*

Btw thx u kalian masih mau baca ceritaku❤️‍🔥❤️‍🔥

Cek profil, aku ada cerita baru.

Tapi tenangggg, TPMB akan aku update sampe tamat. Gk akan ngegantung lagi wkwkakaka

Terjerat Pesona Mas BramWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu