TPMB - 26

2.3K 71 4
                                    

Baca juga Bastian dan Belvia

Vote dan komeeeeen

Btw klo vote+komennya tembus 100+ aku bakal double up hehe
*

"Kita harus bicara."

Hana tersenyum manis. "Hm, bicara apa itu? Bicara tentang masa depan kita?"

Bram berdecak. Tanpa banyak bicara, Bram membawa Hana membelah kemacetan kota Malang di sore hari menggunakan motornya. Sebelum itu, Bram meminjamkan sebuah jaket miliknya yang kedodoran untuk Hana agar Hana tidak kedinginan.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan. Hana memeluk Bram dari belakang, meski Bram berkali-kali menyingkirkan tangan Hana dari perutnya. Tapi Hana tidak peduli.

"Kita mau kemana?" Tanya Hana setengah berteriak. Ia mencengkeram ujung kemeja Bram karena laju motornya sangat kencang.

"Tempat yang enak buat ngobrol."

Bram membelokkan motornya ke homestay. Alis Hana mengerut, heran kenapa Bram membawanya ke tempat penginapan. Tapi Hana akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Tempat ini sangat menguntungkan untuknya nanti.

Setelah mengunci pintu kamar, Bram mendorong Hana ke tembok. Mengurung tubuh mungil Hana hingga tubuh mereka berdempetan. Tangan Bram mengusap perut Hana pelan.

"Gugurkan dia."

Hana terkesiap. "Maksud kamu apa?!" Teriak Hana.

Bram menarik tangannya dari perut Hana. Menatap tepat ke mata Hana yang berkaca-kaca. "Aku nggak menginginkan anak itu."

Plak!

Pipi Bram kebas. Bram tidak menyangka tamparan Hana sangat keras mengenai pipinya. "Brengsek! Ini balasan kamu setelah kamu menikmati tubuhku?!"

Dada Hana naik turun menahan emosi. Sesak di dada Hana membuat perempuan itu tak kuasa menahan tangis.

"Kamu pikir dengan kamu kasih keperawanmu buat aku, aku bakal nikahin kamu? Iya?! Sekalipun kamu hamil, aku nggak akan sudi mengakui anak itu. Bisa aja kamu tidur sama laki-laki lain juga, tapi kamu mau minta pertanggung jawaban sama aku. Biar aku batal nikah, gitu?!"

PLAK!

Tamparan Hana lebih keras dari sebelumnya. Bram sampai mengusap pipinya karena rasa perih dan kebas.

"TUTUP MULUT KAMU! BAJINGAN!"

Hana mendorong tubuh Bram ke tempat tidur. Bram yang belum siap dengan mudah ditindih oleh Hana. Perempuan itu dengan buru-buru membuka resleting dressnya sendiri. Meninggalkan pakaian dalam yang berwarna hitam, kontras dengan warna kulitnya. Mengabaikan rasa sakit di perut bawahnya yang tiba-tiba saja kram.

"Apa-apaan kamu, Hana?!" Ucap Bram frustasi. Ia tidak ingin terperangkap lagi.

"Kamu harus menanggung akibat dari perkataanmu sendiri."

Hana yakin, mulut Bram memang mengeluarkan penolakan. Tapi matanya tidak bisa berbohong. Bram menikmati pertunjukan Hana yang sedang menari sangat erotis sambil membuka pakaian dalamnya sendiri.

"Jangan macam-macam, Hana."

Tidak mendengarkan, Hana tetap meliuk-liukkan badannya hingga Bram tidak bisa berpaling menatap tubuhnya yang polos.

Bram mulai terpancing, meski otaknya ingin mendorong Hana saat ini juga tapi siapa yang akan menolak jika disituasi seperti ini. Hana membelakangi Bram, sengaja mempertontonkan tubuh bagian belakangnya.

Tangan Bram terulur, mengelus pinggang Hana yang ramping. Lalu membawa gadis itu duduk di pangkuannya. Bram mengendus leher Hana dari belakang. Menghirup aroma buah yang memabukkan.

Terjerat Pesona Mas BramWhere stories live. Discover now