TPMB - 02

7.4K 272 1
                                    


*

Sebelum melaksanakan tugas, Bram menuju ruang belakang dimana lokernya berada. Supermarket tempat Bram bekerja memberlakukan sistem buka 24 jam. Jadi tak heran, meskipun pagi begini ada beberapa karyawan dengan wajah tampak lesu.

Ketika hendak ke kamar mandi, Bram di cegat oleh seorang perempuan berseragam pink yang belakangan sering sekali menyapa dan mengajak Bram ngobrol.

"Eh Bram, buru-buru banget?"

Bram tersenyum. "Iya nih, Bu Rika baru datang juga?"

Rika tersenyum manis sambil menyelipkan rambutnya yang terurai ke belakang telinga. "Iya. Jalannya macet, untung nggak telat."

"Ya udah, saya ke toilet dulu ya bu. "

"Silakan."

Di banding Hana yang sedikit urakan, Rika adalah perempuan yang kalem dan berwibawa. Padahal Rika adalah supervisor yang memiliki ruangan sendiri di lantai tiga. Tapi, setiap pagi dia selalu datang ke ruang belakang lantai satu. Tempat dimana para bawahannya beristirahat. Rika beralasan, supervisor dan karyawan lain harus akrab. Salah satunya ia harus mengunjungi ruang belakang.

Bram merapikan seragamnya yang sedikit kusut di depan wastafel. Dari kaca wastafel, Bram melihat sahabatnya yang satu profesi memasuki toilet.

"Baru dateng lo?" Sapa Bram.

Pandu menggeleng. "Nggak, tadi ada sedikit masalah di kasir. Gue bantuin sedikit."

"Bu Rika makin getol aja ya deketin lo?" Tanya Pandu.

Bram hanya terkekeh. "Deketin? Bukannya Bu Rika memang ramah kayak gitu ya sama karyawan lain?"

Pandu merangkul Bram. "Karyawan di sini juga tau kali kalau Bu Rika suka sama lo."

Bram menyalakan kran untuk mencuci tangan. "Nggak mungkin lah." Sanggah Bram.

Pandu ikut mencuci tangannya. "Susah ya, kalau di mata lo tuh cuma ada Hana."

Bram malah tertawa. "Heh Ndu, gue sama Hana itu sepupuan. Gue cari calon istri yang berhijab. Adem diliatnya."

"Iyain deh."

Bram dan Pandu kemudian keluar dari toilet. Menuju pintu masuk supermarket. Jika Pandu di luar pintu masuk, maka Bram berada di dalam. Berjaga-jaga di dekat kasir.

Ketika hampir memasuki jam makan siang, Rika menghampiri Bram yang sedang berdiri dengan posisi siap. Rika semakin terpesona saja. Ketampanan Bram telah menyihir hatinya.

"Bram," sapa Rika.

Bram menoleh. Mendapati Bu Rika yang tersenyum manis. "Ya bu?"

"Makan siang sama saya bisa nggak?"

Bram tersenyum kikuk. Semakin hari, Rika semakin terang-terangan mendekati dirinya.

"Saya sudah ada janji bu. Maaf sekali."

Rika berusaha mempertahankan senyumnya. "Wah sayang sekali. Padahal saya ingin ngobrol banyak sama kamu."

Ketika Bram akan membuka suara, matanya menangkap gadis berambut abu-abu yang setiap pagi ia ganggu. Bram tersenyum. Bahkan Hana masih menggunakan baju tidur yang sama.

Hana tersenyum senang melihat Bram di dekat kasir. Ia menghampiri mas sepupunya itu sambil mendorong troli.

"Mas Braammm. Jajanin dong!" Hana berkedip manja.

Rika menoleh kaget karena tiba-tiba ada seorang gadis di sampingnya dan menyapa Bram dengan manja.

"Dek, kamu ke sini sama siapa?" Tanya Bram menyadari bahwa Hana masuk ke supermarket sendirian.

"Sendirian, pakai gojek. Motor aku lagi rusak." Jawab Hana enteng.

Rika menilai penampilan Hana dari atas sampai bawah. Sandal jepit bulu berwarna biru langit, piyama warna kuning, dan rambutnya yang menyala berwarna abu-abu di kuncir kuda. Colorful sekali, batin Rika.

"Kenapa tante? Ngeliatin aku begitu banget? Cantik ya?" Tanya Hana pada Rika.

Rika tersenyum kikuk. Baru saja ia di panggil tante oleh gadis yang mengganggu waktunya mengobrol dengan Bram.

"Heh yang sopan kamu! Bu Rika supervisor di sini." Hardik Bram. Namun Hana hanya memeletkan lidah.

"Sebagai gantinya bibir aku yang lecet nih! Jajanin dong!" Kata Hana sambil menunjuk bibirnya yang luka.

Rika terkejut. Baginya perkataan Hana sangat ambigu sekali. Ia berpikiran bahwa gadis ini sangat tidak punya malu sekali mengumbar aib di tempat umum. Di dalam hatinya, ada perasaan tercubit ketika melihat Bram memerhatikan bibir gadis ini.

Untuk mengurangi rasa sesak di dadanya, Rika memilih undur diri.

"Bram, aku ke ruangan dulu."

Bram hanya mengangguk sopan. Dalam hati ia bersyukur, ada Hana yang datang menyelamatkan dirinya dari Bu Rika.

"Idih. Lebay kamu! Itu cuma luka dikit doang ganti ruginya entar ratusan ribu. Nggak mau ah!"

"Yaaaah. Mas Bram! Aku kesini cuma bawa duit lima puluh ribu tahu! Udah sisa tiga puluh lima nih tadi buat bayar gojek. Mana cukup segini?" Keluh Hana.

"Siapa suruh kamu jauh-jauh ke sini coba? Di depan kompleks juga ada minimarket."

"Seratus ribu doang deh! Ya ya ya?" Rayu Hana lagi.

Bram menghela napas. "Deal! Kalau lebih bayar sendiri. Mas nggak mau tahu!"

Hana meninggalkan Bram dengan perasaan senang. Mana mungkin Bram tega membiarkan gadis itu tidak memiliki stok camilan di rumah?

Meskipun uang di dompetnya hanya tinggal beberapa lembar saja. Tapi beramal pada Hana sekali-kali juga tidak apa-apa.

Tiba-tiba Pandu masuk menghampiri Bram. Lalu berbisik, "Hana makin imut aja ya. Dia sukses bikin orang nurunin barang dari mobil box salah fokus."

"Yang bener lo?" Tanya Bram.

"Yoi."

Setelah itu, Pandu kembali berjaga di depan. Meninggalkan Bram yang tidak mengalihkan pandangannya dari Hana di antara rak camilan.

*

Terjerat Pesona Mas BramWhere stories live. Discover now