TPMB - 23

2.5K 53 7
                                    

Happy reading

Jgn lupa vote

Baca juga Bastian-Belvia

*

Dalam kondisi seperti sekarang, Hana menginginkan Bram-lah yang ada di sisinya. Tapi nyatanya orang yang baru ia kenal justru memberi tumpangan dan menolong Hana. Hana sangat merepotkan laki-laki itu.

Hana membuka pintu kamar setelah tiga jam Rama menyuruhnya beristirahat. Laki-laki itu mengetuk pintu kamar, membawa nampan berisi teh hangat dan bubur ayam.

"Biar kamu lebih enakan." Kata Rama sambil menyodorkan nampan yang ia bawa.

Hana tersenyum tipis. Rama sangat perhatian dan baik sekali. Ia tidak mencoba menginterogasi atau menghakimi Hana. Dalam hati ia bersyukur karena dipertemukan oleh Rama. Rama juga berjanji tidak akan memberitahu siapa pun tentang kejadian hari ini.

"Aku makan di luar aja."

"Oke, aku yang bawa." Rama urung memberikan nampan kepada Hana. Rupanya Hana terlihat lebih baik.

"Kamu.. baik banget. Aku nggak tau mau bilang makasih kayak gimana lagi."

Rama menolehkan wajahnya tersenyum lebar, menghadap Hana yang duduk di sampingnya. "Gimana?"

Hana tidak langsung menjawab. Ia menyuapkan bubur ayam ke dalam mulutnya. "Apa?"

"Udah di tes nggak?" Rama berusaha mengontrol wajahnya agar tetap santai. Ia tidak ingin Hana merasa tidak nyaman karena perkataannya.

"Belum. Aku takut." Cicit Hana. Ia meletakkan mangkuk dan menghadapkan badannya ke arah Rama.

"Nggak apa-apa. Kalau nggak di tes nggak akan ketauan. Lebih cepat lebih baik, jadi kamu tau mau ambil langkah apa selanjutnya." Rama menenangkan Hana. Memang rasanya ia tidak pantas ikut campur urusan Hana, tapi saat ini Hana sedang ada di rumahnya. Jadi sekali lagi Rama ingin memastikan Hana baik-baik saja.

"Aku.. nggak tau ini adalah sebuah kesalahan apa nggak. Aku nggak menyesal udah kasih diriku untuk orang yang aku cintai. Yang aku sesali, dia lebih memilih wanita lain setelah kita 'tidur'. Aku yakin dia memilih wanita lain karena hubungan kami nggak akan direstui kalau ketahuan karena aku dan dia saudara." Ungkap Hana. Ia tidak memiliki teman cerita. Ibunya memang tahu jika Hana menyukai Bram. Tapi Hana tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya terjadi dihubungan Hana dan Bram.

"Bram ya?"

Hana sedikit terkejut, tapi tidak bertahan lama. Mungkin ibu atau kakaknya yang bercerita tentang Hana. "Apa salah kalau aku mencintai sepupuku sendiri?"

Rama bingung. Ia tidak pernah mengalami rasanya jatuh cinta pada saudara sendiri. "Mungkin rasa cintamu itu nggak salah kalau seandainya kalian bukan saudara."

Tidak disangka, Hana menitikkan air matanya. Membuat Rama merasa bersalah. Barangkali ucapannya barusan menyinggung dan membuat Hana sakit hati.

"Hana, aku minta maaf kalau ucapanku-"

"Nggak apa-apa. Aku udah sering mendengar kalimat itu dari ibuku sendiri. Tapi rasanya masih sedih kalau ingat dia punya tunangan."

Rama mengusap lengan Hana menenangkan. "Kamu bisa merebutnya lagi, kalau kamu... hamil."

Benar juga. Kadang, kita harus mendengarkan saran orang lain. Terbukti tanpa diminta dua kali Hana menuju ke kamar mandi, memastikan apakah benih Bram tumbuh sempurna di rahimnya.

Dada Hana berdebar kencang sekali. Ini pertama kali Hana melakukannya. Takut dan entahlah, rasanya hatinya tidak nyaman. Hana mengangkat alat yang ia pegang. Berharap-harap cemas berapakah garis yang akan muncul.

Rama masih menunggu di depan tv. Entah kenapa ia juga merasa cemas dan penasaran. Beberapa saat kemudian Hana mendekatinya lagi lalu duduk di sofa yang sama.

"Gimana?"

"Aku.. hamil." Hana tersenyum sumringah.

Kenapa tiba-tiba hati Rama mencelos mendengarnya. Ia seperti tidak siap menerima berita ini.

"Kamu harus segera ke dokter, pastikan lagi dia benar-benar ada atau nggak di perut kamu." Saran Rana.

Hana mengangguk antusias. "Ini akan menjadi berita sangat bagus buat Kintani."

Rama tersenyum kecil. Berusaha membunuh perasaan tidak nyaman di dalam hatinya. Jangan sampai ia jatuh cinta pada Hana. Gadis berambut abu-abu yang sedang ia bawa kabur hari ini.

"Istirahat di dalam, nanti sore aku antar pulang." Kata Rama. Ia mengacak rambut Hana gemas sambil berlalu ke teras. Sekedar menyesap satu dua batang rokok.

*

Selama bekerja, Bram tidak bisa mengalihkan pikirannya. Rentetan kejadian kemarin sore dan tadi pagi membuat Bram bingung sebenarnya dirinya sendiri kenapa. Apalagi kehadiran Rama menambah beban pikiran Bram. Bagaimana kalau Rama orang jahat?

Hingga saat ia menjemput Kintani dari kampusnya dan membawa tunangannya itu ke alun-alun kota. Sekedar menikmati jajanan kaki lima. Kintani sadar bahwa Bram sejak tadi hanya diam dan melamun.

"Mas, ada masalah ya?"

Bram menoleh ke tunangannya, ia baru sadar bahwa dari tadi ia mengabaikan Kintani. Tangannya terulur mengusap pucuk kepala Kintani yang tertutup kerudung.

"Kalau ada masalah cerita mas. Biar nggak jadi beban pikiran."

Sepertinya Bram ragu jika menceritakan soal Hana pada Kintani. Ia takut tunangannya cemburu karena lagi-lagi Hana yang akan menjadi topik pembicaraan mereka. Tapi tidak mungkin kan Kintani cemburu, Bram dan Hana saudara.

"Tadi Hana di antar cowok ke kampus."

Kintani menarik ujung bibirnya, setiap obrolannya dengan Bram pasti ada satu nama yang selalu Bram sebut di sela-sela obrolan mereka. Tapi Kintani juga senang, mungkin cepat atau lambat Hana tidak akan mengganggu hubungannya lagi jika punya pacar.

"Trus mas khawatir? Menurut aku malah bagus kalau Hana punya pacar."

"Bukan pacar." Koreksi Bram. Terlihat tidak terima mendengar Kintani mengatakan Hana dan Rama berpacaran.

"Kalau benar-benar pacaran kan nggak apa-apa mas. Jujur aku malah senang Hana dekat dengan laki-laki, itu artinya aku nggak akan merasakan cemburu lagi." Ungkap Kintani.

Memang Bram tidak pernah menanyakan perasaannya. Kejadian tidak mengenakkan di rumah Kintani tempo hari pun, Kintani tidak menceritakannya kepada siapa pun. Meski Hana tidak menyukainya, tapi Kintani tetap ingin memperbaiki hubungan mereka. Tapi Hana masih saja sengaja membuat Kintani cemburu karena kedekatannya dengan Bram.

"Cemburu? Kamu kan tau dia adekku? Lagipula aku nggak setuju kalau Hana sama Rama. Aku lihat-lihat mukanya kayak orang nggak bener." Seru Bram kesal. Bram tidak menyangka Kintani ternyata memiliki rasa cemburu kepada Hana. Kekesalan Bram bertambah karena Kintani mengungkapkan hal itu.

"Astagfirullah, mas nggak boleh ngomong gitu. Kita nggak berhak menilai orang lain dari penampilannya aja. Bisa jadi yang menurut mas buruk tapi aslinya baik melebihi mas sendiri."

Bram berdecak. "Kamu kok malah nyalahin aku. Aku cuma ngomong apa yang jadi pikiranku dari tadi. Kamu yang minta aku cerita."

Hubungan yang baru terjalin membuat Kintani terkejut karena sikap Bram saat ini. Bram berbicara padanya dengan kesal dan matanya menyiratkan emosi.

"Mas, kamu marah sama aku?" Tanya Kintani tak percaya. Matanya berkaca-kaca.

Bram mengusap wajahnya kasar, ia kelepasan. Hana adalah pelaku yang membuat pikirannya tidak karuan. Ia juga tidak sadar baru saja ia memarahi Kintani.

"Maafin mas dek. Mas lagi banyak pikiran banget." Ucap Bram sambil mengusap jari-jari Kintani yang lentik.

Kintani mengangguk singkat. Ia berusaha menata suasana hatinya. Bram sudah minta maaf, tugasnya hanya memaafkan Bram dan menganggap tidak terjadi apa pun diantara mereka.

*

Kalo ada typo kabarin

Terjerat Pesona Mas BramWo Geschichten leben. Entdecke jetzt