TPMB - 13

3.7K 137 10
                                    

Udah chapter 13 aja ya kan? Hihi. Nah chapter ini tuh adalah awal dari konflik-konflik yang akan datang😂

Enjoy❤️

Vote dan komen kalau ada yg janggal ya hehe.

*

Bram berulang-ulang menarik napasnya dalam, lalu mengeluarkannya dengan kasar. Kerongkongannya seolah tidak mau menelan makanan yang ia kunyah. Padahal yang ia kunyah adalah tongseng jeroan ayam pedas kesukaannya.

"Kamu kenapa Bram kok makannya nggak semangat gitu? Ada masalah, le?" Tanya eyang yang menyadari keanehan Bram.

Semua orang di meja makan pun memerhatikan Bram yang tengah memegang sendok. Begitu pun Hana yang memandang Bram penuh tanya. Padahal dia dan Bram sudah baikan, tapi kenapa Bram terlihat murung? Bukankah sebelum Hana pulang untuk mandi, Bram masih baik-baik saja?

"Nggak eyang. Bram udah kenyang aja." Elak Bram.

"Ya sudah, kamu tunggu yang lain di ruang keluarga. Ada yang mau eyang sampaikan." Titah eyang.

Bram segera bangkit lalu menuju ke ruang keluarga sesuai perintah eyang. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa. Bram tidak ingin menerka-nerka. Ia ingin mendengar penjelasan eyang secara langsung tentang kedatangan Ifa secara tiba-tiba seperti ini.

Tidak menunggu lama, ruang keluarga pun menjadi ramai. Eyang memilih duduk di sebelah Jalu. Ifa dan Riko duduk di sebelah Bram. Sedangkan Hana bersama ibunya yang kini tengah sibuk mengurusi cucunya.

"Eyang sudah sepuh. Mungkin sudah tidak bisa lagi beraktivitas normal seperti biasa. Setiap hari Bram dan Murni yang membantu eyang mengurus rumah. Eyang sedih, pasti Bram dan Murni sangat kerepotan." Kata eyang sebagai pembuka.

"Nggak bu, Murni sama sekali nggak keberatan. Malah Murni minta maaf kalau nggak bisa jagain ibu dengan intens." Kata Murni.

"Nduk, ibu sangat berterimakasih. Kamu selama ini sudah nggak kurang-kurang merawat ibu." Kata eyang sambil tersenyum kepada Murni.

"Sesuai yang eyang bilang sama Ifa. Bram harus segera menikah. Sepertinya Bram sedang dekat dengan seorang wanita. Sebagai pihak laki-laki, kita harus segera mengambil keputusan. Bram, kamu siap kan?" Tanya eyang membuat Hana kaget setengah mati. Tapi Hana hanya diam menunggu respon Bram.

"Ekhm, apa nggak terlalu cepat eyang?" Tanya Bram.

Jalu tersenyum. "Justru wanita itu suka dikasih kepastian, Bram. Kalau kamu lama keburu kabur ceweknya."

"Iya Bram. Kalau dulu aku nggak cepat-cepat lamar Ifa, mungkin aku udah keduluan yang lain." Kata Riko lalu menepuk pundak Bram dua kali.

"Apalagi eyang sudah nggak muda. Usia kamu juga sudah matang. Tabungan sudah melebihi dari cukup. Apalagi yang kamu tunggu, le?" Tanya eyang lagi.

"Emang Mas Bram udah punya calonnya?" Tanya Hana dengan nada yang aneh. Ia yakin kalau eyang sok tahu. Bram hanya dekat dengan dirinya.

Ifa menangkap kegetiran di suara Hana. "Punya dong! Ya nggak, Bram?" Tanya Ifa seolah tidak peduli pada perasaan Hana yang hancur saat itu juga.

"Memangnya orang mana sih? Biar pakde lamarkan buat kamu." Tanya Jalu.

Kenapa mengatakannya harus sulit sekali, pikir Bram. Namun ia tidak punya pilihan lain. Bram harus meneguhkan hatinya meski ada hati lain yang akan terluka karenanya.

"Adik iparnya Pandu pakde." Jawab Bram cepat.

"Oh, Kintani?" Tanya Hana senormal mungkin. Saat ini ia sedang menahan air matanya agar tidak luruh. Ia tidak mungkin menangis dihadapan keluarganya.

Terjerat Pesona Mas BramWo Geschichten leben. Entdecke jetzt