TPMB - 10

4.5K 142 1
                                    

Vote😉

Komen kalau ada typo🤗

*

"Hana kemana bude?"

Murni dengan rela mengalihkan atensinya dari serial India kepada Bram yang kini duduk di sebelahnya.

"Di kamar. Kamu berantem sama Hana, Bram?"

Mengingat Hana yang memasuki rumah dengan bersimbah air mata, Murni dan Jalu mengasumsikan putrinya sedang bertengkar dengan Bram.

Bram tersenyum tipis. "Bram cuma ngasih nasihat, tapi Hana ngambek. Bram terlalu kasar bude."

Murni mengecilkan volume televisi. Ibu dua anak itu menghela napas. "Pakde sama bude kadang ngerasa salah mendidik Hana. Kita hampir jarang marahin Hana kalau salah. Makanya dia ngelunjak kalau dinasihatin, Bram."

"Bram ke atas dulu ya bude."

Murni mengangguk. Ia kembali serius menonton serial India.

Ketika Bram akan menaiki tangga, pandangannya tertuju pada Jalu yang tengah mengaduk kopi di meja makan.

Jalu mengepalkan tangan kirinya, memberikan semangat kepada Bram yang akan menghadapi Hana yang sedang menjadi singa.

Bram tertawa. "Makasih pakde."

Ia melanjutkan langkahnya kembali. Memandangi pintu yang sudah beberapa hari ini ia tidak buka.

Bram mengernyit, kamar Hana gelap sekali. Bram menyalakan lampu agar penglihatannya tidak terganggu. Cewek berambut abu-abu itu sedang memeluk boneka minion besar. Bram tidak bisa memastikan Hana tidur atau tidak, karena posisinya berada di belakang Hana.

Bram memilih memunguti boneka-boneka kecil yang tergeletak di lantai. Mungkin pemiliknya sempat memporak-porandakan kasurnya sendiri. Terbukti hanya tersisa beberapa boneka di kasur Hana.

Setelah selesai, Bram menaikkan selimut Hana sampai ke pundak. Malam ini, Malang menjadi sangat dingin. Bram duduk di tepi kasur Hana. Wajah Hana tenggelam pada boneka, membuat Bram tidak bisa memandangi wajah Hana.

"Ngapain disini?" Tanya Hana dingin.

Bram menoleh. "Mas mau minta maaf. Tadi mas kasar sama kamu."

Hana tertawa meremehkan. "Nggak, tadi biasa aja."

Bram tersenyum lembut. "Maafin mas ya? Biar eyang nggak curiga makanya mas ngomong kayak tadi."

Hana tetap diam.

"Kita harus hati-hati. Kamu nggak lupa kan kalau eyang kita itu curigaan?"

Hana mengangguk pelan.

Bram mengelus rambut Hana, dirinya benar-benar menyesal telah berkata kasar pada Hana.

"Maafin mas ya dek." Ucap Bram tulus.

Hana menghela napas. "Mas anggap aku apa sih sebenarnya?" Akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulut Hana. Dari tadi sore, ia tidak berhenti memikirkan hal ini.

Bram beranjak dari kasur Hana. Ia berdiri bersandar pada lemari pakaian. Matanya dengan lekat memandangi mata Hana yang sembab.

"Pacar?" Jawab Bram tidak yakin.

Hana memaklumi. Hubungannya dengan Bram masih tergolong baru. Pasti Bram juga sedang membiasakan diri dengan status baru yang mereka punya.

"Aku takut mas suka sama cewek lain." Hana mulai manja. Ia lupa sedang mode ngambek pada Bram.

Bram memiliki ketakutan yang berbeda. Dirinya lebih mengkhawatirkan jika tidak bisa menghentikan permainan Hana dan terjebak bersama.

Secara agama, memang mereka bisa menikah. Tapi mungkin saja pernikahan mereka akan menjadi sesuatu yang salah di mata sosial. Maka dari itu ketika Bram sudah mantap akan menikah, ia akan putus dengan Hana.

"Dek, harapan kamu untuk hubungan kita kedepannya apa?"

"Yang jelas aku pingin nikah dan hidup sama mas selamanyaaaaa." Hana menjawab dengan semangat. Lagipula dirinya sering mengumumkan itu kepada semua orang saat masih kecil. Itu adalah harapan yang sungguh-sungguh.

Bram tersenyum tipis. Sudah menduga bahwa jawaban Hana akan sesimpel itu.

"Kalau kita nggak jodoh?"

Hana cemberut. "Kok mas ngomong gitu sih? Mas nggak mau nikah sama aku?"

Bram kelabakan. "Kan misalnya."

"Oh misalnya. Hana akan gagalin pernikahan mas. Hahaha." Hana suka bercanda.

"Bercanda ding. Ya Hana akan terus berdoa sama Allah biar kita di jodohin. Tapi kalau tetep nggak di jodohin ya Hana akan berusaha nerima." Hana adalah perempuan biasa. Ia sama seperti orang lain, akan memohon doa untuk keinginannya agar terkabul.

"Kuliah dulu deh yang bener. Katanya tugasnya banyak." Kata Bram mengalihkan pembicaraan.

Muka Hana tiba-tiba sangat lesu. "Iihh bisa nggak sih mas jangan ngingetin Hana soal tugas!"

"Lha? Terus gimana dong?"

"Hana pingin ngerujak buah deh mas. Mangga di depan kan lagi berbuah tuh."

Bram terkekeh. Rujak buah adalah makan favorit Hana dan Bram mulai mereka kecil.

"Ya udah habis ini mas yang manjat pohonnya."

"Ya Hana juga lah. Kita ngerujak di atas. Ntar kita bawa pisau, kaldu ayam, sama cabe. Eh air putih juga ding." Jawab Hana nyengir.

"Boleh juga tuh. Biar nggak usah ngulek. Ribet."

Hana mengangguk. "Ya udah yuk!"

Bram dan Hana segera keluar kamar. Jalu sedang menikmati kopi di meja makan sambil membaca buku.

"Eh, berhasil ya Bram?"

Bram tertawa. "Iya dong! Nih buktinya princess udah keluar kamar."

"Lha terus kalian mau kemana? Hana pake bawa pisau segala?" Tanya Jalu heran.

"Ngerujak di pohon yah. Yuk mas." Hana meninggalkan ayahnya yang sedang geleng-geleng kepala.

*

Terjerat Pesona Mas BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang