015. Luna cemburu

1.5K 75 1
                                    

Halo gays! TMSI update lebih awal, jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote. Sebentar lagi TMSI juga akan masuk ke puncak masalah dan akan ending.

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

015. Luna cemburu

Faktor Ibu hamil emang begitu luar biasa. Begitu banyak keinginan di luar nalar yang terlintas di benak sang Ibu saat mengandung. Seperti halnya Luna, wanita itu meminta Dewa untuk berjalan ke Mall dengan mengenakan pakaian tidur dengan warna merah muda, pun dengan motif polkadot.

Hancur sudah harga diri Dewa saat istrinya meminta demikian. Tapi, mau tidak mau Dewa harus menyetujui permintaan aneh istrinya itu. Ia tidak mau bayi dalam kandungan istrinya itu saat dewasa ingusan, karena permintaan sang istri sewaktu hamil tak terpenuhi, begitu mitos orang-orang zaman dahulu.

Kini keduanya telah sampai di Mall yang ada di Jakarta. Sepasang suami-istri itu menyusuri Mall dengan berbagai pasang mata mengarah ke mereka. Bermacam celotehan dari orang sekitar dilontarkan pada Dewa dan Luna. Tapi keduanya tak acuh dengan semua lontaran itu—walau sedikit malu.

“Ngidam kamu yang benar dong, Sayang. Kita jadi diliatin orang-orang gara-gara ke Mall pakai ginian.” Dewa malu. Ingin rasanya ia menghilang saat itu juga. Pandangan pria itu terus menunduk tanpa minat melihat ke depan.

Sang Istri menoleh, mendecak sebal. Ia menghentikan langkah. Telapak tangan yang mulanya bertautan dengan sang suami kini terlepas.

“Ya sudah kalau gitu. Kita balik aja.” Luna bersedekap dada, bibirnya mengerucut.

Dewa yang melihat tingkah istrinya kini mendongakkan kepala, menatap istrinya. Sial! Ia seharusnya tahu jikalau mood istri yang mengandung itu cepat sekali berubah. Bodoh!

Pria itu menghela napas, kedua tangannya memegang bahu sang istri sembari menorehkan senyuman tipis.

“Sayang, maafkan saya, ya. Jangan marah gini, dong. Kamu nggak malu diliatin banyak orang gini?” Dewa melihat sekeliling sejenak. “Udah, ya, jangan marah lagi. Ayo kita lanjut jalannya.”

Luna mendengus, menatap suaminya lamat. “Tapi katanya kamu malu jalan pakai ginian. Ya sudah—“

Dengan cepat Dewa menempatkan jemari telunjuknya ke bibir ranum istrinya. “Sssttt, udah, jangan banyak bicara lagi. Saya tarik ucapan saya tadi. Udah, ya. Ayo jalan lagi,” tutur Dewa.

Luna meneguk salivanya. Entah kenapa detak jantungnya berdegup sangat kencang sekarang. Jarak wajahnya dengan suaminya begitu dekat! Hingga embusan napas keduanya saling terdengar.

“Mas Dewa ....” Luna membatin.

“Udahan, ya, ngambeknya. Anak kita ketawa, tuh, di dalam sana liat wajah jelek mamanya kalau ngambek.” Dewa mengudarakan tawa sejenak. “Jangan ngambek lagi, ya. Cantiknya ilang kalau kamu ngambek.”

BLUSH! Astaga! Demi apa pun, pipi Luna seketika bersemu kemerahan layaknya tomat rebus. Hari ini, menit ini, detik ini, ia baru mendengar pujian dari suaminya. Rasa-rasanya Luna ingin sekali terbang layaknya kupu-kupu dan hinggap di bahu suaminya.

“Mas Dewa barusan puji aku? Aku nggak salah dengar, kan?” Luna membatin, sedikit bertanya-tanya apakah ia salah dengar atau tidak.

Transmigrasi Menjadi Seorang Istri [ On Going]Where stories live. Discover now