Sept, 2019

155 84 21
                                    

30 September 2019

Alunan musik klasik yang berasal dari ruang seni menghipnotis orang-orang di sekitar, gadis berambut panjang memainkan piano berwarna putih, jari-jarinya begitu lihai menari di atas note-note piano itu.

Semua mata tertuju padanya sampai dia selesai bermain alat musik tersebut.

"Bravo!" Puji Sang Maestro, Ny. Tine.

Seisi ruangan bertepuk tangan menyusul pujian Ny. Tine, itulah penutup kelas mereka hari ini.

Laurena Adinata kerap kali dijuluki sebagai the next Sang Maestro karena keahliannya.

"Semua terhipnotis, Lau"

Gadis itu tersipu kala teman terdekatnya, Athalia selalu memuji bagaimana ia bermain piano.

Seni musik adalah pelajaran wajib diikuti seluruh murid Harapan. Walaupun, ada yang sesekali bolos dengan alasan latihan volley untuk kegiatan ekstrakurikuler.

Rafelix contohnya, saat ini pasti sedang berada di gedung olahraga. Padahal ia berjanji pada Laurena untuk pulang bersama.

"Lau, ayo ke gedung olahraga."

Perasaan Lia sangat menggebu-gebu di jam seperti ini, untuk melihat sang pujaan hati bermain volley.

Tidak, bukan Felix. Melainkan si berandal sekolah bernama Kazaro Makhetar atlet volley handal, senior mereka.

Secepat kilat Lia menarik tangan Laurena dan mereka tiba di tempat yang begitu padat.

Disana dipadati oleh orang orang yang berlatih voli, begitu juga dengan bangku penonton. Untung saja masih tersisa beberapa bangku dengan jarak paling dekat untuk menonton.

Tapi tampaknya pemain yang berlatih bukan dari angkatan mereka, Laurena berinisiatif untuk bertanya dengan orang di sebelahnya,

"Ini kelas sebelas 'kan?"

"Kelas sebelas udah selesai latihan, sekarang kelas dua belas."

Sedikit terkejut, berarti Felix sudah selesai latihan setengah jam yang lalu. Sudah pasti dia bolos setelah selesai. Laurena memutar bola matanya karna kelakuan teman masa kecilnya itu.

Selama setengah jam, netra mata sahabat Laurena ini fokus menonton, dan matanya tertuju pada tim berjersey merah.

Sebenarnya dia tidak punya ketertarikan dengan atlet volley, namun demi menemani sahabatnya ini, sampai senja hari pun Laurena akan selalu berada disisi Lia.

Mengamati latihan itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka tim yang sama kuatnya. Terlalu lama mengamati, pandangan Laurena bertemu dengan salah satu pemain tim berjersey biru tua.

Selang beberapa detik eye contact, pemain dengan nomor punggung 8 yang sedang melakukan pergantian pemain mengangkat sudut bibirnya tipis.

Laurena tertegun sebentar, dia tidak yakin apakah orang itu tersenyum atau tidak, atau bahkan hanya sekedar melihat orang lain, bukan dirinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Laurena tertegun sebentar, dia tidak yakin apakah orang itu tersenyum atau tidak, atau bahkan hanya sekedar melihat orang lain, bukan dirinya.

Tanpa sadar dia sering mencuri pandang pada pemain nomor 8 tersebut.

"Lagi merhatiin siapa, Lau?" Lia memperhatikan gerak gerik Laurena yang terlihat kikuk setelah berkontak mata dengan pemain itu.

"Bukan siapa-siapa."

Percakapan orang di belakang mereka menyelamatkan Laurena dari pertanyaan maut lanjutan.

"Jadi, besok Kazaro ngejalanin skors, lagi?"

"Iyalah liat aja kelakuannya akhir-akhir ini, makin berandalan."

Meski berbisik, jelas sekali terdengar karena telinga mereka sangat tajam. Bahkan wajah lia berubah setelah mendengarnya.

Hingga mereka selesai menonton latihan volley, perasaan Lia menjadi buruk karena berbagai rumor bahwa Kazaro kena skors, lagi.

Berjalan beberapa meter keluar dari gerbang, sayup-sayup ada suara pria memanggil dari belakang disusul klakson motor.

"Oit!" Akhirnya, batang hidung Felix muncul setelah bolos pelajaran seni musik yang tak disukainya.

"Kemana aja? Tiga minggu bolos pelajaran musik."

Rafelix bersiap menutup telinganya untuk menghindar dari ocehan sahabat masa kecilnya, Laurena.

"Mending pulang, Lau."

Felix menyadari Lia hanya diam, dia tau apa yang terjadi. Pasti karena rumor-rumor itu, namun ia tak ingin menyinggungnya.

Mereka bertiga berpisah, kini Felix mengantar pulang Laurena karena mereka searah.

Di tengah perjalanan, pria itu tersenyum nakal seperti hendak melakukan sesuatu, ia berteriak dengan kencang.

"PEGANGAN YANG ERAT."

"HA? MAU NGAPAIN?"

Kecepatan motor itu bertambah, bahkan kini tangan Laurena menggenggam erat jaket hitam milik Felix.

"LO NGAJAKIN GUE MATI YA?"

"INI SERU, LAU!"

"FELIX!"

Motor melaju di jalanan yang sepi yang terkadang diiringi dengan teriakan-teriakan mereka. Motor dikenderai secara ugal-ugalan yang membuat Laurena semakin takut. Terkadang kecepatannya bertambah dan berkurang, iseng sekali anak itu.

Latar belakang singkat

Rafelix! Dia itu menyebalkan terkadang. Namun itu ciri khasnya.
Aku dan Rafelix sudah saling mengenal saat masih kecil. Karena dahulu sekali adalah dia tetanggaku dan ayahnya juga rekan kerja ayahku.

Waktu itu, sekitar sepuluh tahun kami bertemu, dan kami juga sama-sama anak tunggal.

Semua jadi lebih membaik setelah dia datang. Kami jadi lebih dekat, mungkin karena kami memiliki nasib yang serupa walau tak sama. Felix yang menjadi korban perceraian orang tuanya dan memilih tinggal bersama ayahnya, itu salah besar.

Lalu saat SMA, aku berteman dengan Athalia Syahra karena kesalah pahaman kecil. Itu sangat lucu jika diingat-ingat kembali. Berbeda dengan aku dan Felix, dia berasal dari keluarga harmonis. Walaupun baru mengenalnya selama setahun, tapi kedekatan kami seperti sudah bersahabat lebih dari sepuluh tahun.

Lia adalah beauty vloger di Istargram yang hampir mencapai seribu pengikut. Beberapa orang di sekolah mengenalinya.
Sedangkan Felix adalah Mytuber yang sudah mencapai seribu subs berkat game-game horor yang dimainkannya.

Felix sudah lama menjadi Mytuber sejak dia smp. Tapi Lia, dia memulai beauty vlognya karena saranku, alasannya adalah dia terlihat sangat berbakat di bidang itu, dan ternyata benar, baru mengupload beberapa video dia langsung mendapat pujian dan komentar positif.

Aku bersyukur bertemu teman sebaik mereka. Setiap ada masalah, mereka selalu ada untuk membantu. Aku tidak bisa membayangkan jika suatu saat kami akan berselisih paham yang besar atau bahkan pertemanan kami berantakan. Aku harap tidak.

MEMORIES OF BLUE ROSES [REVISI]Where stories live. Discover now