Nov, 2019 [ Penolakan ]

93 67 28
                                    

Laurena hanya diam, dia bahkan memalingkan wajah.

Speaker pemberitahuan bahwa istirahat telah usai memecah suasana canggung.

Arv menatap netra cokelat muda yang beralih pandang itu, “gua tau jawabannya apa, tapi jangan di jawab.”

Dia tau sang the next maestro di depannya ini masih terjebak pada masa lampau. Mungkin karena Algavino adalah cinta pertamanya?

Arv melangkah pergi, namun saat hendak membuka pintu rooftop, dia berbalik.

“Jawab kalau udah mikir baik-baik.”

Laurena menghela nafas, dan menunggu beberapa saat agar tidak berbarengan jalan di koridor bersama Arv.

Biarlah ia terlambat masuk kelas kali ini, bu Devty pasti juga tak akan mengajar.

Sementara Laurena sudah meninggalkan rooftop, ada satu orang yang masih duduk sendirian disana. Yang sudah mengamati keadaan dari tadi.

Siapa? Kazaro. Yah, memang selalu saja mereka berada di tempat sama. Untung dia berada di spot yang sedikit tersembunyi.

Kazaro menggesekkan putung rokoknya ke lantai. Bersandar di bawah teriknya matahari siang.

Tontonan yang sangat menarik telah tersaji, Kazaro seakan baru tersadar akan kehadiran Laurena di sekolah ini begitu penting. Bagi reputasi musik sekolah, juga bagi rivalnya Arv.

Tapi itu mengingatkannya kembali pada kejadian pertengkaran yang menghebohkan tiga angkatan saat itu.

Beralih pada Laurena yang saat ini berjalan di koridor menuju kelasnya, beberapa meter sebelum menuju pintu kelas mereka, dia jadi mengingat kilas balik kejadian satu tahun lalu.

FLASHBACK

Rafelix menunggu Algavino di koridor lantai dua, tempat huni para pelajar kelas sebelas waktu itu.

Beberapa saat kemudian orang yang ditunggu sudah berada di depan matanya, sigap saja Felix langsung menghadang Alga.

“Ngapain? Minggir.” Sebelum Alga melangkah kembali, bahunya di cengkram oleh Felix.

Lantas Algavino melepaskan cengkraman itu dengan kasar, “Mau lu apa?”

Felix membuka sebuah rekaman di smartphonenya yang berisi suara Algavino bersama kawan-kawannya yang lain.

“masa taruhan lo udah kadaluarsa satu bulan Vin,”

“taruhan pacaran sama Lau?”

“iyalah gile”

“bentar lagi elah, seru juga itu cewe.”

“katanya ngincer dekel sepuluh lain lu”

“dua-duanya bisa kali, ya ga vin?”

“Yoi”

Setelah potongan rekaman suara tadi selesai, pria brengsek ini hanya mengerutkan dahinya.

“Darimana dapet?”

“Gausah banyak nanya lu, sialan.”

Felix sekarang mencengkram kerah baju Alga, namun kini ada perlawanan dari lelaki itu.

“Putusin, Lau.”

Lelaki yang di cengkram kerahnya ini masih bisa tertawa sinis,

“mau giliran? Emang lu pernah dapet hati Lau?”

“Banyak omong, BRENGSEK!”

BUGH!

Satu kepalan tangan yang keras mengenai rahang Alga.

Orang-orang yang berlalu lalang disitu seketika terkejut.

“Woi, gausah ngajak ribut.” Satu anak buah Alga maju mendorong bahu Felix.

Namun Felix melepaskan pukulan mautnya lagi, itu cukup untuk membuat lawannya tersungkur ke lantai.

Beberapa siswa mengerumuni mereka, bahkan ada yang panik dan bergegas memanggil guru untuk menghindari yang tidak diinginkan.

“OIT! PANGGIL GURU BURUAN!”

“JANGAN KEKANAKAN BEGINI WOY! PAKE KEPALA DINGIN”

Beberapa orang berlari, menuju ruang bimbingan konseling di lantai satu, dua diantaranya adalah teman Laurena dan Felix.

Mereka cukup membuat heboh, karena berlarian dan suara ribut-ribut dari lantai dua. Dua diantaranya menghampiri Lia dan Laurena yang memanggil mereka, menanyakan apa yang terjadi.

Setelah tau perkelahian itu, dan siapa yang terlibat Laurena bergegas kesana diikuti dengan Lia.

Disana tentu sudah banyak segerombolan siswa siswi yang hanya menonton, tapi beberapa ada juga yang memisahkan Felix dan Alga.

Kini wajah Alga sudah tak karuan, begitu juga dengan Felix.

Algavino menyerang balik dan berhasil membuat sedikit aliran darah keluar dari pinggir bibir Felix. Namun tak seberapa dengan dirinya sendiri yang sudah lebam.

Diantara beberapa orang yang menonton, tentu saja ada Arv dan Kazaro, karena mereka juga kelas sebelas.

Laurena melepaskan cengkraman tangan Felix dari Algavino, “lo ngapain Lix!”

“Dia jadiin lu bahan taruhan, Lau!” Felix mengatakan itu dengan tatapan kebencian yang mendalam pada Alga.

Selah satu anak buah Algavino, yang rupanya mengirim rekaman tadi memutar kembali apa penyebab perkelahian itu.

“Pencepu sialan.” Maki alga menatap salah satu kawannya.

Mereka berdua di bawa ke ruang konseling, sangat lama sekali dua orang itu diintrogasi.

Masih di hari yang sama, saat sore hari Laurena menanyakan sendiri pada Algavino apakah rekaman suara tadi itu sungguhan. Dengan respon santai, algavino mengiyakan.

Kalimat Alga yang  masih diingat oleh Laurena adalah, “lain kali jangan mudah baper sama cowo.”

“baru pdkt sebulan, di tembak nerima.”

Sifat asli lelaki itu sudah terungkap, dengan cepat Laurena mengakhiri hubungan mereka.

“Anggep kita ga pernah kenal.”

Itulah komunikasi terakhir mereka berdua.

Sebulan kenal, jadian. Itu termasuk singkat, dan akhir ceritanya menyedihkan. Gimana dengan orang yang baru kenal beberapa hari Arv?
Jangan bilang ini taruhan lagi.

MEMORIES OF BLUE ROSES [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang