Bab 4 Satelit Alami

1.1K 165 31
                                    

Aku mengikutimu sebagai satelit, karena pendarmu terlalu memesona”.
****

          “Pokoknya Bella nggak mau jemput Kakak lagi. Bella benci Kakak!” amuk Bella sesampainya di rumah. Serem juga melihat balok es ngamuk.

          Langkah anak perawan yang rencananya mau nikah muda itu terlihat gontai bak langkah Godzilla ngamuk. Gegas dia berjalan cepat menuju kamar selepas keluar dari lambung mobil. Dia tak peduli wajah merah padam sang papa yang sudah menunggu di depan pintu. Bella hanya ingin membenamkan wajahnya di balik bantal sembari menangis sejadinya. Capek hanya 1% sisanya malu berat. Mungkin nggak siap mau kena amuk Pak Alvin.

          “Bella, diam di tempat! Kita semua perlu bicara,” cegah Pak Alvin yang membuat langkah Bella terhenti. Napasnya tercekat dan tentu dia tak bisa membantah perintah meski hatinya gondok berat.

          “Bisa nggak jangan sekarang?” tawarnya lirih, sedikit menoleh ragu.

          “Tidak!” putus Pak Alvin yang membuat Aera beserta mamanya ikut mulas. Bella menarik napas panjang dan mulai memelankan langkah kakinya.

          “Ya udah,” katanya lirih sembari menghempaskan bokong ke kursi. “Papa mau bicara apa?”

          “Bukankah kamu yang mau bicara sama Papa?” Pak Alvin menelisik wajah manyun si bungsu. Sementara itu, Bu Nadya mengode mbak Ros untuk membuat teh.

          Iyalah sidang ala rumahan segera dimulai dengan Pak Alvin sebagai hakimnya.

          “Papa? Sabar,” Bu Nadya berusaha menenangkan kekasih hatinya.

           “Kamu itu pasti ada yang mau disampaikan, ‘kan?” Pak Alvin semakin gemas. Bu Nadya mengelus pundak kekasihnya agar lebih lembut menghadapi Bella. Apa mau dikata Pak Alvin emosi karena dimusuhi Bella semingguan ini.

          “Papa itu mungkin,” tolak Bella malah gontok-gontokan.

          Pak Alvin tak mau kalah malah menunjuki wajah si bungsu dengan tongkat komando Danrindamnya. “Mau sampai kapan kamu begini, Nak? Kamu anggap apa Papamu ini?”

          “Eng ... Papa, hari ini Aera yang salah kok,” ceplos Aera yang malah membuat sang mama mencoleknya lembut. Bu Nadya meletakkan telunjuk di bibirnya sebagai suruhan agar Aera tak ikut bersuara dulu.

          “Ya udah, Bella minta maaf udah bikin Papa malu hari ini. Sumpah, semua tuh salahnya Kakak!” ucap Bella dingin bin tidak tulus pula.

          “Itu urusan nanti. Tolong jawab dulu pertanyaan Papa tadi. Bella anggap Papa ini apa?” desak Pak Alvin yang membuat dua pasang mata lain ikutan bingung. Esensi sidang kali ini tuh apaan coba?

          “Ya bapaknya Bella.” Tensi Pak Alvin menurun mendengar jawaban polos anak SMA di depannya itu. Seketika keraguan menyusup, apa memang sudah pantas anak satu ini menikah? Namun, tentara itu harus sportif dengan hasil undian, bukan?

          Pak Alvin menghela napas panjang dan menurunkan emosinya. “Lalu kenapa Bella seolah memusuhi Papa seminggu ini? Kalau mau marah ya marah saja sekalian. Nggak usah diam, tapi melengos. Papa tidak suka kamu bersikap seperti ini.”

          Bibir Arabella bergetar pelan, ada air yang menitik di sudut matanya. “Bella juga nggak suka sama sikap Papa.”

          “Kok kamu melawan? Kamu itu ...!” Suara Pak Alvin kembali meninggi dan membuat jiwa kepahlawanan Aera bangkit.

Konstelasi Cinta // END(Rewrite Suddenly in Love)Where stories live. Discover now