Bab 12 Konstelasi Cinta

1.1K 202 92
                                    

“Di depanku menarilah seceria Bimasakti, kamu tak perlu jadi Pluto yang kesepian”.

###

Kemeriahan malam ini tak kunjung berakhir setelah Baim menyematkan cincin berkilau itu di tangan Aera. Penggembira Suasana alias Aera langsung membuat acara tandingan dengan sajian lagu aneh yang diaransemennya sendiri. Dia menggandeng Baim dan kembali menyanyikan Love dengan nada naik turun fals-fals sedikit. Karena semua larut dalam bahagia, suara sember Aera hanya dibiarkan begitu saja. Mungkin memang dia sedang girang-girangnya, kecuali si Kecil yang bersembunyi di belakang vila untuk persiapan kabur.

Dia sedang menunggu Revan yang mencari momen pas untuk kabur dari ekor mata seram sang mama. Revan sangat berharap sang mama terserang ngantuk meski kayaknya nggak mungkin. Bu Ariana adalah sosok yang tegas pada waktu, nggak akan tidur kalau belum waktunya. Namun, tiba-tiba mata tajamnya kacau karena kedatangan seseorang dari arah belakang. Dia datang memakai motor besar berisiknya itu dan membuat semua mata tertuju padanya. Rimba yang masih lengkap dengan PDL dan jaket bomber hijau itu turun sembari melepas helm teropong hitamnya.

“Oh em ji, mampus,” ceplos Aera yang membuat Baim mengikuti arah mata sang tunangan. Senyumnya mendadak pupus karena melihat kedatangan perusak situasi.

“Keren juga sirkusnya!” ucap Rimba sarkastis yang membuat Aera merengut.

“Katanya nggak datang,” bisik Aera yang membuat Baim menatapnya.

“Kayaknya dia mau buat kejutan untuk dedek, Bi,” katanya pelan yang diangguki Aera.

“Tapi dedek mana, ya?” Aera celingukan berusaha mencari wajah putih adiknya. Sayangnya, si Adek menghilang dari radar. “Dedek nggak ada, masa iya udah tidur?”

Rimba berjalan menuju tengah taman dan menyapa para sesepuh. Khusus kepada sang Papa yang tiba-tiba berwajah serius, Rimba menegakkan badannya memberi hormat. Tentu saja wajah Bu Ariana semakin kecut, pun dengan Revan yang makin mulas karena sepertinya waktu semakin terulur. Beda dengan Bella yang semakin cemas melihat jam di ponselnya, tanpa tahu orang yang ditunggunya sudah datang.

“Izin, mohon maaf kami terlambat Komandan. Baru saja selesai apel dan langsung ke sini,” ucap Rimba tegas. Pak Alvin dan Pak Raga mengangguk paham lalu tersenyum, dua komandan itu langsung menggiring Rimba ke meja bundar.

“Itu sudah masa muda kami, Rim. Sudah gumoh kami, Letnan,” kelakar Pak Raga yang dibalas anggukan kaku Rimba.

Aera langsung mendekat sopan pada tubuh tinggi Rimba yang masih memakai seragam lengkap dengan sepatu larsnya itu. “Katanya nggak datang, Mas mau kasih kejutan ke adikku, ya? Sayang banget dia udah tidur.”

Rimba hanya menatapnya datar, sampai pada Pak Alvin yang langsung mempersilakan Rimba bergabung dengan seumurannya untuk ngobrol. Tentu saja si Tentara tak enak hati karena digiring sana-sini, apalagi pandangan Bu Ariana semakin muak. Namun, dia tetap dingin menanggapi situasi dengan masih melontarkan celetukan keji untuk Aera.

“Besok-besok nggak usah nyanyi gitu lagi, Mbak. Nanti dikira orgil lepas,” ucap Rimba tanpa bersalah sambil duduk di kursi di antara Aera dan Baim yang masih kebingungan.

“Gini-gini mamanya Mas Rimba senyum juga loh!” ceplos Aera yang kemudian disesalinya. Dia hingga meremas sendiri bibir tipisnya itu.

“Bener lho. By the way, nggak mau kasih selamat dulu ke kami? Kami baru aja tunangan lho,” timpal Baim bangga tanpa tahu wajah tunangannya sudah hancur. Baim belum tahu perihal rahasia besar keluarga Rimba.

Rimba hanya menatap hampa sembari mengunyah kasar jeruk shatang madu. Hawa aneh mulai menyeruak di antara mereka. “Mama? Apa orang yang sudah meninggal bisa senyum?”

Konstelasi Cinta // END(Rewrite Suddenly in Love)Where stories live. Discover now