Bab 10 Kasiopeia

1.4K 180 58
                                    

"Ia ingin secerah seceria Sirius, tapi kehidupan mengubahnya menjadi seangkuh Kasiopeia".
####

Arabella POV

Aku suka memandangi bintang, makanya papa memberiku hadiah teropong ala kadarnya saat ulang tahun ke-9. Memang tidak secanggih teropong Boscha, tapi aku bisa melihat indahnya kerlip bintang di atas sana. Sekedar menghibur kesepian saat Papa meninggalkanku demi tugas di masa lampau. Sekarang Papa sudah senior sehingga beliau hampir selalu bisa membawa keluarganya ke tempat dinas. Namun, kesukaanku pada bintang masih sama.

Rasi Kasiopeia kutemukan di belahan langit utara saat usiaku baru 10 tahun kala itu. Rasi itu paling mudah ditemukan karena bentuknya mirip huruf W. Menemukannya bak bertemu dengan sebongkah intan yang berharga. Sedianya aku ingin jadi peneliti atau astronot, tapi itu terlalu susah digapai karena otoriternya papa. Maka aku ingin jadi pramugari saja, sama-sama dekat dengan langit tempat para bintang bertengger.

Namun, Papa membuatku harus mengubur cita-cita itu sedalam perut bumi. Itu membuatku semakin angkuh memandang kehidupan ini, seperti Kasiopeia - ratu angkuh pada mitologi Yunani - aku banyak bertengkar dengan Papa. Sampai detik ini aku masih bingung dan tak mengerti kenapa Papa harus menjodohkan anaknya ini dengan anak Om Ivan yang aneh itu. Dia sebenarnya sangat rapuh, berusaha menutupinya dengan sikap menyebalkan. Namun, aku nggak tahan kalau harus debat kusir setiap hari.

Aku bisa kena penuaan dini akibat nanggepi ocehannya, apa aku nggak usah nikah aja?

"Tapi yang di sini susah banget disuruh lupain dia. Apa aku boleh menyebutnya sebagai cinta pertama? Debar aneh ini cinta, 'kan?" gumamku gusar sendiri sembari mengelus dada. Hidupku yang biasa hanya ada warna hitam putih atau hitam saja atau putih saja, sekarang jadi penuh coretan warna.

Dia tak suka dikasihani, dia benci rasa iba dan sebagainya, tapi wajah itu minta dipeluk. Iya, tersirat kesakitan besar di sorot matanya. Dia dibenci oleh wanita yang menjadi istri papanya, sedangkan papanya saja membuang Mas Rimba semenjak kecil. Lalu dia sekarang dipungut lagi karena sudah jadi tentara muda. Itu gambaran sederhana yang kutahu, tapi sakitnya tak sesederhana itu.

Sah-sah saja dia balas dendam, tapi apakah harus melibatkanku?

"Dedek, Papa ingin bicara sama kita. Keluar yuk?" ketuk Kak Aera di pintuku. Aku menoleh pelan lalu menatap layar ponsel yang kosong.

"Udah minta nomor WA, tapi tetep aja nggak pernah WA," gumamku sedih. Apa aku cuma jadi permainan dia?

"Dedek ...," ketuk Kak Aera lagi yang membuatku menyerah dan melempar ponsel malang ini ke sembarang tempat.

"Iya, Kak," jawabku lemah seraya berjalan gontai ke daun pintu.

Demi apa Papa mengadakan pertemuan di jam 10 malam? Tidakkah beliau lelah, tidakkah beliau tahu bahwa aku sangat amat lelah dengan hari ini? Apa tidak bisa di-pending besok saja? Kira-kira mau bicarain apa coba, hari pernikahan? Bukannya tadi udah nentukan tanggal begitu, 'kan, kata Om Ivan? Kok aku deg-deg ser, ya? Seriusan aku jadi nikah dan bakalan ditumbalin ke predator lalapan itu?

"Papa tidak akan bertele-tele, ini tentang seseorang yang baru dan akan memasuki kehidupan kita," ucap Papa pelan yang menurutku masih lamban.

"Kak Baim, ya, Pa?" Buktinya Kak Aera bisa nyeletuk enteng dan membuat Mama merengut gemas.

"Oh bukan? Kak Rimba, ya?" Kak Aera kecewa sembari melipat bibirnya imut. Tangan lincahnya tak bisa diam memainkan ujung kerudungnya.

"Kak, dia nggak suka dipanggil 'kak' katanya suruh manggil mas," ralatku yang mendapat cibiran gemas dari kakakku. Kuyakin ini jadi bahan gosip baru sama Kak Baimnya itu.

Konstelasi Cinta // END(Rewrite Suddenly in Love)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora