Bab 34 a Rocket to The Moon

1K 130 26
                                    

Warning: Superjumbo teks, melelahkan, tapi berisi kemanisan berlebihan 💋
*****

Cinta ini adalah kendaraan kita melesat tinggi ke satelit bumi untuk meletakkan impian manis tentang masa depan yang penuh harapan, Roket ke Bulan”.
###

Arabella Senja POV

Tahukah kenapa bintang bisa bercahaya dan berkelap-kelip, karena cahaya itu terjadi akibat dari reaksi fusi nuklir di dalamnya. Cahaya yang mereka keluarkan juga berbeda-beda. Semakin terang warna bintang, maka suhunya semakin panas. Matahari yang menjadi pusat energi tata surya kita itu juga masuk ke dalam jenis bintang. Intinya, bintang bisa menghasilkan cahaya sendiri dan energi itu sangat besar.

Semenjak mengenal Canopus dari Konstelasi Carina, aku menobatkan Kak Aera sebagai bintang cantik itu. Semua tahu jika dua anak perempuan bersaudara sering dibanding-bandingkan, Kak Aera selalu menjadi nomor dua. Namun, dia tak pernah membenciku. Kakak malah menyadari kekurangannya dan memujaku setinggi harapan orang tua. Aku selalu jadi andalan baginya, melengkapi kekurangannya tanpa harus membenci. Karena itulah kami amat saling menyayangi.

Meski aku engap pada kemanjaan kakak, tapi aku amat menyayanginya. Dialah tawa, penghidup di keluarga kami. Kalau nggak ada Kakak, mungkin papa hanya akan jadi orang tua membosankan. Kakak hadir untuk mendobrak semua aturan made in papa. Dia bergerak semaunya, sebebas pesawat kertas, dan dia tumbuh jadi gadis yang amat cantik. Meski aku menyebutkan kecentilan, tapi semua orang suka pada garis wajahnya yang kalem dan ceria.

Kak Aera adalah bintang terterang nomor dua setelah aku, tapi dia adalah bintang yang cantik seperti Canopus.

Pernikahan ini bagaikan mimpi baginya, pun denganku. Hubungan yang senantiasa diremehkan karena sifat kakak yang childish itu akhirnya bermuara pada ikrar setia sepanjang usia esok hari. Bagai botol ketemu tutup, Kak Aera dan Kak Baim saling melengkapi. Kisah mereka semanis nangka meski kadang aku enek juga. Hei, Bella, kamulah yang menyatukan keduanya so silakan gampar kepalamu sendiri saat menyesal!

Doaku tetap sama, semoga Kakak mendapat yang terbaik karena pernikahan itu adalah tahap kehidupan yang lebih melelahkan dari kehidupan biasa. Level kelelahan, kebosanan, tantangan hidup, life skill akan meningkat drastis saat memasuki dunia pernikahan. Kalau dulu kita hanya membantu seperlunya di rumah, kini kitalah penentu kehidupan di rumah. Jadi ibu rumah tangga sekaligus anak kuliahan pasti berat, tapi kitalah pilar kehidupan pernikahan. Dunia manis anak remaja telah selesai.

Ya, kurasa Kak Sarah sudah cukup jadi salah satu pencetus faktor kedewasaan kakak.

Namun, sebelumnya aku sempat bangga pada Canopus keluarga karena kedewasaannya menghadapi Khinza. Hatiku mekar melihat mereka berpelukan. Akhirnya, dua musuh bebuyutan itu berdamai karena keadaan. Semoga tidak sementara, semoga selamanya mereka jadi keluarga yang rukun. Aku juga deng, harus membersihkan hati dari benci pada Plagiator Ulung itu. Ah, sudahlah semua telah selesai dengan damai.

Pernikahan itu sejatinya menyatukan banyak hal yang bertentangan. Dua sifat manusia yang bertolak belakang bisa menyatu karena akad nan suci. Pertengkaran keluarga pun bisa tuntas sebelum datangnya hari suci nan agung itu. Penyatuan ikrar dua manusia yang sempat terasing menjadi sedekat nadi tak pernah lebih indah dari apa pun. Mungkin karena itulah air mataku jatuh saat mengikuti prosesi demi prosesi jelang pernikahan kak Aera dan Kak Baim siang ini.

Seperti bernostalgia pada peristiwa 9 hari yang lalu di mana pria berkaos abu dan celana earth tone ini memegang tangan penghulu dan mengucapkan janji sucinya di depan papa, aku dinikahinya dengan cinta yang terbukti oleh takdir. Air mataku tiada henti mengalir saat kakakku digendong papa setelah prosesi siraman di tenda putih ini. Mungkin suasana yang sama juga berlaku di tenda Paviliun Edelweiss tempat keluarga Kak Baim juga melaksanakan prosesi yang mirip.

Papa dan Om Raga memang sepakat untuk tidak memisahkan tempat lagi sehari menjelang pernikahan karena banyak hal. Salah duanya demi kepraktisan acara dan supaya nggak ada kejadian aneh yang terjadi yang menyangkut keselamatan. Kakakku yang overthinking memang sempat memaksa papa mama agar menyatukan mereka di satu tempat pisah ruangan seperti ini karena tidak mau ada kejadian aneh-aneh lagi. Dia hanya ingin menikah dengan lancar dan papa mama pun setuju.

“Bahagia banget Mbak nagasari, ya, Dek?” Mas Rim memecah keharuan dan membuatku menoleh. Aku mengernyitkan dahi bingung dan seketika paham, oh busana siraman kak Aera memang mirip daun pisang kukus di kue nagasari. Duh, imajinasinya suamik memang!

“Eng ... iya, jadi ingat aku kemarin juga gitu. Tangis-tangisan kayak kehilangan masa depan,” balasku pelan tanpa memandang Mas Rim yang tampaknya memandangku lekat.

“Dan sekarang kamu udah kehilangan mahkota berharga,” bisiknya berisik di telingaku. Asem, gimana kalau Abram di belakang kami mendengar percakapan nakal ini?

“Bisa diam?” semburku dingin. Dia memijat dagunya keki dan berkata sesuatu yang amat mengejutkan.

“Mbakmu masih bisa ketawa lebar nggak ya kalau tahu aster dan krisan merah mudanya rusak parah?” ucapnya yang berhasil merontokkan hatiku. Kayaknya bukan senyumnya kakak doang yang rusak, mentalku breakdance duluan. Kutarik Mas Rim menjauh dari tenda agar tak menarik perhatian.

“Bukannya udah diamankan di showcase, iya sih kemarin pada patah semua, tapi bukannya masih bisa diselamatkan pakai selotip bening?” tanyaku kaget bukan kepalang. Kepalaku bak digampar kapal induk saking kagetnya. Geramnya si Ubi Cilembu malah mengendikkan bahunya cuek.

“Ya rusak, bisa apa,” cetusnya santai. Gegas aku meremas lengan kerasnya dan dia mulai mengaduh sebagai bentuk formalitas doang.

“Gimana bisa rusak? Bisa jelasin yang bener nggak, jangan setengah-setengah,” omelku mengeraskan suara. Suasana amat berisik.

Mas Suami malah memasukkan kedua tangannya santai ke dalam saku ankle pants-nya. “Anak-anak nyebelin tuh yang main cabut listrik ke showcase. Oh ya, hand bouquet dipotek-potek sama Hana, ponakannya Baim. Hana buka-buka showcase dan ambil bunganya. Mungkin dikira mainan. Tadi mamanya Hana laporan sama Mas, ya udah bisa apa,” jelasnya super santai.

“Terus kenapa baru bilang sekarang, Mas? Acara udah tinggal 19 jam dari sekarang, kita cari pengganti bunganya di mana?” lonjakku panik dengan mata mendelik. Kuremas kerudung biru yang senada dengan maxy dress biru laut floral saat seluruh wajahku panas ingin menangis.

Mas Rim malah menyeringai sok asyik. “Jangan ketawa, gimana sih Mas?” semburku tanpa ampun.

“Ya udah aku cari sendiri deh, gimana kalau browsing toko bunganya dulu,” putusku merampas ponsel dari saku celananya. Ponselku sedang makan di kamar.

Tiba-tiba tangan reseknya merampas kembali benda kotak yang kini bergambar foto pernikahan kami itu. Dia tersenyum resek. “Santai aja, Dek, Mas udah tahu tempat dan solusinya kok. Tapi ....”

“Tapi apa?” potongku tak sabar. Kami beradu kalimat di tengah berisiknya alunan gamelan Jawa prosesi siraman Kak Aera.

“Tapi Mas ganti baju dulu sebelum ke sana. Bajuku basah. Kamu juga, karena baju ini nggak cocok untuk kendaraannya. Yuk!” ajaknya lalu menarikku cepat menjauhi kerumunan. Kepergian kami tak diketahui oleh mama, papa, atau pun kak Aera. Baguslah biar masalah ini kami selesaikan sendiri.

Kesalahan terbesar dalam pernikahan ini adalah mengabaikan urusan bunga yang dianggap remeh, padahal bunga adalah komponen penting dalam sebuah pernikahan. Apa jadinya pesta pernikahan tanpa bunga? Kering banget, ya, ‘kan? Seharusnya bunga dipesan H-1, tapi malah dibawa sejak H-3. Gitu pakai ngide dipasang di venue demi kejutan apalah itu. Kalau udah rusak gini baru tahu rasa. Lagian nggak mikir banget kalau acara ini tuh bukan di Malang atau Batu yang notabene sarangnya bunga segar.

Kadang cinta bikin aku oon dan nggak terorganisir seperti dulu, huft.
Untung Suami Resek itu sudah punya solusi, meski nyebelin karena wajah resek sok santainya itu. Lagian ngapain sih Mas Rim bisa keringatan di udara sedingin ini dan lagian kenapa aku harus ganti baju demi menyesuaikan kendaraan? Memangnya kami akan naik apa, tank atau kapal induk gitukah? Memang toko bunganya di mana? Setahu aku jarang sih di daerah sini. Kanan kiri tuh hutan pinus dan lereng gunung, masa iya sih ada tempat semacam itu?

Konstelasi Cinta // END(Rewrite Suddenly in Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang