bonus chapter VII ; masa-masa terakhir berdua

3.7K 285 97
                                    



Sepulangnya dari Tromso, Norwegia, sepasang suami istri itu menjadikan rumah Ibu Maya sebagai tempat singgah tiga hari lamanya. Sebenarnya keduanya sudah memutuskan untuk pindah sejenak kesana sambil menunggu proses lahiran tiba. Tidak tenang hati Nadhif kalau harus membiarkan Shania sendirian dikala ia pergi kerja dalam gedung apartemen yang begitu individualis tersebut. 

“Mas Nadhif” panggil Shania mendekati sang suami yang sedang sibuk berkutat dengan laptop. 

“Iya?” Nadhif mendongak, merentangkan satu tangannya lalu menarik pinggang Shania untuk duduk diatas pangkuannya dengan posisi menyamping. 

“Tadi kan aku main instagram ya” cerita Shania setelah mengalungkan tangannya di leher sang suami agar tidak jatuh. 

“Iya?” 

“Terus aku lihat konten anak kecil” 

“Huum” gumam Nadhif dengan tangan yang sibuk menggerakkan kursor agar sheet excel di tangannya berpindah. 

“Anak kecilnya lucu” 

“Iya, terus?” 

“Terus aku lihat anaknya megang makanan bentuk telur gitu” 

Siaga 1 buat Nadhif. Matanya refleks melirik pada jam digital di bagian atas laptopnya. 

“Aku jadi kepengen Mas. Tadi rencananya mau tidur, tapi kebayang anak kecil itu makan telur itu aku jadi gak tenang tidurnya” adu Shania. 

“Kamu mau telur rebus?” Nadhif pun mendongak dengan tangan yang mendorong naik kacamatanya yang sempat melorot. 

“Bukan telur rebus” 

“Tapi tadi katanya telur . . .” 

Siaga 2. 

“Bentuknya mirip telur, Mas” 

“Hm gitu. Apa tuh kira-kira?”

“Ya gak tahu. Intinya itu bukan telur, tapi ada isian cokelat krimnya gitu” 

Ya Tuhanku . . .

“Aku mau, Mas . . . Cari yuk” 

“Gimana carinya kalau kamu gak tahu namanya?” Nadhif mencoba untuk tidak menyentak. Berbicara selembut dan sepelan mungkin. 

“Ya kita cari aja. Pokoknya cari sekaligus keliling-keliling berdua. Ya?” bujuk Shania mengusap-usap dada Nadhif, “Kepengen banget, Mas. Bayangin ya, mataku tuh wes merem loh. Tapi malah muncul bayangan makanan itu” cerita Shania lagi, mencoba menarik atensi suaminya. 

“Yaudah, sana pakai jaket dulu. Dingin ini malam-malam” 

“Naik motor ya?” Shania langsung beranjak dari pangkuan Nadhif. Menampilkan senyum lebarnya. 

“Kok motor? Gak, gak. Udah malam, dingin lagi, Sayang . . .”

Muka Shania langsung kembali murung, “Aku bosan naik mobil. Sesekali naik motor gitu. Motoran malam-malam kayak anak muda gitu loh, Massss. Naik mobil mulu gak seru. Aku kangen naik motor” 

“Gak punya motor Mas, Dek . . .” Nadhif membantu Shania menggunakan celana panjang juga jaket kulit miliknya. 

“Pinjam motornya Mas Rangga” 

“Gak. Motornya tinggi gede gitu” 

“Ya gak papa, biar kayak kelihatan anak SMA gitu, Mas” Shania cekikikan sendiri. Maklum, selama sekolah tidak pernah pacaran. Sekalinya pacaran, banyak sekali cobaannya. Mana minim romantis-romantisan lagi. 

Returning The FavorOù les histoires vivent. Découvrez maintenant