O4. Auriga Corvus de Lynx

14.8K 1.6K 35
                                    

Familyship & brothership

.

"Ayah?"

"Oh? Auriga."

"Ayah sedang apa di sini?" tanya Auriga dengan nada hati-hati, ia takut mood ayahnya buruk karena sakit dan tidak bisa pergi ke kantor. Eh, memang sejak kapan mood ayahnya itu tidak buruk?

Alynx hanya menghela napas, lalu tersenyum tipis, "Tidak ada, hanya menghirup udara segar setelah sekian lama mendekam dalam kamar suram itu," ucapnya menatap ke arah Auriga dengan tatapan mata yang mengisayaratkan kesedihan yang dalam.

Auriga yang melihat binar mata sang ayah tersentak, mata itu yang biasanya menatapnya tajam seperti ingin mengkuliti dirinya kini berubah menjadi sendu yang menyedihkan.

"Eh?" Auriga dengan reflek mundur selangkah ke belakang, ia senang dan juga kaget mendapati ayahnya yang tak seperti biasa.

Alynx yang melihat Auriga memundurkan dirinya menatap Auriga khawatir, apa Auriga trauma dengan Alynx? Auriga punya trust issue dengan dirinya? "Kenapa? Kau kenapa Auriga?!" tanya Alynx yang menaikkan satu oktaf suaranya, ia khawatir pada si bungsu.

Auriga menggeleng dengan tersenyum tipis, ayahnya khawatir? Senangnya!

"Tidak, hanya saja ini pertama kalinya kita mengobrol dengan topik santai seperti ini."

Deg

Sekarang giliran Alynx yang tersentak, apa katanya? Pertama kali? Oh tidak, malang sekali nasib bungsu ini. Walau pun dirinya hanya tinggal ibu dan nenek, tapi mereka selalu bebas membicarakan hal sehari-hari, seperti bagaimana sekolahnya? Atau ada yang terjadi disekolah? Bukannya itu wajar dilungkup keluarga? Lantas ini pertama kali mengobrol santai, memang obrolan apa yang biasa pak tua ini bicarakan pada anak-anaknya?!

"Benarkah?" tanya Alynx dengan lirih, ia masih bersyukur walau hanya ibu dan neneknya yang ada disampingnya.

"Em!" Auriga mengangguk singkat, bahkan surai pemuda itu juga ikut bergoyang.

'Lucu'

Auriga menatap ayahnya sendu, "Ayah sudah sembuh?"

Alynx tersenyum, sepertinya target pertama pendekatannya adalah si bungsu, "Lumayan mendingan, kau baru saja pulang dari bimbel?" tanya Alynx yang terdengar seperti pertanyaan klasik dari seorang orang tua yang nyata.

Auriga tersenyum, seperti ini ya rasannya ditanya seorang ayah, "Ya, begitulah," jawab Auriga dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya.

Alynx mengangguk, "Segeralah mandi, sebentar lagi makan malam, ayah tak mau ada bau tak sedap nantinya," ucap Alynx dengan menutup hidungnya. Sederhana, namun itu yang membuat bahagia.

Auriga menggerang kesal, menatap ayahnya dengan tatapan sok tajam, padahal kesannya malah lucu,  "Argh ayah! Aku tak bau tau!"

Alynx terkekeh, dari dulu Altair ingin punya adik tapi tak bisa karena rahim ibunya sudah diangkat karena penyakit ibunya kala itu. Namun sekarang bukan punya adik, tapi dia sudah punya anak!

"Sudah sana, mandi." Tangan kanan yang terlihat tonjolan otot itu terangkat untuk menggusak surai raven milik sang anak.

Splas

Tangannya itu disentak kasar oleh seorang pemuda yang kini menyembunyikan Auriga dibelakang tubuh yang mulai terbentuk itu.

"Mau kau apakan adikku?!" geram pemuda itu, dia Aldebaran. Anak kelima dari Alynx, usinya 18 tahun, lebih tua dua tahun dari Auriga. Aldebaran duduk dikelas tiga SMK Widyamarga dan mengambil jurusan Teknik Kendaraan Ringan dan Otomotif.

ALTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang