10 : different

5 3 0
                                    

Ambil buku fiksi terdekat dari kalian, buka HALAMAN 6, lalu buat CERITA yang terinspirasi dari DUA KATA PERTAMA pada halaman tersebut. Jika halaman tersebut kosong, bisa menggunakan halaman selanjutnya. Kata dalam judul bab tidak dihitung.

Dari "Funiculi Funicula" karya Toshikazu Kawaguchi

[]


Sepulang sekolah kemarin aku mencoba menyambangi pedagang cimol di kantin. Namun, cimolnya sudah habis. Maka dari itu, aku menunggu hingga esok hari untuk kembali. Seplastik cimol sudah diamankan. Aku mengikuti saran Ali yang mengatakan semakin merah warnanya semakin enak. Kini aku duduk di salah satu bangku kantin bersama teman-temanku.

Kutusuk salah satu bola-bola kenyal berwarna oranye menyala itu. Gigitan pertama.

Kesan pertamaku ... micin, berminyak. Cimol ini membeceki rongga mulutku dengan semburan minyak. Bumbu-bumbunya juga membuat cimol ini sangat asin, manis, dan pedas. Aku mulai mempertanyakan apakah Ali benar-bebar menyarankanku untuk memberi bumbu banyak-banyak atau dia hanya menipuku seperti yang biasanya ia lakukan. Namun, kulihat cimolnya kemarin memang semerah ini.

"Gimana, Sean?" tanya Ali.

"Lu nipu gua ya?" Aku mengintimidasinya.

"Loh nipu apa?" Ia kebingungan.

"Ini micin banget anjir!" protesku.

Teman-temanku tertawa terbahak-bahak.

"Lagian masih aja percaya sama Ali," ucap Malik sambil nyengir.

"Justru di situ nikmatnya! Gurih, juicy, garing, lembut, kenyal!"

Aku mencolok satu lagi cimol tersebut untuk mendapatkan sensasi yang dideskripsikan Ali. Gurih, iya sih, tapi lebih tepatnya asin. Juicy, benar, begitu digigit juice dari minyaknya memenuhi rongga mulut. Garing, lembut, kenyal, memang benar. Mungkin jika bumbu dan minyaknya lebih sedikit aku akan suka. Oh mungkin tidak juga, adonannya yang kenyal agak membuat mulutku capek mengunyah.

Suatu sensasi terbakar menyengat lidahku, aku buru-buru mengambil air terdekat. Bahkan aku tidak tahu itu air siapa.

"Woy! Kenapa lu ambil air gua?" protes Jerico.

"Sorry, sorry, kepedesan," ucapku setelah menandaskan hampir setengah botol airnya. Jerico hanya menatapku jutek.

"Nanti gue beliin deh," ucapku sebagai permintaan maaf.

"Ali, buat lo aja deh." Aku menyerahkan sebungkus cimol yang tersisa. Baru kumakan dua.

"Beneran?"

"Beneran lah, emang gue pembohong kayak lu," ucapku sinis.

"Hehe, makasih." Ia menyambar seplastik cimol tersebut dari tanganku.

Sekarang makanan kantin apa lagi yang harus kujajal sebagai selingan mi ayam. Aku ingin coba lumpia telur, tapi melihat dari tetesan minyaknya saja bobot tubuhku langsung bertambah. Yah, jika dipikir-pikir makanan di kantin memang tidak ada yang sehat. Semenjak aku masuk ke sekolah ini bobotku sudah bertambah tiga kilo padahal baru berapa bulan. Aku ini atlet di kehidupanku yang sebelumnya. Sekarang, kata Jerico perutku sudah mulai seperti bapak-bapak kicau mania.

Aku kayaknya harus mulai aktif olahraga lagi. Masuk klub sepak bola mungkin?

"Lah mana katanya lu mau beli cimol, Sen?" Nayla tiba-tiba datang bersama teman sebangkunya, Siti Rachmawati—aku lupa panggilannya.

"Tuh." Aku langsung menunjuk seplastik cimol yang dipegang Ali, yang kini isinya tinggal tiga biji.

"Enak nggak?" tanya sang duta shampo lain.

"Micin banget, berminyak lagi," jawabku.

"Tuh 'kan gue bilang juga apa," ucapnya.  "Udah ah gue jajan dulu, duluan guys!" Mereka langsung melenggang ke tukang jualan lumpia telur. Di sana ada beberapa cewek sekelasku juga, seperti Shafira dan Dhanti.

Oh, dia suka lumpia telur juga?

Mungkin besok aku harus coba.

"Sen, lu liatin apa sih?" Aku kaget bukan main ketika Jerico yang kini posisinya kubelakangi menyentuh kedua pundakku. Aku sampai loncat dikit dari bangkuku.

"Dih, lagi serius beneran bocahnya," komentar Wawan dengan tatapan curiga padaku.

"Lo suka sama Nayla?" tebak Bagas.

"Nggak lah!" sangkalku cepat.

"Tapi lo lagi ngincer cewek kelas 'kan?" tebakan Ali dengan seringai tipis yang kini membuatku merasa terpojok.

"Enggak juga," bantahku.

"Ah, gue kayaknya tau," ucapnya enteng seolah cenayang.

"Gue tebak lu besok beli lumpia."

Sialan Ali! Aku nggak akan beli lumpia besok!

Teman-temanku tidak boleh tahu siapa cewek yang menarik perhatianku belakangan ini. Jika mereka memaksaku untuk membongkarnya, Reihan pasti marah.

Aku tak tahu kenapa gadis itu memenuhi tiap sudut pikiranku saat ini. Maksudku, dia cantik, baik hati, kalem, dan tutur katanya lemah lembut. Namun, aku pikir aku tak akan membuka hatiku untuk siapa pun lagi.

Aku sudah cukup harus berpisah dengan cinta pertamaku karena harus pindah ke London. Aku pernah berpacaran dengan cewek populer di sekolah pada tahun keduaku di SMP. Aku begitu mencintainya, dia sempurna di mataku saat itu. Kami juga jadi salah satu pasangan favorit di sekolah. Hatiku remuk redam ketika memergokinya berduaan di ruang komputer dengan cowok lain sepulang sekolah. Tidak berapa lama setelah kami putus dia berkencan dengan cowok itu.

Kisah romansaku selalu berakhir tragis. Setelah trauma mendalam di hubunganku yang kedua, aku tak segan menolak semua cewek yang kelihatan ingin mendekatiku. Aku bahkan menahan diri untuk tidak melirik satu pun perempuan selama beberapa tahun ke belakang. Aku takut jatuh cinta.

Mengapa dia? Mengapa dia jadi satu-satunya perempuan yang bisa mendobrak hatiku? Mengapa aku begitu penasaran padanya?

Percakapan berdua kami waktu itu memang cukup canggung. Namun, aku sudah cukup senang bisa melihat dirinya lebih dekat lagi, lebih dari sekadar melihat paras ayunya dari kejauhan. Aku bisa mendengar suara lembutnya yang memanggil namaku. Aku bahkan mendengar tawanya hari itu.

Aku benci diriku untuk mengatakan aku naksir padanya. Pasalnya, kami benar-benar berbeda. Tempo hari lalu keluarganya menyambut kami dengan begitu hangat. Aku menyimpulkan bahwa mereka adalah keluarga yang bahagia dan harmonis. Ayah dan ibunya romantis, ia juga terlihat seperti kakak yang menyayangi adik-adiknya.

Sedangkan aku ..., punya hubungan yang kompleks dengan keluargaku. Orang tuaku bercerai sejak lama. Aku kesal pada ibuku, tapi hanya dia orang yang begitu peduli padaku, dia memperlakukanku layaknya anak yang baru bisa mengayuh sepeda roda dua. Aku senang tinggal bersama ayahku, tapi terkadang aku berpikir dia adalah pria yang akan meninggalkan anaknya di supermarket karena dia lupa membawa anak. Kini orang tuaku tampak lebih mesra dari semenjak mereka berpisah, tetapi ibuku sudah nikah lagi.

Aku tak akan bisa bersanding dengan perempuan berkerudung itu. Karena kami benar-benar berbeda.

[]

Di dekatku cuma ada satu buku fiksi karena yang lain masih di kardus belom dibongkar .-.

Oh ya, tiba-tiba udah sepertiga bulan Februari?! Doakan temanya masih waras untuk mempertahankan keimutan remaja-remaja ini.

Sabtu, 10 Februari 2024

REAKSI IV - NPC Daily Writing Challenge 2024Where stories live. Discover now