13

1.2K 138 14
                                    

Sooya membanting ponselnya ke atas kasur ketika membaca kembali percakapan dengan kakaknya Victor

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Sooya membanting ponselnya ke atas kasur ketika membaca kembali percakapan dengan kakaknya Victor. Rasanya ia seperti menjadi orang jahat. Benarkah ia egois? Padahal, Sooya hanya ingin memperjuangkan kebahagiannya.

Tapi kenapa semua orang tidak ada yang mengerti?!

Perempuan itu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Penyesalan selalu menghantuinya berkali-kali. Seandainya dulu ia jujur pada Victor tentang penyakitnya. Jika saja ia tak berusaha menjadi sosok malaikat untuk orang-orang yang ia sayangi. Sooya memang naif. Akhirnya dia sendiri yang kehilangan semuanya.

"Aarghh!! Sooya bodoh!" rutuknya pada diri sendiri.

***

Victor melirik arloji di tangannya. Ia melotot. Ternyata sudah nyaris pukul sepuluh dan dia baru saja sampai di rumahnya setelah pertemuan dengan Cahyo dan Jimin. Namun Victor sedikit terkejut ketika Cahyo datang bersama Sooya.

Tidak terlalu mempedulikan itu, yang Victor pikirkan sekarang hanya Ruby. Apa gadis itu sudah tidur?

Perlahan Victor memutar kenop pintu kamarnya. Sejenak ia merasa ada yang janggal. Didapatinya Ruby sudah meringkuk di balik selimut memunggunginya. Victor tersenyum melihat gadisnya itu. Setelah melepas jas kerja dan sepatu miliknya, Victor naik ke ranjang, berbaring dan memeluk Ruby dari belakang.

"Ruby," panggilnya tepat di telinga sang gadis. "Saya tahu kamu belum tidur. Lampunya menyala, biasanya kalau kamu tidur kamu akan mematikan lampu."

Namun, tetap tidak ada jawaban maupun pergerakan dari Ruby. Membuat Victor terpikirkan sebuah ide. Ia pun menyibak selimut yang menutupi tubuh Ruby.

"Aaah, Om Victor dingiin!" Ruby langsung membuka mata begitu tersadar kalau sandiwaranya ketahuan. Kenapa juga ia harus bicara sih?

Pemandangan itu tidak terlepas dari tatapan Victor yang kini senyum-senyum menyaksikannya.

"Kembalikan selimutnyaaa," gerutu Ruby sambil cemberut.

"Kenapa belum tidur, hmm?" Victor justru semakin menjauhkan selimut tersebut dan mengganti dengan tubuhnya. Ia membalikkan tubuh Ruby lalu membawanya ke dalam pelukan. Mereka berbaring sambil berpelukan.

"Kenapa baru pulang?" ketus Ruby tidak mau kalah. Meski begitu ia merasa hangat dan nyaman saat Victor memeluknya seperti ini.

"Maaf." Victor mencium puncak kepala Ruby. "Saya tahu kamu melihat postingan Sooya, makanya kamu marah-marah."

Toeng!

Sudahlah, Ruby memang tidak punya bakat menyembunyikan apa pun. "Yaa habisnya, Om Victor bohong. Katanya cuma ketemuan sama Om Jimin dan Om Cahyo."

"Saya juga tidak tahu kalau Sooya pulang bareng Cahyo."

Meski begitu, Ruby masih saja cemberut.

"Ruby."

"Apa?"

"Kamu harus yakin, apa pun yang terjadi dan apa pun yang kamu lihat saya tidak akan pernah berpaling." Victor mengelus rambut hitam istrinya.

Perkataan Victor sedikit menenangkan hati Ruby. Kendati, selalu ada kecemasan tak berujung yang membuat Ruby sering sekali overthinking sebelum tidur. Siapa sangka, ia juga sering bertanya-tanya, apakah yang dia lakukan salah? Apakah menjadi kak Sooya itu sangat menyakitkan? Apa suatu saat kak Sooya akan meminta kembali Victor-nya?

"Dilarang berpikir yang tidak-tidak. Kamu hanya boleh memikirkan saya dan kuliah kamu. Mengerti?" Victor merendahkan wajahnya sehingga kini wajah mereka berhadapan. Tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan betapa cantiknya gadis di depannya ini. Ruby sempurna. Ia memiliki sepasang mata anak kucing yang indah. Hidungnya mungil, pipinya yang bulat sangat menggemaskan. Juga bibir pink itu bagi Victor rasanya lebih nikmat dari sampanye, selalu berhasil membuatnya mabuk.

"Kenapa Om Victor menatapku seperti itu?" Victor tidak tahu saja kalau wajah Ruby sudah memanas saat ditatap dengan dalam olehnya.

"Rasanya beruntung memiliki kamu."

Sekarang giliran Ruby yang menelusuri pahatan indah di depannya. Ruby tidak bisa menyangkal kalau Victor itu walaupun sudah kepala tiga, bahkan tiga tahun lagi mau kepala empat, tetapi entah mengapa pesonanya justru semakin kuat. Kharismanya luar biasa karena mampu membuatnya seakan gila. Kalau tampan, sudah bukan topik utama lagi karena mau disandingkan dengan pria mana pun, ketampanan Victor itu berada di level atas, unik dan istimewa.

"Jangan menatap saya seperti itu. Bahaya," tegur Victor.

"Dulu Mama ngidamnya apa sih kok bisa punya anak ganteng banget?" Ruby memamerkan cengirannya.

"Sayang, kamu tidak cocok untuk menggombal, oke?"

Ruby merengut. "Sana mandi ah, Om Victor bau keringat," dumelnya seraya mendorong pelan tubuh Victor.

"Baik, baik, saya mandi." Tapi kemudian, Victor mendekat lagi dan berhasil mencuri ciuman di bibir gadis itu. Setelahnya, Victor segera kabur ke kamar mandi sebelum sang kitten-nya ngomel-ngomel.

***

Jangan lupa tinggalin jejak :)

CEO's Little Wife | Taennie AUWhere stories live. Discover now