14

1.2K 131 32
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

###

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

###

Dengan sabar Ruby menunggu Victor selesai mandi untuk membicarakan keinginannya menerima tawaran dari kakak tingkatnya. Ruby memang sangat suka bernyanyi. Waktu masih SMA, dia sering mengikuti lomba-lomba menyanyi antar sekolah. Suaranya juga cukup populer karena memiliki power yang khas.

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka. Victor sudah selesai. Ia keluar masih dengan mengenakan bathrobe saat mendapati gadisnya berdiri di depan pintu kamar mandi. Membuatnya sedikit terheran.

Ini saat yang ditunggu-tunggu. Ruby memamerkan senyum paling manis ke arah suaminya itu. "Sini, Om, rambutnya biar aku yang keringin," ucapnya ceria dengan tak lupa menggenggam sebuah handuk kecil.

Namun tiba-tiba Victor mengikis jarak di antara mereka. Sepersekian detik kedua tangannya mendarat di kedua pipi Ruby, lantas mengunyel-unyel bulatan lemak itu dengan gemas. "Ini pasti ada maunya ya, hmm? Ketahuan yaa, kalau udah senyum-senyum manis kayak gini."

"Aaaa Om Victor." Ruby terkekeh karena Victor langsung tahu kalau Ruby memang menginginkan sesuatu.

"Mau apa, hmm?" tanya Victor. Ia mengangkat tubuh Ruby, berakhir mendudukannya di atas meja kerja Victor yang ada di kamar. Ia membenamkan wajahnya di ceruk leher Ruby, menghirup aroma bunga lily yang berasal dari parfum Ruby.

"Om Victor tahu kan kalau aku suka banget nyanyi?" Ruby memulai pembicaraannya seraya mengusap-usap rambut belakang Victor.

Victor mengangguk. "Heem."

"Ada seseorang yang nawarin aku buat jadi teman duetnya bikin lagu."

"Siapa?"

"Umm... Kak Tristan."

Rengkuhan lengan Victor di pinggang Ruby melonggar. Ia juga menjauhkan wajahnya dari leher Ruby.

"Kalau saya bilang tidak, kamu mau apa?" tatapan Victor berubah. Matanya benar-benar memancarkan ketidaksukaan. Teringat bagaimana pandangan Tristan pada Ruby waktu itu.

Ruby sedikit takut bersitatap dengan sepasang mata pekat itu. Victor selalu bisa membuatnya ciut hanya dengan tatapannya. "Aku juga punya mimpi, Om."

Desahan nafas berat terlontar dari mulut Victor. "Oke. Kejar saja mimpimu," ujarnya datar sambil mengusap kepala Ruby. Sejurus kemudian Victor menjauh dan memilih keluar dari kamar.

"Om Victor mau kemana?"

Tapi, pria itu tidak menjawab. Ruby sadar, Victor sedang marah padanya.

***

Tak henti-hentinya Victor terus memijat keningnya. Tidak tahu sejak kapan kepalanya terasa pusing sekali.

"Wajah lo pucat banget, Vic. Pulang aja gih. Biar gue yang handle di sini," tegur Jimin, sahabat sekaligus manager kantor di perusahaan Victor.

"Gue juga nggak ngerti. Semalam masih baik-baik aja. Hari ini gue pusing banget. Mana tiba-tiba pengen banget makan nasi goreng cumi buatan Ruby," jawab Victor.

"Aneh banget lo, kek orang ngidam. Udah pulang aja sono," perintah Jimin. Bukan tak sopan, kalau hanya berdua saja, Jimin memang bicara tidak formal pada Victor, saking dekatnya persahabatan mereka. Kecuali kalau di hadapan karyawan atau orang lain ia akan menggunakan bahasa formal.

Victor menilik arloji di tangannya. Masih pukul 3 sore. Tapi kalau dipaksakan, kerja juga tidak akan fokus. "Yaudah deh, gue pulang aja, Jim. Kepala cenat cenut banget. Mana mual lagi."

"Awas asam lambung tuh."

"Dikata gue udah tua banget," cibir Victor yang kontan dibalas kekehan dari Jimin.

"Udah cepet pulang. Perlu gue telfon supir gue nggak?"

"Nggak usah, gue masih sanggup."

"Yowes." Jimin mengangguk.

Setelah Victor mengambil jas dan tas kerjanya, ia segera pergi ke basement kantor tempat ia memarkir mobilnya. Tapi tiba-tiba ia teringat percakapan semalam dengan Ruby. Rasanya Victor terlalu mengekang gadis itu. Padahal Ruby hanya ingin bernyanyi.

"Om Victor, kok udah pulang?" Ruby yang saat itu sedang menyiram tanaman di halaman depan rumahnya terheran melihat kedatangan sang suami yang tak biasanya pulang di jam sore.

"Kepala saya sedikit pusing," jawab Victor sedikit sungkan.

Mendengar itu, Ruby refleks mendaratkan punggung tangannya di kening dan leher Victor, syukurlah tidak panas.

"Mengapa kamu yang nyiram tanaman, sayang? Pak Ujang kemana?"

"Ada di halaman belakang. Gak apa-apa, Om. Sekali-kali," jawab Ruby dengan senyuman.

"Ehm," dehem Victor. "Kamu lagi sibuk ya?"

"Ini udah mau selesai kok. Kenapa?"

Victor menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Saya nggak tahu kenapa, tapi, saya lagi pengen banget makan nasi goreng cumi buatan kamu."

"Mau aku bikinin?" tawar Ruby dengan semangat.

"Boleh?"

"Boleh atuh. Apa sih yang enggak buat Om Victor-ku yang ganteng ini hehe," Seakan mau balas dendam, Ruby mencubit pipi kanan dan kiri Victor, seperti yang dilakukan pria itu padanya semalam.

Tangan Victor meraih kedua tangan Ruby. "Kamu nggak marah?"

Kepala Ruby menggeleng.

"Kamu boleh kok."

"Hmm?" Ruby menatap Victor seolah meyakinkan. "Maksud Om, aku..."

"Iya, kamu boleh terima tawaran dari kakak tingkat kamu itu. Tapi inget, jaga jarak."

Mendengar itu, wajah Ruby kontan berbinar. "Siap, boss!" girangnya sambil pose hormat pada Victor.

Victor tersenyum kemudian mengacak-acak rambut Ruby dengan gemas. Sedetik, ia merasakan perutnya mual lagi. Tidak enak rasanya. Seingat Victor, ia tidak punya riwayat penyakit lambung. Sepertinya Victor harus menanyakan pada Mama atau Jessica.

Tapi tiba-tiba ia teringat perkataan Jimin. Memangnya suami bisa ngidam juga ya?

Kata orang, kalau istri hamil tapi tidak merasakan gejala apa pun, atau tidak ngidam apa pun, bisa jadi seorang suami yang akan mengalaminya.

Tunggu.

Itu berarti kemungkinan, Ruby sedang mengandung?

###

Tbc.

Dont't forget vote & comment!

CEO's Little Wife | Taennie AUWhere stories live. Discover now