15

1.1K 129 35
                                    

Budayakan vote & comment :)

.

"Selamat, Pak Victor, Anda akan menjadi seorang ayah. Ibu Ruby sedang mengandung."

Menyaksikan wanita berjas putih itu tersenyum tulus setelah mengucapkan kalimat tadi, Victor hanya mampu mematung tak percaya. Setengah jam yang lalu, atas usul Jessica, Victor segera mengajak Ruby untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan. Dan hasilnya, benar-benar membuat Victor tercengang. Ini impiannya sejak dulu. Menjadi seorang ayah.

Setelah menjabat tangan sang dokter kandungan, Victor bergegas menemui Ruby yang masih berbaring di atas brankar. Menunggunya.

Ruby perlahan bangkit saat mendapati suaminya muncul. "Om Victor, bagaimana has-mmphh!" ucapan Ruby terpotong karena ciuman pria itu yang tiba-tiba. Hanya berlangsung beberapa detik karena bibir Victor sudah beralih menciumi seluruh permukaan wajah gadis itu.

Cup

Cup

Cup

Gadis itu hanya pasrah saja wajahnya dihujani ciuman, seraya menunggu Victor berbicara. Begitu selesai, ia direngkuh ke dalam dekapan pria itu.

"Terimakasih, sayang. Terimakasih. Saya sangat bahagia."

"Jadi, aku hamil?" tanya Ruby dengan polosnya. Kepalanya yang menempel di dada Victor, membuatnya dapat mendengar dengan jelas degup jantung pria itu.

Victor kembali mengecup gemas pucuk kepala Ruby berkali-kali. "Iya. Saya akan menjadi seorang ayah, Ruby. Sebentar lagi kita akan menjadi orangtua."

"Asiik, aku sudah menyiapkan nama untuknya."

Victor terkekeh. "Masih lama, sayang. Usianya bahkan baru 2 minggu," ucapnya sambil melepas pelukan kemudian duduk di samping Ruby. Ia menatap gadis itu penuh cinta.

"Ya nggak apa-apa," cengir Ruby. "Om Victor bahagia?"

"Lebih dari apa pun," senyumnya sambil menyelipkan rambut ke telinga Ruby.

Ruby memeluk Victor dengan erat. Ia juga ikut senang melihat betapa raut kebahagiaan itu terpancar jelas di wajah sang pria.

"Kita harus telfon keluarga kita. Untuk memberi kabar bahagia ini."

Gadis itu hanya mengangguk semangat dengan usul Victor.

***

Rumah itu terasa hangat malam ini. Bagaimana tidak, ada sekitar lebih dari sepuluh orang kini tengah berkumpul di sana. Sang tuan rumah Victor dan Ruby, lalu ayah, bunda, mama, papa, Jessica bersama suami dan dua anaknya, serta kakek nenek mereka pun ada di sana.

Setelah diberi kabar lewat telfon oleh Victor, tak ayal mereka senang bukan main. Tak butuh waktu lama untuk datang ke Jakarta demi mengucap syukur atas kebahagiaan yang dinanti.

Ruby yang tak sekalipun dilepaskan Victor dari pangkuannya itu berbisik di telinga Victor setelah celingukan mencari seseorang. "Om, kak Sooya belum datang ya?"

Mendengar itu, Victor yang tidak terlalu menyadari kini ikut mengedarkan pandangan. "Iya, mungkin masih di kantornya, sayang. Kamu nggak usah khawatir ya." Victor mengeratkan rengkuhannya di pinggang gadis itu.

"Om Itool, mau digendong juga dong sepelti tante Luby." Suara anak kecil itu mengalihkan keduanya. Bocah perempuan berumur 5 tahun itu tampak ingin dipangku Victor juga. Namanya Lyla, anak bungsu Jessica. 'Itol' adalah panggilan Lyla pada Victor sejak kecil sampai sekarang.

"Lyla, kamu kan sekarang udah gede sayang, udah TK, masa mau digendong Om Victor juga sih," yang menimpal adalah Jessica, mamanya sendiri.

Lyla menoleh Jessica dengan muka cemberut. "Tapi tante Luby juga udah gede masih dipangku Om Itol."

Balasan bocah itu sukses mengundang gelak tawa seisi rumah.
Di tengah suasana yang mencair itu, Sooya muncul.

"Kak Sooya, sini!" Ruby adalah orang yang paling excited melihat kedatangan Sooya. Bagaimana pun dulu mereka selalu bersama. Sooya selalu menjaga Ruby, menjadi pelindung untuk adik kecilnya, memenuhi segala keinginan Ruby. Rasa sayang Ruby pada sang kakak pun masih sama, tidak pernah berubah.

"Hai, adikku, selamat ya." Sooya memeluk gadis itu. "Kakak sebentar lagi jadi aunty dong," kekehnya sambil mengusap kepala Ruby.

"Makasih, kak." Ruby melepaskan pelukannya. "Ayo duduk."

Sooya pun duduk di samping bunda.

"Sooya, bagaimana kesehatan kamu sekarang?" tanya nenek Victor, perhatian.

"Alhamdulillah sudah jauh lebih baik, nek. Aku juga rajin check up dan perkembangannya membuahkan hasil," jawab Sooya seramah mungkin.

"Syukurlah. Semoga kamu bisa sepenuhnya sembuh ya."

"Terimakasih, nek." Sooya tersenyum pada wanita berusia 50 tahunan itu, lalu beralih menatap Ruby. "Oh ya, Ruby, kakak izin ke dapur dulu ya, boleh?"

"Boleh, kak. Anggap aja rumah sendiri."

Sooya tersenyum sebelum pergi menuju dapur.

Sepeninggal Sooya, mereka kembali mengobrol.

"Umur Sooya sekarang berapa?" tanya nenek Victor.

"Mau 27 kayaknya," jawab bunda

"Udah matang kalau menikah. Nenek bisa carikan dia jodoh yang tepat. Sooya itu anak baik, sopan, ramah, pekerja keras. Cantik lagi. Pasti banyak yang mau."

Bunda tersenyum. "Terimakasih, bu. Nanti aku bicarain dengan anak sulungku itu."

PRANG!!

Bunyi itu berasal dari dapur, terdengar sangat kencang, membuat semuanya sontak menghentikan segala aktivitasnya.

"Biar Ruby aja yang lihat." Gadis itu hendak berdiri, namun tangannya dicekal Victor.

"Saya ikut."

Victor dan Ruby bergegas pergi ke dapur untuk melihat yang terjadi. Betapa terkejutnya mereka saat melihat pecahan beling bercecer di atas lantai. Tetapi fokus mereka juga lebih teralihkan pada telapak tangan Sooya yang mengeluarkan darah. Ruby melotot dan segera menghampiri kakaknya.

"Tangan kak Sooya berdarah!" seru Ruby.

Namun, Sooya justru tersenyum. "Ah, ini tidak apa-apa, Ruby. Rasa sakit ini tidak ada apa-apanya dibanding mendengar kabar darimu hari ini," lanjutnya dalam hati.

"Astaga, Sooya! Tangan kamu kenapa?" Jessica datang dan terkejut melihatnya.

"Kak Jesse, tolong panggil suami kakak," titah Victor.

Jessica bergegas pergi untuk memanggil suaminya, yang kebetulan seorang dokter untuk segera mengobati Sooya.

"Mengapa bisa seperti ini, kak?" tanya Ruby cemas sambil melihat Sooya yang tengah diobati oleh suami Jessica.

"Kakak tadi nggak sengaja nyenggol gelas, eh pas mau bersihin, tangan kakak kegores sedikit. Itu saja, Ruby. Jangan khawatir," balas Sooya setenang mungkin tak lupa dengan senyumnya.

Padahal, hatinya hancur berkeping-keping. Seperti pecahan beling tadi. Tak berbentuk lagi. Remuk.

***

Kira-kira mbak Sooya bakal ikhlas atau ngelunjak ya? 👀

CEO's Little Wife | Taennie AUWhere stories live. Discover now