21

1.1K 144 45
                                    

"Saya minta maaf, Pak. Janin yang ada di dalam kandungan istri Anda tidak bisa diselamatkan."

Telinga Victor mendadak berdengung setelah mendengar ucapan dokter yang menangani Ruby.

"Pendarahannya terlalu parah sehingga janinnya tidak mampu bertahan."

Tolong berhenti! Mengapa dokter itu terus menikam Victor dengan perkataan itu? Rasanya ia ingin mengamuk dan menghancurkan semua yang ada di depannya.

Sosok lain tiba-tiba muncul di hadapannya. Victor menoleh dan seketika melayangkan tatapan membunuh ke arah sosok itu. Tak segan, dalam detik berikut Victor juga melemparkan tinju ke wajahnya. "Keterlaluan! Kamu harus bertanggung jawab! Kamu yang membuat Ruby harus kehilangan calon bayinya! Brengsek!"

"Mas Victor udah!" Dari arah lain, Sooya berteriak dan mencoba menghentikan pukulan Victor di wajah Tristan.

"Dia sudah membuat saya kehilangan calon anak saya! Saya sudah menantikannya dari lama. Saya tidak bisa membiarkannya!"

Entah setan darimana, Victor mengambil sebuah guci bunga yang tak jauh dari lorong rumah sakit. Kemarahannya sudah di ubun-ubun hingga tanpa bisa dicegah, ia membanting guci tersebut tepat di tubuh Tristan.

PRANGG!!

Victor membuka mata dalam keadaan tubuh bersimbah peluh. Jantungnya berdetak sangat cepat seolah baru saja melakukan lari marathon. Matanya kemudian memandang pada atap ruangan yang berwarna putih, yang langsung ia simpulkan bahwa sekarang ia ada di rumah sakit. Jadi, tadi hanya mimpi?

"Mas Victor," suara seorang perempuan menyadarkannya sepenuhnya. "Syukurlah sudah sadar."

Tanpa mempedulikan pusing yang melanda, Victor bangun untuk duduk. Terdapat selang infus di punggung tangannya. "Apa yang terjadi?"

Sooya menarik nafas. "Di perjalanan ke sini mas Victor menabrak pembatas jalan, bersyukur hanya pingsan saja. Tidak terjadi luka dalam atau serius. Polisi yang membawa mas ke sini. Aku udah kasih keterangan sama polisi, mas Victor sedang kalap karena istrinya masuk rumah sakit."

"Ruby? Saya harus ketemu Ruby. Saya harus memastikan dia dan calon bayi saya baik-baik saja." Victor melepaskan infusan di tangannya dengn tergesa. "Ayo antar saya ke ruangannya," pintanya pada Sooya.

Mau tak mau Sooya akhirnya membawa Victor menuju ke depan sebuah ruangan. "Masuk, mas. Di dalam ada dokter juga."

Victor menatap Sooya. "Mereka baik-baik saja, bukan?"

"Masuk saja kalau mas ingin tahu."

Victor menarik nafas dalam sebelum akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam ruang rawat Ruby. Benar, ada dokter dan seorang perawat di sana. Victor menyaksikan Ruby sudah dalam keadaan sadar. Syukurlah. Tapi tiba-tiba ia teringat mimpi buruknya tadi.

"Om Victor," suara Ruby membuatnya sedikit lebih tenang. "Om Victor nggak apa-apa? Kata kak Sooya-"

"Rubyy..." Victor tidak membiarkan Ruby menyelesaikan kalimatnya, sebab ia langsung merengkuh gadis itu ke dalam dekapannya. Untuk pertama kalinya sebagai pria dewasa, Victor menangis seperti ini. Perasaan takut menyerangnya tanpa ampun.

Ruby membalas pelukan Victor tak kalah erat. "Aku baik-baik saja, Om. Calon bayi kita juga baik-baik aja."

Tak ada jawaban, hanya dekapan Victor yang semakin erat.

"Ibu Ruby benar. Kandungannya baik-baik saja. Dan juga sangat sehat. Pendarahan kemarin hanya karena ibu Ruby terlalu banyak melakukan kegiatan yang menguras tenaga dan juga pikiran."

Hening cukup lama. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Victor lega, lega sekali. "Terimakasih." Entah terimakasih kepada siapa, Victor hanya ingin mengucapkan kata itu.

Dokter itu tersenyum. "Istri Anda memang terlalu kecapekan. Jadi mulai sekarang, tolong jaga kesehatannya ya. Pastikan dia tidak menjalani aktifitas berlebihan."

"Sayang, kamu denger kan apa kata dokter?" Victor sengaja menyindir Ruby.

"Iya, Om sayang. Aku minta maaf. Aku janji aku akan berhenti berkarir demi baby Orion." Ruby tersenyum tulus kendati Victor tahu ada sedikit kekecewaan di sana. Ruby tahu ia harus menunda untuk mengejar impiannya.

Victor meraih tubuh itu ke pelukannya lagi. Betapa ia bersyukur karena sudah diberikan keindahan bernama Ruby Jane. Victor sangat mencintai gadis ini. Ia ingin melakukan apa pun untuknya. Dan menjaganya sekuat yang ia bisa.

Di sisi lain, Sooya mengurungkan niatnya untuk menemui Ruby setelah melihat mereka begitu bahagia satu sama lain, Sooya tidak ingin mengganggunya. Mengetahui betapa cintanya Victor pada adiknya, sedikit membuat Sooya dilanda iri luar biasa. Beruntung sekali Ruby bisa dicintai oleh pria itu.

Apakah di luar sana Sooya bisa menemukan pria seperti Victor?

Entahlah. Sooya memilih memutar tubuhnya untuk kemudian berlalu meninggalkan rumah sakit.

***


Tak terasa waktu berlalu. Setelah kejadian rumah sakit itu, Ruby benar-benar menjaga kesehatannya. Ia sudah berhenti bernyanyi. Awalnya Tristan menolak, tapi setelah ia tahu kejadian sebenarnya, dengan berat hati Tristan menerima keputusan Ruby.

Karena demi Tuhan Ruby tidak ingin melihat ekspresi ketakutan itu lagi di wajah Victor.

Tak terasa juga kandungan Ruby semakin terlihat, kini sudah memasuki bulan ke-5. Calon sang ayah semakin posesif saja menjaga Ruby dan calon buah hatinya.

"Om Victor, geli," kekeh Ruby saat Victor menggelitik pinggangnya. Mereka sedang bersantai di balkon kamar dengan posisi kepala Victor berada di pangkuan Ruby, wajahnya dihadapkan tepat di depan perut buncit Ruby. Sepertinya sang ayah tidak ingin jauh-jauh dengan calon bayinya itu.

Victor memberi kecupan-kecupan lembut di atas perut Ruby. "Hei, nak. Calon jagoan daddy. Terimakasih ya sudah bertahan. Sehat-sehat di dalam sana. Kamu tahu tidak? Daddy sudah jatuh cinta sama kamu walau kita belum bertemu," ujarnya di depan perut Ruby, seakan calon bayi mereka bisa mendengarnya.

Senyum Ruby mengembang. Ia hampir meneteskan air mata. Betapa ia beruntung karena memiliki Victor di dalam hidupnya. Tangan Ruby menyugar rambut legam Victor dengan lembut. "Makasih ya, Om, udah ngasih aku kebahagiaan yang nggak pernah aku bayangin."

"Tidak, sayang. Justru kamu yang ngasih saya semua itu. Saya yang harusnya berterimakasih." Victor mendongak ke atas untuk bersitatap dengan sepasang mata kucing milik Ruby. "Cantik banget."

Ruby menurunkan wajahnya demi mencium bibir Victor.

"Sayang, jangan mancing saya."

Ruby mendesis. "Emang dasar om-om, pikirannya itu terus."

"Sayang, itu berarti saya normal kan," kilah Victor. "Udah dibolehin kan sama dokter?" tanyanya dengan senyum penuh arti.

"Udah."

"Kalau gitu, ayo!" Victor bangun dengan penuh semangat seraya menggendong tubuh Ruby ala bridal style dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"OM VICTOR MESUM!!"

***

Siapa yang kena prank? :v

CEO's Little Wife | Taennie AUWhere stories live. Discover now