Hari 20 - Ikhlas

12 3 0
                                    

Buatlah tulisan dari pepatah easy come, easy go, dengan TEMA friendship

=0=

Wajah Leo benar-benar terlihat menyedihkan. Bibirnya yang biasa cengar-cengir kini melengkung ke bawah. Matanya yang biasa berbinar jenaka kini terlihat muram. Yah, siapa pun pasti akan sedih, sih, jika kehilangan bongkah kesabaran sebanyak itu.

"Sudah, Leo. Ikhlaskan saja," ucapku untuk ke sekian kalinya.

"Tapi, Aster. Aku mengumpulkan bongkah-bongkah kesabaran itu untuk membeli pai daging yang dulu sering dimasakkan oleh nenekku." Bahkan suara Leo yang biasanya lantang dan memekakkan telinga kini terdengar seperti cicitan hewan pengerat yang sedang terpojok.

Aku berusaha untuk tidak berkomentar pedas. Mengumpulkan terdengar berlebihan menurutku karena aku tahu benar bahwa bongkah-bongkah kesabaran itu diperoleh melalui jalan pintas.

Dalam kondisi normal, kami–para murid Sekolah Persiapan Masuk Surga–mendapatkan butiran-butiran kecil sebagai imbalan atas kesabaran mereka. Butiran-butiran sehalus pasir itu nantinya akan dikumpulkan menjadi bongkahan seukuran kerikil yang dapat digunakan untuk bertransaksi di alam persinggahan. Namun, beberapa pekan terakhir, Leo menemukan celah kecil dari aturan sekolah. Dia bekerja sama dengan beberapa murid lain untuk mendapatkan bongkah kesabaran dengan lebih mudah dan cepat.

Teman-teman Leo akan melakukan sesuatu yang dapat memancing kemarahan Leo, sementara Leo akan berusaha menahan amarahnya untuk mendapatkan butiran kesabaran. Nanti, mereka akan membagi-bagi butir-butir kesabaran itu. Sayangnya, wali kelas kami keburu mengetahui trik Leo. Bongkah-bongkah kesabaran yang sudah diperoleh Leo dan kawan-kawannya disita, bahkan mereka terkena denda. Sebagai penggagas ide curang tersebut, Leo lah yang mendapatkan denda paling besar.

"Daripada memikirkan yang sudah hilang, mending kamu fokus bagaimana caranya mengumpulkan lagi bongkah-bongkah kesabaran itu. Tentu dengan cara yang legal, jangan menggunakan cara curang seperti kemarin."

Leo menatapku dengan bibir membentuk kerucut. Benar-benar seperti bocah!

"Aku bukan sedih karena kehilang bongkah-bongkah kesabaranku. Aku sedih karena teman-temanku justru menimpakan semua kesalahan kepadaku. Padahal, mereka juga menyambut antusias ideku."

Aku menghela napas panjang. Memang melelahkan berdebat dengan Leo dalam kondisinya yang seperti sekarang. Pasti semua saran dan nasihatku justru ditanggapinya dengan penyangkalan.

"Kamu masih punya aku, Vina, dan Carlos sebagai teman," ucapku sedikit ketus. "Yah, aku tidak tahu, sih, apakah Carlos menganggapmu teman. Tapi, setidaknya dia tidak akan memanfaatkanmu seperti 'teman-teman'-mu itu."

"Dia pasti akan menentang ideku habis-habisan. Makanya aku tidak mengajaknya."

"Karena dia tidak ingin kamu terlibat masalah lebih besar."

Akhirnya, wajah Leo kembali berseri. "Kamu benar. Aku harus ikhlas dan bersabar. Siapa tahu nanti aku mendapatkan butiran kesabaran lebih banyak."

Aku memutar bola mata, tetapi kusetujui saja kalimat Leo barusan. Setidaknya, dia sudah tidak kelihatan sedih lagi.

Under The Same SunTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon