Hari 22 - Sumbang

7 2 1
                                    

Buatlah cerita tentang seorang pengamen yang sedang menyanyikan lagu karangannya sendiri, minimal memasukkan 1 BAIT LAGU yang dinyanyikan pada dialog pengamen tersebut (Lagu yang dinyanyikan bisa dari puisi atau lagu ciptaan penulis)

=0=

"Aku mungkin bukan kekasih yang sempurnaaaa ... Namun, aku yakin cintaku lah yang paling ... paling ..."

Muka Leo tampak kebingungan. Aku mengesah panjang. Dari bangku taman tempatku menonton pertunjukan Leo, aku mendesis, "Paripurna."

Bibir Leo kembali mengukir senyum. Dia pun mengulang lagi bait lagu yang terlupa barusan.

"Aku mungkin bukan kekasih yang sempurnaaaa...

Namun, aku yakin cintaku lah yang paling paripurna ...

Jadi, tak usah kau ragu, terimalah cintaku ini...

Aku berjanji akan menyayangimu oooh bidadari ..."

Untuk gaya, kuakui Leo layak mendapatkan nilai seratus. Akan tetapi, untuk suara. Hmmm. Bunga-bunga di rambutku pun sampai kuncup kembali. Sebegitu sumbangnya suara Leo sekarang. Anehnya, murid-murid yang ada di sekitarnya malah bertepuk tangan. Beberapa dari mereka bahkan melemparkan beberapa keping keberanian ke dalam mangkuk yang Leo letakkan di hadapannya.

Di planetku, tidak ada konsep mengamen. Leo sampai harus menjelaskan berulang kali agar aku mengerti kenapa orang-orang mau saja memberikan sesuatu kepada orang yang menyanyi tanpa diminta. Kata Leo, di planetnya, orang-orang biasa membayar dengan uang. Di alam persinggahan ini, Leo harap ada yang mau membayarnya dengan benang pengetahuan, bongkah kesabaran, atau keping keberanian. Yang terakhir tampaknya yang paling mungkin karena paling mudah didapatkan.

Murid-murid yang menonton kembali bertepuk tangan saat Leo membungkukkan badan, tanda nyanyiannya telah usai. Kerumunan itu pun bubar satu persatu. Aku mendekat kepada Leo.

"Gimana?"

"Lumayan," kata Leo semringah. Dipamerkannya mangkuk yang kini terisi separuh.

"Kamu yakin ini nggak melanggar peraturan sekolah."

"Yakin. Aku sudah konsultasikan ke waliku. Katanya, aku boleh-boleh saja ngamen untuk membayar denda atas pelanggaranku kemarin."

Aku mengembuskan napas lega. Takutnya, Leo lagi-lagi membuat masalah.

"Kamu kurang minum? Bunga-bungamu, kok, layu?" tanya Leo dengan sorot khawatir.

"Mungkin," jawabku cuek.

Tanpa permisi, Leo membelai bunga-bunga di rambutku.

Seperti yang terjadi tempo hari, bunga-bunga itu kembali mekar. Kutatap telapak tangan Leo yang lebar. Dia punya kekuatan apa, sih? Kenapa bunga-bungaku selalu mekar setiap mendapat sentuhan darinya?



=======

Ceritamela:

Mau bolong tapi sayang. Udah tinggal berapa hari.

Jadi, tolong diterima saja cerita absurd ini apa adanya.

Tidak menerima protes! Titik!

/melipir pergi/

Under The Same SunWhere stories live. Discover now