Chained by Desires

capital letters (bonus)

note:
• ditulis lewat sudut pandang jean.
• a tiny mini little smut scene but not too graphic.

"Jadi kita jauh-jauh dari Canggu ke Seminyak cuma buat... ke restoran ikan bakar?"

Itu adalah hal pertama yang Lana ucapkan sewaktu mobil rental yang gue dan dia naiki tiba di pelataran restoran ikan bakar di daerah Seminyak.

"Kalau cuma ikan bakar sih, di sekitar penginapan juga ada banyak restoran yang jual."

Gue tertawa tanpa suara. Sudah menebak dia bakalan memberi komentar semacam itu.

"Memang," ucap gue seraya membuka seatbelt. Lana juga melakukan hal serupa. "Tapi saya jamin nggak ada yang seenak di tempat ini."

Lana menatap gue skeptis. Melihat gue yang membuka pintu mobil, tangannya ikut-ikutan terulur menyentuh kenop pintu.

"Emang ikan bakar bakalan seenak apa, sih?"

Gue paling suka sama orang yang kayak Lana gini. Orang yang dari awal kelihatan meng-underestimate sesuatu. It's far much easier to surprise them when they have their expectations on the low.

"Kamu bakalan segera tau." Gue tersenyum tertahan. Tangan gue terulur dan seperti respon yang natural, Lana menyambut uluran tangan gue.

Kami melangkah ke dalam restoran dengan tangan saling bertaut seakan kami adalah teman yang sudah mengenal dalam waktu yang cukup lama dan bukannya dua orang asing yang secara random bertemu di bar, lalu melakukan one night stand dengan hanya bermodalkan saling mengetahui nama satu sama lain.

Speaking of which, gue kira, malam itu bakalan jadi yang pertama dan terakhir kalinya gue bertemu Lana.

But fate have a funny way to work things out. Nggak sampai dua puluh empat jam setelah malam yang kayaknya bakalan terus gue ingat buat waktu yang lama itu, we bumped into each other again.

Long story short, memakai alasan kalau kami sama-sama sendirian, akhirnya gue dan Lana memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu liburan kami di Canggu bersama.