08 || Mimpi Nyata? 2

80 9 1
                                    

Memerintah dan memohon,
adalah dua hal yang
jauh berbeda!


~o0o~

Aleena menarik kuat rambut Evelyn dari belakang, hingga membuat Evelyn terseret di lantai. Semakin Evelyn memberontak, maka rasa sakit itu akan semakin bertambah.

Evelyn menutup matanya, juga mengigit bibir bawahnya guna menyalurkan rasa sakit di kepalanya. Namun, hal itu tak membuat rasa sakit di bagian kepalanya berkurang. Tarikan kuat dari Aleena, membuat kulit kepalanya serasa ingin terkelupas.

"LEPASIN GAK!"

"MAU LO APA SIH!"

"LEPASIN RAMBUT GUE, ANJENG!

Bughh

Tubuh Evelyn didorong kasar oleh Aleena hingga gadis itu terbentur di dinding.

"AGGGHHH!" Evelyn memegang kepalanya yang terasa begitu sakit, karena terbentur di dinding tadi.

Dengan napas yang sudah terengah-engah, Evelyn mendongak menatap wajah ibunya. Dengan kondisi yang begitu berantakan, ia mengarang, meneriaki sang ibu penuh amarah.

"TUNGGU AJA! SAAT GUE SADAR DARI MIMPI INI, GUE BAKALAN SIKSA LO SECARA NYATA!"

Evelyn semakin menyorot tajam mata ibunya. Napasnya terdengar memburu karena emosi dan juga karena ia sudah cukup lelah.

Apa yang gadis itu harapkan dengan meneriaki ibunya seperti itu? Takut? Lalu langsung melepaskannya? Tentu tidak, Aleena justru dengan bangga memperlihatkan senyum liciknya.

"Kalau begitu, Ibu harus siksa kamu lebih banyak lagi sebelum kamu bangun, bukan?" ujarnya, lalu tertawa puas layaknya orang gila.

"Ibu_" Ucapan Aleena terhenti karena tawanya yang masih berlanjut.

"Ibu harus siksa kamu lebih keji lagi, bukan?" lanjutnya seraya melototi Evelyn dengan senyum lebarnya.

"Benar. Ibu harus ambil kesempatan sepuas mungkin sebelum kamu bangun!" Aleena kembali tertawa.

Sedangkan Evelyn yang melihat juga mendengar perkataan sang ibu, semakin merasa takut. Ia bisa melihat sosok psikopat dalam diri ibunya saat ini.

"Mimpi macam apa ini?" batin Evelyn tampak ketakutan.

"Kamu berpikir ini cuma mimpi, bukan? Maka teruslah berpikir begitu, anak nakal!" ujar Aleena seraya menunduk, menatap lebih dekat wajah putrinya.

Evelyn meneguk liurnya dalam-dalam, matanya tak berkedip, napasnya seakan tertahan saat wajahnya dengan wajah ibunya hanya berjarak 3 senti.

"Gimana kalo kita mulai sekarang, hm?"

Senyum smirk, tatapan tajam, juga suara dingin ibunya, mampu membuat tubuh Evelyn bergetar karena merasa takut. Namun, gadis itu tampaknya masih tidak mau mengalah, atau setidaknya mengucapkan kata maaf. Bahkan permohonan agar ibunya berhenti, pun ia enggan mengeluarkannya dari mulutnya.

Gadis keras kepala itu, justru berusaha melawan rasa takutnya. Meyakinkan dirinya jika besok ia akan bangun dan semuanya berlalu. Menyembunyikan segala rasa takutnya.

"Sepertinya kamu setuju, anak naka!"

Aleena mengambil sebuah kayu besar yang ada di samping Evelyn. Hal itu membuat Evelyn kontan terkaget.

"Apa itu!" tanyanya dalam hati.

"Ini hukuman kedua buat kamu, anak nakal!" jawab Aleena seakan ia bisa mendengar ucapan batin Evelyn.

Ketika Ibu Sakit Hati (ONGOING)Where stories live. Discover now