11 || Darah Yang Bercucuran

93 8 1
                                    

Bukan korban, tetapi penjahat yang seharusnya minta maaf!

~o0o~

Evelyn kini duduk di depan komputer sambil terus memikirkan kejadian yang di alaminya saat bangun pagi tadi. Ia sempat dimarahi habis-habisan oleh bosnya karena datang terlambat, tapi tak begitu dipedulikan olehnya. Baginya, masalah yang sedang ia alami di rumahnya jauh lebih penting.

Evelyn terus saja memutar-mutar bolpoin di tangannya. Sedangkan otaknya sedang berpikir keras, mencari tahu, keanehan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"Arggghhh! Kepala gue rasanya mau pecah mikirin ini!" gumamnya seraya mengepalkan tangannya sekuat mungkin.

Evelyn kemudian menatap ke layar komputernya. "Apa mungkin hal semacam ini ada di internet?" tanyanya pada diri sendiri.

Evelyn pun mulai mengetik sebuah kata yang terangkai menjadi kalimat pertanyaan di sana. Sialnya, pertanyaan yang ia ajukan bahkan tidak muncul di pencarian google.

Evelyn kembali mengetik kalimat pertanyaan yang lain. Namun sama saja, tidak pula ia temukan jawabannya.

"Arggghhh!" geram Evelyn tampak frustrasi, membuat teman kantornya menoleh ke arahnya.

"Ehh! So-sorry, gue gak sengaja," ucapnya kembali memelankan suaranya.

"Enggak! Ini gak mungkin halusinasi! Gue yakin, ini pasti ada kaitannya sama ibu!" batinnya penuh keyakinan.

~o0o~

Saat hari mulai menjelang sore, Aleena terbangun dari tidurnya dengan senyum yang terpancar di wajahnya. Ia menguap pelan sembari beranjak dari tempat tidur menuju meja rias yang di kamar itu. Ia duduk di depan cermin sambil menatap dirinya dari pantulan cermin.

"Wajahmu terlalu pucat Aleena, kau pasti kelelahan," ujarnya seraya mengusap lembut pipinya.

"Aku akan memberimu obat, agar kau bisa merasa lebih segar."

Entah apa maksudnya, tetapi ia mulai membuka laci yang sama yang pagi tadi ia buka. Ia mengeluarkan plastik yang berisi berbagai macam obat, lalu membuka satu persatu obat itu. Setelahnya, ia menuangkan air yang sudah tersedia di atas meja itu ke dalam gelas. Kemudian memasukkan obat tadi ke dalam mulutnya, dan langsung menelannya bersama air putih tadi.

"Mari kita bermain-main lagi, anak nakal!" ucapnya seraya tersenyum miring.

Aleena berjalan keluar dari kamarnya, lalu naik ke lantai dua menuju kamar putrinya. Sesampainya di depan pintu kamar Evelyn, Aleena pun mengeluarkan kunci dari saku celananya. Kemudian membuka pintu kamar itu menggunakan kunci yang sepertinya merupakan kunci cadangan kamar Evelyn.

Setelah berhasil, Aleena langsung membuka pintu kamar itu. Lalu masuk ke dalam tanpa merasa takut akan kepergok oleh Evelyn. Mata Aleena langsung tertuju ke arah jam dinding sambil mengukir senyum tipis di wajahnya.

"Ini menyenangkan, bukan? Kau pasti tengah kebingungan sekarang," gumamnya, entah bertanya pada dia siapa.

"Aku akan membuatnya lebih menyenangkan lagi hari ini! Kau harus membutuhkan sosok ibu mu untuk sadar diri, anak nakal!" geramnya yang sepertinya sudah tersulut emosi.

Ketika Ibu Sakit Hati (ONGOING)Where stories live. Discover now