Bab 11

1 0 0
                                    

"Nona baik-baik saja?" tanya Galen dengan berbisik.

"Baik, Pak Galen," ujar Mia sembari menyodorkan tas itu.

"Kita harus segera pergi, Nona," bisiknya. Yang langsung dibalas anggukkan kepala Mia.

Dengan pelan mereka berdua segera keluar dari balik tembok. Berusaha mencari jalan agar bisa turun dari lantai dua. Yang tak disangka, villa ini semakin dijaga ketat. Karena, salah satu dari mereka memanggil dan melapor kepada temannya untuk memeriksa villa tersebut serta menangkap penyusup. 

Mia dan Galen dalam diam dan menunduk berusaha lari dari balik pagar tangga. Akan tetapi, keberadaan Mia dan Galen kembali ketahuan oleh para penjaga itu. Tanpa banyak pilihan, mereka terpaksa berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari penangkapan.

Langkah mereka cepat dan hati-hati, tetapi para penjaga itu tidak mudah untuk ditipu. Ketika mereka berlari melalui lorong-lorong yang sempit, Mia merasa nafasnya semakin terengah-engah.

Mia tidak menyangka villa ini sangat besar dan membuat dirinya kesulitan untuk mencari jalan keluar. Suasana gelap dan tegang membuat hatinya berdegup lebih cepat. Ia melihat Galen di sampingnya, wajahnya penuh dengan ketegangan dan tekad untuk bertahan.

"Mia, kita harus mencari tempat untuk bersembunyi sekarang!" seru Galen dengan napas tersengal-sengal.

Mia mengangguk, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mereka berlari ke arah sebuah pojok yang gelap dan terpencil.
Mencapai pojokan ruangan, mereka tersudut dan tidak ada tempat lain untuk bersembunyi.

Mia merasa panik kala satpam semakin mendekat. Mia merasakan getaran kecemasan menghampirinya, menyadari bahwa mereka harus segera mencari jalan keluar dari situasi ini.

Mia merasa terpaksa untuk membuat keputusan sulit. Ia tahu bahwa dia adalah target utama para penjaga, bukan Galen. Jadi ia akan mengumpankan dirinya agar Galen bisa pergi. Ia juga menyadari, bahwa ia tidak bisa membawa tas berisi mungkin bukti yang Mia temukan dan mengandalkan Galen mencari apa yang didalam flashdisk itu.

"Mungkin kamu harus pergi, Pak Galen," bisik Mia dengan suara serak. "Aku adalah orang yang mereka incar. Tolong cari tahu apa yang ada di dalam tas ini dan menyelidiki kedua bukti ini. Jadi kamu harus pergi dan menyelamatkan dirimu sendiri."

Galen menatap Mia dengan tatapan tegas. "Saya tidak akan pergi begitu saja, Nona Mia," jawabnya dengan tegas. "Kita berdua sudah terjebak dalam situasi ini bersama-sama. Saya tidak akan meninggalkanmu sendirian di sini. Kita akan menghadapinya bersama."

Mia merasa terharu oleh keberanian dan kepercayaan Galen. Namun, dia tahu bahwa dia harus menjelaskan situasinya dengan tegas agar
Galen mengerti.

"Galen, aku menghargai niat baikmu, tapi kamu harus mengerti bahwa aku adalah orang yang dicari oleh mereka. Aku tidak ingin membahayakanmu lebih jauh. Tolong, pergilah dan bantu aku untuk penyelidikan ini."

Galen melihat ke dalam mata Mia, mencoba memahami rasa takut dan keputusasaannya. Mia pun turut melihat wajah tegang Galen. Mereka sama-sama merasakan hal tak terduga ini.

Galen tidak punya pilihan lain, ia tahu pasti Mia mengandalkan dirinya dan akhirnya menganggukkan kepala dan mengerti. "Baiklah," ucapnya dengan suara rendah. "Saya akan pergi, tapi berjanjilah pada saya bahwa Anda akan berhati-hati dan melindungi dirimu sendiri."

Galen merasa gagal menjaga Mia dari hal sepenting ini. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain saat Mia memutuskan memerintahkan dirinya untuk mencari kebenaran dari bukti ini. Dia akan menuruti Mia dan tidak akan menyia-nyiakan usaha Mia yang sudah susah payah menemukan bukti.

Mia mengangguk dengan tegas, berjanji pada Galen bahwa dia akan tetap waspada dan berusaha melindungi dirinya sendiri. Akhirnya Mia menatap kepergian Galen yang semakin menghilang dalam kegelapan, meninggalkan Mia sendirian di pojok yang gelap.

Mia merasa hatinya berdegup kencang, ketika ia melihat penjaga-penjaga Hugo yang mengepung dirinya. Mereka semua adalah bawahan dari Hugo, bos yang pernah menuduh dan memasukannya ke dalam penjara di masa lalu.
Meskipun Mia tahu bahwa ini akan terjadi, ia memilih untuk berpasrah dan tidak melawan.

Dengan harapan bahwa Galen, tangan kanannya, yang sudah Mia anggap pamannya sendiri. Dapat mencari kebenaran dari dua bukti yang ada. Akhirnya, Mia dibawa oleh penjaga-penjaga tersebut. Matanya ditutup dan ia merasakan pergerakan yang cepat, menandakan bahwa ia sedang dibawa ke suatu ruangan yang tidak dikenal.

Walau dalam keadaan yang sulit, Mia tetap tenang dan mengulur waktu. Ia berharap Galen dapat bekerja tanpa terganggu oleh bawahan Hugo, untuk mencari kebenaran yang akan membuktikan bahwa Mia tidak bersalah.

●•●•●•●        ●•●•●•●        ●•●•●•

Dalam keadaan mata Mia ditutup, ia merasakan tubuhnya dihentikan paksa berhenti. Suara pintu pun terdengar nyaring. Lalu, Mia dipaksa berjalan lagi dan ia diikat di kursi serta tangannya diikat ke belakang.

Meski terbatas secara fisik, Mia tetap mempertahankan ketenangan dan keberanian di tengah situasi yang menakutkan ini. Ia tahu bahwa hanya dengan tetap tenang dan berpikir jernih, ia dapat menemukan jalan keluar dari situasi yang sulit ini.

Dengan hati yang penuh pasrah, Mia menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia berharap bahwa Galen akan segera menemukan kebenaran dan datang menyelamatkannya dari cengkeraman Hugo dan bawahannya. Mia yakin bahwa kebenaran akan terungkap, dan ia akan mendapatkan keadilan yang ia cari selama ini.

●•●•●•● ●•●•●•● ●•●•●•●

Di malam hari sekitar pukul sembilan, Emily berjalan dengan langkah tegap menuju rumah Ryan. Hatinya penuh kegelisahan dan kekhawatiran.
Meskipun Mia pernah memberitahunya untuk tidak meminta tolong pada siapapun.

Emily merasa bahwa saat ini adalah situasi yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Akan tetapi, dia juga tahu bahwa dengan meminta tolong pada Ryan, dia melanggar ucapan yang pernah diucapkan kepada Mia.

Mia, maafkan aku. Aku tahu kamu pernah mengingatkanku untuk tidak meminta tolong pada siapapun. Tapi, aku tidak bisa duduk diam dan tidak melakukan apa-apa. Aku yakin kamu dalam bahaya, dan aku harus mencoba menyelamatkanmu, batin Emily merasa bersalah.

Emily mengetuk pintu rumah Ryan dengan jantung yang berdebar kencang. Ryan membukakan pintu dengan wajah penuh keheranan.

"Loh Emily? Ada apa? Kenapa lu terlihat begitu khawatir? Ayo masuk dulu kita bicara di dalam."

Emily mengangguk dan dia mengekor di belakang Ryan masuk ke dalam rumah. Ryan memberikan instruksi untuk Emily duduk. Lalu, disusul Ryan duduk dihadapan Emily.

Emily menarik nafas dalam-dalam. Dia berkata, "Ryan, gue minta maaf jika mengganggu waktu lo malam-malam begini. Gue minta tolong sesuatu."

"Tenang, Emily. Cerita pelan-pelan, ya?"

"Gue yakin Emily dalam bahaya. Jadi kami pergi ke pesta ulang tahun Hugo. Tapi, ada masalah disana. Kami berpisah dan sampai sekarang Mia belum kembali. Gue yakin dia tertangkap dan gue butuh bantuan lo untuk mencarinya."

Dengan wajah terkejut dengan apa didengarnya, Ryan mulai menyambungkan tingkah laku Mia dipertemuannya terakhir kali. Mungkin ini alasan Mia mengundurkan diri. Karena Mia tidak bisa menceritakannya hal yang ingin Mia lakukan.

Mungkinkah Mia mau balas dendam? batin Ryan.

"Mia tertangkap? Tapi, bagaimana bisa? Apa yang terjadi?"

"Gue tidak tahu persis. Mia tidak memberi tahu detailnya. Tapi, gue merasa bahwa dia dalam bahaya. Tolong, Ryan, gue butuh bantuan lo. Gue gak tahu di mana Mia disekap."

Suasana di ruang tamu Ryan menjadi tegang. Ryan memandang Emily dengan penuh pertimbangan, menyadari bahwa ini adalah situasi serius dan mereka harus bertindak cepat.

"Baiklah, Emily. Gua akan membantu lu cari Mia. Kita harus bekerja sama dan mencari petunjuk. Kita tidak boleh menyerah."

Emily terharu mendengar jawaban Ryan. Ya, Emily sudah dengar dari Mia, bahwa mereka sudah putus sejak lama. Namun, Emily tak menyangka Ryan masih perhatian meski sudah menjadi mantan.

"Makasih, Ryan. Gue tahu gue melanggar ucapan Mia, tapi gue gak bisa tinggal diam. Kita harus menyelamatkannya."

.                                 Bersambung...

Love's Unexpected PathWhere stories live. Discover now