Bab 16

1 0 0
                                    

Beberapa hari pun berlalu. Di pagi harinya Mia akhirnya dinyatakan sudah sehat dan diberi izin pulang ke rumah bersama Damaris. Namun, Daniel masih sibuk dengan pekerjaannya diluar rumah dan tak bisa mengantar Mia pulang. Mia duduk di sofa sambil memperhatikan dari jauh Damaris yang sibuk memasak di dapur.

Tiba-tiba, api di kompor membesar sedikit karena Damaris tidak sengaja menumpahkan minyak tumisan ke api. Melihat kobaran api itu, kepala Mia mulai pusing. Damaris segera menyadari keadaan Mia dan dengan cepat mematikan kompor.

Damaris khawatir dengan kondisi Mia dan bertanya, "Mia, apa kamu baik-baik saja?"

Mia mencoba tersenyum dan menjawab, "Iya, aku baik-baik saja, Ma. Hanya sedikit pusing."

Damaris sibuk membersihkan minyak di meja dan melihat Mia dengan perhatian. Dia merasa ada sesuatu yang Mia sembunyikan.

Damaris akhirnya menghampiri Mia dan dengan lembut bertanya pada anak pertamanya itu. "Nak, apa yang kamu rasakan sekarang? Coba cerita sama Mama."

Damaris duduk tegak di sofa, menggenggam tangan Mia. Mia merasakan kebimbangan, tapi ia tidak ingin merasakan mimpi buruk itu dan ingin menemukan jawaban selama Mia dirawat.

"Ma, aku mimpi yang mengerikan, seperti terkurung dalam kobaran api. Apa yang terjadi semenjak aku keluar penjara?"

Damaris terkejut mendengarnya dan berpikir cukup lama sebelum akhirnya mengalah dan memutuskan untuk menceritakan sesuatu pada Mia.

Damaris dengan hati-hati mulai menceritakan masa lalu yang tersembunyi. "Nak, waktu itu kamu ditolong oleh seseorang dan membawamu ke rumah sakit. Tapi, kamu seringkali bermimpi hal-hal yang sangat kacau dan mengerikan. Bahkan setelah keluar dari rumah sakit, mimpi-mimpi itu terus menghantui kamu. Kamu memilih bunuh diri. Untungnya masih bisa diselamatkan."

"Kami benar-benar bingung dengan keadaan itu. Tapi Papamu menyarankan kamu dibawa ke seorang psikiater. Mau gak mau Mama setuju dengan keputusan Papamu. Kami membawa kamu ke psikiater dan melakukan  hipnoterapi untuk melupakan trauma itu."

"Siapa yang menolong aku waktu itu, Ma?"

Damaris terdiam. Pikirannya bergejolak, ada banyak hal yang terjadi di masa lalu dan tak ingin putri pertamanya itu tahu. Namun, Damaris juga berpikir terlalu lama menyimpan rahasia tak akan baik.

Damaris menghembuskan nafas perlahan. "Kamu siap mendengarkan ini, Nak?"

"Aku siap, Ma." Tatapan Mia menunjukan kesungguhan tak akan takut mendengar cerita dari Mamanya. Apapun itu Mia siap menerimanya.

"Namanya Noah. Dia sering membantu kami dari waktu Papamu bangkrut dan membantu mengeluarkan kamu dari penjara. Bahkan menolong kamu di detik-detik kamu dibully habis-habisan oleh teman-teman sekolah kamu, Nak. Mempertimbangkan segalanya, kami memutuskan membawamu pindah ke luar negeri."

"Apa aku bisa bertemu dengan, Pak Noah?"

"Mama harus mengatur jadwalnya pertemuan dulu, Nak. Bersabar'lah."

●•●•●•●        ●•●•●•●        ●•●•●•●

Mia duduk di ranjang sambil  memandangi langit senja melalui jendela yang dibuka.
Pikiran Mia terbang kemana-mana, memikirkan dan merasa hidupnya dipermainkan oleh takdir.

Padahal Mia tidak pernah berbuat jahat atau menyakiti pada siapapun. Kenapa Mia harus mengalami kejadian serumit ini? Apa salah dirinya? Apa salah keluarganya?

Mia menutup matanya berusaha meredam kemarahannya. Ia tidak boleh terpaku pada semua perasaan itu, ia harus tetap maju kedepan. Mia mulai berdiri dari ranjang.

Love's Unexpected PathWhere stories live. Discover now