Bab 12

1 0 0
                                    

Dalam mata Mia yang masih tertutup. Mia mengira-ngira mungkin sudah berhari-hari ia terkurung disini. Mia sudah mencoba berbagai cara melepaskan diri, tapi itu tidak bisa dilakukannya. Karena cincin berisi pisau kecil juga turut diambil oleh mereka.

Terdengar suara pintu digeser dan derap sepatu kantoran menggema di ruangan ini. Mia yakin suara sepatu ini bukan milik bawahan Hugo, melainkan milik Hugo sendiri.

Entahlah, Mia sendiri tidak tahu apa yang membuat Hugo kemari. Apa karena dirinya menyusup dan tertangkap membuat Hugo tertarik datang? Yang jelas Mia merasakan suasana secara tiba-tiba menegang kala suara sepatu itu semakin dekat.

"Jadi, kau kembali lagi, Mia? Saya tidak pernah mengira kau akan berani memasuki kota ini lagi. Sepertinya kau memilih untuk masuk ke kandang singa."

Mia merasakan kemarahan memenuhi dadanya, tetapi ia tetap diam. Ia tahu bahwa melawan Hugo dalam keadaan seperti ini hanya akan membuat segalanya menjadi lebih buruk.

"Kau berpikir kau bisa melarikan diri dari kuasa dan pengaruh saya?" ucap Hugo dengan mengejek, "jujur saja kau salah besar, Mia. Kali ini, saya tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Saya akan menghancurkan hidup kau, sama seperti yang kau lakukan terhadapku."

Mia tetap memilih terdiam tidak menanggapi perkataannya barusan. Mia merasa Hugo terlalu kekanak-kekanakan dan percaya kalau itu semua ulah Mia.

Bila Mia melakukan pembunuhan, mengapa Mia tidak lari saja? Keanehan itu tidak pernah disadari Hugo dan justru Hugo menaruh dendam. Mengira Mia adalah pelakunya dan bukan mencari tahu kebenarannya.

"Saya punya bukti kematian ibu Anda, Hugo!"

Tawa jahat Hugo mengisi ruangan yang besar itu. Itu membuat bulu kuduk Mia berdiri dan makin memperlihatkan sifat kejamnya Hugo.

Mungkin karena Mia sudah lama tidak pernah memperhatikan berita tentang Hugo, makanya Mia baru menyadarinya bahwa Hugo bisa sekejam ini.

"Kau pikir saya akan percaya omong kosong kau berikan? Tidak-tidak. Saya tidak akan memberimu kesempatan kedua, Mia. Saya sudah bosan dengan permainan kau!"

Mia sudah menduga Hugo tidak akan percaya dengan kejujurannya. Lebih baik Mia tetap diam, menahan emosi dan ketakutan yang melanda. Daripada membuat satu kesalahan kecil, yang bisa berakibat fatal kedepannya.

Akhirnya, setelah pembicaraan yang panjang, Hugo memutuskan untuk mengambil tindakan lebih jauh. Dia memanggil salah satu bawahannya dan memberi perintah untuk menyiksa Mia.

"Lakukan apa pun yang perlu kau lakukan untuk mendapatkan informasi darinya. Saya ingin dia merasakan kesakitan yang sama seperti yang saya alami."

Suasana ruangan dipenuhi dengan ketegangan. Kegelapan mulai menghampiri kala suara pintu tertutup terdengar. Mia tahu bahwa saat ini ia berada dalam bahaya besar, dan ia harus mencari cara untuk tetap kuat dan bertahan.

•●•●•● ●•●•●•● ●•●•●•●

Galen menghentikan langkah kakinya tepat didepan gerbang hitam rumah seseorang. Galen mengulurkan tangannya untuk memencet Bell yang sengaja dipasang dekat gerbang.

Tak lama seorang pelayan perempuan keluar dari dalam rumah, membawa kunci gerbang seolah sudah tahu mengenai kedatangan Galen.

Pelayan tersebut membawa Galen memasuki rumah yang megah yang taman depannya dipenuhi tumbuhan nan air mancur.

Sesampainya didalam ruangan tamu. Galen menundukkan seluruh badannya terhadap seorang pria yang duduk menunggu dirinya.

"Selamat malam, Tuan."

"Apa saja yang terjadi, Galen?"

"Saya minta maaf, saya gagal melindungi Nona Mia dan gagal melaksanakan rencana Anda, Tuan. Saya khawatir dengan kondisi, Nona Mia. Dia bersikeras meminta saya membawa bukti yang ditemukan, Nona."

Belum sempat pria asing itu menjawab. Tak lama keluar seorang wanita paruh baya dari dalam rumah pria asing tersebut. Wanita paruh baya mendengar dengan jelas siapa yang mengobrol malam-malam begini dan hal itu menariknya menghampiri ruang tamu.

"Apakah tidak bahaya membiarkan ini berlarut-larut? Kita harus melindungi Mia."

Wanita paruh baya itu segera duduk di sofa beberapa meter dari pria itu. Seolah menunjukan sikapnya tak nyaman dengan obrolan ini.

"Saya mengerti kekhawatiranmu, Ibu. Tapi, dengan membiarkan kejadian ini berlanjut, kita dapat mengumpulkan bukti yang lebih kuat untuk mengungkap siapa pelaku sebenarnya. Dia bergerak dengan hati-hati tanpa menimbulkan kecurigaan bagi keluarga Ibu maupun Ayah kandung saya."

"Tapi apa yang akan terjadi pada Mia? Apakah kita harus menunggu sampai dia terluka lagi?"

"Ibu, tenang saja. Saya sudah menyiapkan rencana agar Ibu muncul dan membuktikan anggapan Hugo selama ini salah."

Lebih baik nanti saya bertemu putra saya, batin wanita paruh baya sembari menatap obrolan mereka.

●•●•●•● ●•●•●•● ●•●•●•●

Mia terbangun dalam keadaan terikat di kursi, tak berdaya dalam ruangan yang sunyi. Hanya sinar bulan yang samar-samar menerangi kegelapan.

Ia merasakan ketakutan melanda tubuhnya saat menyadari bahwa ia tidak sendirian di sana. Seorang suruhan yang kejam, muncul dari bayang-bayang. Wajahnya dipenuhi dengan kebencian dan kepuasan jahat.

Dalam keheningan yang menyeramkan, dia mulai memukuli Mia tanpa belas kasihan. Setiap pukulan yang menghantam tubuhnya menyebabkan rasa sakit yang tak terbayangkan.

Mia berjuang untuk menahan rasa sakit dan ketakutan. Darah mengalir dari luka-luka di wajahnya, menciptakan jejak merah yang menyeramkan di kulit pucatnya.

Ia merasakan kelemahan merayap di dalam dirinya seiring dengan setiap pukulan yang bertubi-tubi. Mia mencoba berbicara, tetapi hanya kata-kata caci maki yang keluar dari mulutnya.

"Kamu... kamu monster!" lirih Mia sembari menatap tajam pria itu.

Pria itu hanya tersenyum sinis, menikmati penderitaan Mia. Dia tahu bahwa kata-kata kasar yang dia lontarkan hanya akan membuat Mia semakin terluka secara emosional.

"Lu pikir gue peduli dengan omong kosong lu? Lu cuma boneka yang harus gua habisi."

Mia berjuang untuk tetap sadar, tetapi pukulan demi pukulan membuatnya semakin lemah. "T-tolong sampaikan kepada Hugo, a-aku memiliki bukti atas kematian Ibunya ..."

Akhirnya, tubuhnya tidak mampu lagi menahan rasa sakit dan kelelahan yang melanda. Ia merasakan kegelapan menghampirinya saat kesadarannya memudar.

.                                 Bersambung...

Love's Unexpected PathWhere stories live. Discover now