Bab 20

1 0 0
                                    

Hugo dan Mia meninggalkan rumah dengan hati yang berat setelah menghadapi kemarahan Daniel. Meskipun kemarahan Daniel sudah mereda, mereka memutuskan untuk mengunjungi salah satu wahana permainan di kota tersebut untuk menghibur diri.

Saat mereka bermain di wahana permainan, Mia merasakan jantungnya berdegup kencang ketika berada dekat dengan Hugo. Terutama saat mereka menaiki wahana kapal terbang, Mia merasakan ketakutan yang memuncak dan memeluk Hugo erat ketika perahu terbang naik dan turun seperti pelosotan.

Hugo pun terkejut akan pelukan kejutan dari Mia. Dia pun memandangi wajah Mia yang begitu dekat.

Cantik, batin Hugo.

Hugo semakin mengeratkan pelukan itu agar Mia tenang selama bermain wahana itu. Dia tahu Mia sangat takut dan mungkin ini awal pertama kalinya Mia bermain disini.

Selesai bermain di wahana permainan tersebut. Mia merasakan tubuhnya kelelahan, terutama jantungnya yang tidak aman didekat Hugo.

"Hugo, aku mau istirahat dulu di stand sana, ya." Mia menunjuk ke arah stand di sebelah kanannya. Yang lalu, dianggukin Hugo.

"Aku ikut, Mia."

Niatnya Mia ingin menjauh dari Hugo, tapi kenapa Hugo semakin tak ingin jauh dari dirinya. Mia merasa jantungnya semakin tak aman kalau begini ceritanya.

Tanpa berlama-lama, mereka menghampiri stand makanan tempat wahana ini. Mia berusaha untuk mencari cara agar bisa mengamankan jantungnya.

"Aku cari tempat duduk dulu."

"Oh iya, Mia. Mau pesan apa kamu?" tanya Hugo menahan Mia yang baru melangkah.

"Pesankan sesuai kamu aja, Hugo."

Mia segera melenggang pergi, berusaha menyembunyikan salah tingkahnya. Sampai depan meja, Mia segera duduk. Ia kembali mengambil buku gambarnya dan melanjutkan gambaran yang belum selesai kemarin.

Tiba-tiba, Hugo datang dengan membawa cemilan ke meja Mia. Hugo sedikit tertarik dengan gambaran yang Mia buat. Matanya tertuju pada gambar seorang anak SMA dan anak SD yang sedang memegang payung, mengingatkannya pada masa lalunya.

"Itu masa lalu kamu, Mia?"

"Iya, anak SMA ini begitu baik sama aku. Tapi sayangnya aku nggak tau siapa nama anak SMA itu."

"Kamu sekolah dimana?"

"SD Cendramata."

Hugo terdiam dan pikirannya mengingatkan pada lambang baju dari anak SD itu. Benar, lambang SD Cendramata, sekolah yang sangat elite dan banyak anak-anak orang kaya bersekolah disana.

"Boleh aku lihat payungmu, Mia?"

"Ah, eh, kenapa tiba-tiba mau melihat payung aku?" tanya Mia yang masih belum sadar. Ia segera mengambil payung itu dari dalam tas dan memberikan kepada Hugo.

"Ini payung aku yang aku cari-cari. Terima kasih masih menyimpannya untukku."

Mia tercengang dan masih berusaha mengelola dikatakan Hugo. Setelah beberapa saat, Mia akhirnya tertawa kecil, menyadari betapa dekatnya takdir mereka. "Ya, aku tidak pernah berpikir bahwa kita akan bertemu di sini, di tempat ini."

Hugo merasa campur aduk. "Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa anehnya perjalanan hidup ini. Siapa sangka kita akan saling bertemu dan terhubung seperti ini."

Mia mengangguk setuju, "Benar, takdir memang memiliki caranya sendiri untuk menghubungkan orang-orang. Aku merasa beruntung bisa mengenalmu, Hugo."

●•●•●•●        ●•●•●•●        ●•●•●•●

Roy dan Liam berlari melintasi gang-gang kecil di sekitar tempat tinggal penembak itu. Mereka bertanya kepada tetangga-tetangganya apakah mereka mengenal pria yang ada di foto. Lalu, Roy dan Liam menghampiri rumah selanjutnya dan bertanya hal yang serupa.

"Selamat siang, Ibu. Saya sedang mencari orang ini. Apa Ibu kenal dia?" tanya Liam sembari menunjukkan foto ke arah wanita tua itu.

Salah seorang tetangga itu mengangguk dan menunjukkan rumahnya. "Benar. Rumahnya disebelah sana, dua atau tiga rumah dari sini."

"Terima kasih, Ibu. Saya permisi."

Tanpa sepengetahuan Roy dan Liam, tetangga tersebut diam-diam menghampiri rumah penembak dan dengan sengaja menunjuk rumah yang salah kepada mereka.

Sementara itu, Liam yang selalu waspada, merasa ada yang tidak beres. Ia menoleh ke belakang dan benar saja, penembak itu melarikan diri dengan bantuan warga sekitar. Tanpa ragu, Roy dan Liam memutuskan untuk mengejar penembak tersebut. Kejar-kejaran pun dimulai.

Dengan kecepatan dan ketangkasan mereka, Roy dan Liam berhasil mendekati penembak itu. Mereka melewati berbagai halangan dengan lancar, seperti melompati pagar dan menghindari rintangan di sepanjang jalan. Penembak itu terus berlari, tetapi mereka tidak mau kalah.

Tanpa disadari, mereka berlari memasuki area perkotaan. Dan itu, membuat penembak terjebak di sudut gedung dan ternyata jalan buntu. Penembak itu tidak berhenti mencoba, dia mengeluarkan pistol untuk menembak Roy dan Liam agar mengecoh perhatian mereka.

Hanya saja, Roy juga tidak ingin menyerah. Dengan cepat, dia menembak tangan penembak tersebut sehingga pistol terjatuh. Lalu, berganti menembak kakinya agar membuatnya tidak bisa bergerak.

Roy dan Liam menghampiri penembak itu. Dapat dilihat wajah penembak itu penuh kemisteriusan, seolah menyembunyikan banyak hal. Namun, itu tidak membuat Roy dan Liam menyerah. Mereka berdua segera menyeret penembak itu dan mengikat kedua tangannya.

Tak lupa mereka juga memberi pengobatan ringan agar penembak itu tidak mati. Karena Boss mereka membutuhkan penembak itu dalam keadaan hidup.

.                       END                            .

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 19 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love's Unexpected PathWhere stories live. Discover now