01. Pertemuan

790 111 80
                                    

Sebuah rumah makan prasmanan sederhana yang berada tidak jauh dari kampus itu mendadak ramai, membuat Janu dengan terpaksa mengalihkan pandangannya dari gawai yang digenggamnya. Ia menoleh pada jalanan di depan rumah makan, dilihatnya banyak sekali orang yang kini masuk ke dalam rumah makan usai memarkirkan motor mereka di bahu jalan. 

Mencoba untuk tidak mempedulikannya, Janu kembali berfokus pada gawai dan juga makanannya yang belum tersentuh. Sebenarnya, bukan hal aneh kalau rumah makan ini mendadak ramai; karena biasanya anak-anak kampus selalu datang secara bersamaan, apalagi kalau misalnya satu kelas. Selain murah, rumah makan ini memang cukup dikenal di kalangan anak-anak kampus maupun staff. 

Namun, baru beberapa saat Janu berselancar di dunia maya, ia mulai merasa terganggu dengan suara-suara bisikan anak perempuan di sebelah mejanya. Janu merasa risih. Sejujurnya, ia tidak akan merasa risih jikalau kedua perempuan itu sibuk membahas tugas atau mungkin hal-hal seperti hobi mereka, bukan justru berbisik membicarakan seorang laki-laki dengan kata-kata penuh sanjungan hiperbolis―membuatnya jadi penasaran, memangnya laki-laki yang disanjung itu orang yang seperti apa, sih?

Dengan kening yang mengerut, Janu mengangkat kepalanya. Ia lalu menatap ke arah Senja yang masih asik mengunyah makanan dengan sesekali mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama musik yang berputar dari earphone yang terpasang sebelah di telinganya. 

Janu menyentuh tangan Senja yang ada di atas meja, membuat laki-laki berparas cantik itu menekan ikon pause di layar ponselnya, lalu menatap Janu dengan sebelah alis terangkat. 

"Ada siapa, sih, Ja?" Janu agak membungkuk guna mendekati wajahnya pada Senja lalu berbisik pelan. Kendati merasa terganggu, Janu tidak ada niatan untuk menyinggung perempuan yang duduk di sebelah mejanya. Matanya melirik pada kedua perempuan itu yang membuat Senja mengikuti arah lirikannya. "Mereka, kok, rame banget?"

Seolah tidak acuh, Senja justru menyuapkan sesendok makanan miliknya ke dalam mulut. Lalu, dengan pipinya yang penuh dengan makanan, Senja menunjuk ke arah sekumpulan Mahasiswa yang tengah mengantri untuk mengambil makanan. Janu yang melihat itu hanya menatapnya dengan bingung, ia lalu kembali menatap ke arah Senja.

"Siapa?"

"Ada Pangeran Es muncul."

Kening Janu mau tidak mau mengerut mendengarnya. Kok, rasanya title nya terdengar sedikit berlebihan, ya? Apakah dia jelmaan Elsa?

Tapi kendati merasa demikian pun, Janu tetap mencoba mengingat seluruh anak kampus yang diingat meski hanya segelintir. Soalnya, kalau sampai disebut Pangeran, bukankah orang itu benar-benar tampan? Kalau begitu, seharusnya Janu langsung menyadarinya. Bahkan bisa-bisa sampai menjadi bahan untuk fantasi cerita fanfiksi yang ditulisnya secara diam-diam di sebuah situs web yang mempunyai tajuk, 'lepaskan imajinasimu'.

Kira-kira, kalau orang itu memang belum pernah dilihatnya, orang yang disebut-sebut sebagai Pangeran ini cocoknya menjadi bagian 'penyerang' atau justru 'penerima', ya?

Sedikit penasaran, Janu kembali memutuskan untuk menoleh ke arah yang dimaksud Senja. Kedua alis Janu terangkat naik melihat sosok Jalu di sana. Lalu dengan kening yang mengerut, Janu kembali menoleh ke arah Senja.

"Jalu maksudnya?"

Dari mereka sekolah, Jalu itu memang terkenal. Bahkan, berbeda dengan Janu yang memilih untuk menjadi Mahasiswa kupu-kupu, Jalu itu terhitung aktif di organisasi. Bahkan rumor yang dia dengar, tidak sedikit yang mengungkapkan perasaannya setelah OSPEK pada Jalu. Tapi, rasanya title Pangeran Es itu sama sekali tidak cocok dengan sahabatnya yang satu itu.

Jalu memang tampan, tapi dia tidak pernah bersikap dingin―ya, meski terkadang laki-laki itu memang agak congkak.

"Hah? Kenapa Jalu?" Senja menaikkan sebelah alisnya, namun kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya seolah setuju, "Ya, tapi nggak salah juga, sih. Dia makin populer juga soalnya."

Fudanshit [SungJake]Where stories live. Discover now