02. Kontradiksi

670 104 23
                                    

Janu saat ini hanya bisa mengutuk Senja yang membuat jaketnya kotor tadi siang. Dia benar-benar lupa kalau hari ini sudah mulai rapat untuk pameran tahunan―Janu sebenarnya memang tidak ingin ikut organisasi kampus manapun, tapi nyatanya ia benar-benar lupa dengan himpunan jurusan yang mewajibkan seluruh Mahasiswanya untuk ikut serta. Jadi, di sinilah ia, di ruang gabungan yang menggunakan air conditioner central dengan suhu yang begitu dingin dan hanya menggunakan selembar kaos tipis. Bahkan, Janu sudah tidak lagi bisa fokus lantaran tubuhnya yang menggigil. Ia berharap, Kak Jojo, selaku Ketua Himpunan segera menutup rapat hari ini. 

Selain karena merasa kedinginan, Janu juga ingin cepat-cepat sampai di kostan. Rasanya dia ingin mandi lalu rebahan dengan nyaman di kasurnya sambil membaca lanjutan komik yang baru saja update. 

Layar ponselnya yang tiba-tiba menyala, membuat Janu mengalihkan perhatiannya. Sebuah notifikasi baterai ponselnya yang hanya tersisa tiga persen muncul di layar, membuat matanya membola. Ia lalu menoleh ke arah laki-laki bermata bulat bagaikan rusa di sebelahnya, Mahesa Nararya, yang masih berfokus mendengarkan rapat.

"Sa." Janu berbisik, mencoba tidak mengganggu yang lain dengan suaranya. Tidak kunjung mendapatkan atensi yang bersangkutan, Janu menarik-narik pelan ujung kemeja flanel yang dikenakan Mahesa. Dan, berhasil, akhirnya Mahesa menoleh ke arahnya dengan sebelah alis yang tertaut. Bingung. 

"Ada power bank nggak?"

Mahesa menggelengkan kepalanya. Lalu, menunjuk pada salah seorang perempuan yang duduk tepat di depan Janu dengan dagunya. 

"Coba tanya Gisella," sahut Mahesa agak berbisik, "Biasanya dia ada."

Janu menatap perempuan yang duduk di depannya dengan sedikit ragu. Namun demi dirinya sendiri, Janu memberanikan diri, lalu menepuk pelan pundak perempuan itu dengan ujung pulpen yang dipegangnya.

"Ada power bank, nggak, Sell?" Janu melemparkan pertanyaannya tepat saat Gisella menoleh ke arahnya. 

Gisella tidak lantas menjawab. Perempuan itu hanya menunjukkan power bank berwarna putih yang berada di dalam genggamannya. Desah kecewa lantas keluar dari mulut Janu saat mendapati lampu indikator power bank milik Gisella sudah berkedip―tanda daya yang digunakan sudah habis. 

"Thank you, Sell," bisik Janu kemudian. 

Ia kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, sementara kedua tangannya mencoba mengelus lengannya yang terkena angin air conditioner secara langsung. 

Sepertinya, setelah rapat selesai pun, Janu tidak bisa langsung pulang. Dia harus mengisi daya ponselnya terlebih dahulu untuk memesan transportasi secara daring. Dan, tampaknya keinginannya untuk segera bersantai sambil menikmati hobinya harus ditunda sedikit lebih lama. 

Hela nafas lega keluar dari mulut Janu, saat sang Ketua Himpunan di depan sana akhirnya menutup rapatnya dengan salam penutup. Ia melirik pada jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam sore lewat lima belas menit. Pantas saja, dari tadi ia mendapati Satpam kampus sudah melewati ruangan ini hingga tiga kali. Seluruh kelas perkuliahan seharusnya sudah bubar hingga pukul empat dan ruangan sudah harus dikunci di pukul lima sore. 

Tangan Janu segera meraih tas selempang miliknyadan menyampirkannya di pundak. Ia bersiap-siap menuju gedung C yang terletak terpisah dari gedung A dan gedung B. Saat ini, dirinya berada di gedung B, dan bisa saja, Janu mengisi daya ponselnya di sini, tapi dirinya lebih memilih sedikit berjalan dibandingkan di gedung ini yang terlihat lebih angker dibandingkan dengan gedunh-gedung yang lain. Dia pernah dengar, katanya ada Kating yang pernah melihat bayangan berwarna hitam besar di gedung ini―okay, stop. Jangan dibicarakan, nanti kalau Janu diikuti bagaimana?

Fudanshit [SungJake]Kde žijí příběhy. Začni objevovat