12. Pretend

496 82 63
                                    

Dengan terburu-buru, Janu melompat bangun dari tempat tidurnya, saat melihat ponsel dan mendapati sang waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Belum lagi ada dua belas panggilan tidak terjawab dari Sagara dan juga sebuah pesan singkat dari sang Kekasih yang mengatakan sudah di depan kost sejak sepuluh menit yang lalu. Terlalu terburu-buru, membuat Janu tidak lagi sadar dengan penampilannya kini. Muka bantal. Kaos tanpa lengan yang kebesaran, hingga salah satu talinya turun hingga ke lengan. Atau, panjang kaosnya yang nyaris menutupi celana pendek sebatas paha yang hanya menunjukkan kaki rampingnya. Juga, rambut yang sedikit acak-acakkan. 

Semalaman suntuk, ia lagi dan lagi sulit tidur. 

Usai Sagara pamit pulang, sore kemarin, pikiran Janu hanya tertuju pada Senja.

Janu sama sekali tidak mood melakukan apapun. Membaca komik BL ataupun menonton serial animasi sama sekali tidak membantu. Alih-alih merasa senang, Janu justru semakin teringat Senja. 

Bahkan mood mencicil scene tugas animasi miliknya pun mendadak hilang. Pikirannya benar-benar kembali kalut. Rasa resah dan juga gelisah kembali menghantuinya.

Perputaran tanya kenapa kembali berputar di kepala, tanpa ia ketahui jawabnya. 

Janu benar-benar tidak tahu; sejak kapan dan apa alasan Senja bisa jatuh cinta padanya. Tapi, hubungan persahabatan mereka yang sudah terjalin selama delapan tahun lebih, masa harus tiba-tiba berakhir seperti ini? 

Janu benar-benar tidak tahu; bagaimana ia harus menghadapi Senja nantinya. Dia juga tidak tahu, apa lagi yang harus dibicarakan agar bisa menyelamatkan pertemanan mereka. 

Lagi, Janu tidak pernah menyangka salah satu dari mereka akan menyimpan perasaan seperti ini.

Dan Janu baru bisa terlelap semalam, saat daftar musiknya secara acak memutar dentingan piano sonata nomor empat belas milik Beethoven. Moonlight. Sebuah lagu yang begitu emosional. Diciptakan Beethoven untuk orang yang dicintai, namun tidak berakhir bahagia. 

Tangan Janu dengan cekatan kini melepaskan kunci yang tergantung di pintu kost setelah membukanya. Lalu, membawa kakinya yang tanpa alas menuju pintu pagar. 

Pintu pagar kost Janu itu selalu tertutup dan digembok. Setiap kamar mempunyai kuncinya masing-masing. Mempunyai sistem; keluar dan masuk kost harus selalu mengunci pintu pagar. Berjaga-jaga, agar kendaraan bermotor yang ada di dalam kost tidak hilang. Bisa dibilang, daerah kost nya ini memang terbilang sepi dan sering ada kasus pencurian motor. 

Janu menyembulkan kepalanya sedikit dari celah-celah pintu pagar yang sedikit ia buka. Kedua alisnya mengernyit sementara matanya menyipit. Mencari-cari sosok Sagara. Janu baru membuka lebar pintu pagar saat mendapati laki-laki itu tengah berbicara dengan sekumpulan Bapak-Bapak di warung serba ada yang berseberangan dengan gedung kost nya. 

Mulut Janu yang hendak memanggil Sagara lantas terkatup rapat. Sementara kedua alisnya kini terangkat heran, melihat Sagara dengan tergesa-gesa berjalan ke arahnya sambil melepaskan jaket denim yang dikenakan. Janu heran. Kenapa juga Sagara berjalan dengan wajah merengut dan meninggalkan motornya yang terparkir di depan warung begitu saja.

Janu berubah masam, saat laki-laki jangkung itu secara tiba-tiba menyeret pergelangan tangannya ke balik pintu pagar. Protes yang ingin dilayangkan mendadak diurungkan saat ujung jari Sagara menyentuh kulit lengan atasnya. Sepasang matanya secara spontan melihat tangan Sagara. Ia segera menepis tangan Sagara dan menarik tali kaos tanpa lengannya sendiri ke atas. 

Wajah Janu benar-benar memerah. Ia menghindari kontak mata dari Kekasih jangkungnya. Tanpa menoleh dan kata, ia meraih jaket denim milik Sagara yang disodorkan padanya. Dan segera memakainya. 

Fudanshit [SungJake]Where stories live. Discover now