05. Trope Apa?

541 84 36
                                    

"Nu, anak-anak nanti siang ngajakin makan geprek di Delima."

Ibu jari Janu yang tengah menari dengan lincah di atas layar ponsel pintarnya lantas terhenti. Sepasang matanya yang sedari tadi berkutat dengan ponsel kini teralih pada sang sumber suara. Ditatapnya Mahesa yang duduk di sebelahnya yang masih asik bergelut dengan laptop tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya.

"Telat," sahut Janu kemudian seraya menggoyangkan ponsel pintarnya yang sudah terkunci, "Aku baru aja diajakkin makan sama temenku." 

Jawaban Janu sukses menarik atensi Mahesa secara keseluruhan. Membuat laki-laki yang tengah berkutat membuat gambar frame per frame itu lantas terhenti begitu saja. Ia menoleh lalu memberikan tatapan selidik pada Janu, "Senja? Emangnya kalian mau makan di mana?"

"Kalo belom tau, ya, ajak aja," timpal Mahesa lagi dengan cepat, sebelum Janu bisa membalas perkataannya, "The more the merrier, kan?"

"Tapi, yakin, nih, aku ajak? Bukan Senja, lho?"

"Lho, Jalu?" 

Janu menggeleng, "Saga. Eh, nggak tau, deh, Jalu bakal ikut apa nggak. Dia tergantung mood soalnya."

Kening Mahesa mengerut samar, "Sama Sagara lagi?"

Lagi?

Kening Janu mengerut samar mendengar penuturan Mahesa. Memangnya, sudah berapa kali dia makan dengan Sagara belakangan ini? Rasanya tidak―ah, lupakan. Dirinya memang terlalu sering bersama Sagara belakangan ini. Ini sudah terhitung dua minggu sejak dia mengenal Sagara dan nyaris selama dua minggu itu pula dirinya memang lebih sering menghabiskan makan siang bersama Mahasiswa dari jurusan sebelah itu.

Tapi, mau bagaimana lagi? Sagara itu orangnya memang terhitung asik untuk diajak bergurau. 

Janu selalu bisa berbicara to the point pada laki-laki itu. Sama seperti ketika ia bersama Senja ataupun Jalu. 

"Ini kamu lagi pendekatan sama Saga atau gimana, deh, Nu?" Mahesa kembali melemparkan tatapan penuh selidik. Tubuhnya sudah memutar sempurna menghadap ke arah Janu, tidak lagi peduli pada Dosen Pembimbing Praktik yang mungkin bisa kapan saja berkeliling untuk mengecek progress mereka, "Udah nyaris dua minggu ini, kamu makan siang sama Saga terus. Sama aku nya kapan?"

"Mana ada, sih, pendekatan?" Bibir Janu mencebik. Kini pandangannya mencoba kembali berfokus pada layar komputer miliknya, mencoba mengecek key frame dari cut scene yang baru saja diselesaikannya tadi setelah menaruh ponselnya secara asal ke atas meja. Dia menarik nafas pelan, "Sagara itu cuma temen, sama aja kaya kamu, Sa. Temen aku."

"Oh? Aku juga masih dianggap cuma temen, nih?" Mahesa memberikan ekspresi sedih yang dibuat-buat, " Nggak mau bilang gebetan?"

Tangan Janu yang kini tengah menggulirkan mouse terhenti. Matanya melirik pada Mahesa sejenak. "Loh, lebih jelas temen nggak, sih, Sa, dibandingkan gebetan?" Janu tertawa kikuk, matanya memilih untuk kembali menatap layar dibandingkan harus menatap laki-laki yang lebih besar darinya itu, "Seenggaknya, best best best friend, lah, kamu, Sa, buat aku."

Mahesa berdecak. Kini laki-laki itu kembali berfokus pada layar laptopnya sendiri sebelum menghela nafas berat. "Kapan, sih, kamu bisa serius, Nu, nanggepinnya?"

Nanti, ya, Sa, kalo misalnya OTP aku bisa nikah secara canon di anime nya.

Rasanya, Janu ingin berkata demikian, tapi tentu saja, dirinya mana ada keberanian untuk mengatakan hal itu. Tidak, dia yakin seratus persen, OTP nya itu tidak akan menjadi canon di sebuah anime shounen, jadi itu bukanlah yang dikhawatirkannya. Dia hanya takut ditanya-tanya siapa OTP yang dimaksud―bisa-bisa ketahuan kalau dia ini penumpang kapal homo. 

Fudanshit [SungJake]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora