04. Straight?

573 91 21
                                    

"MAS JANU!"

Langkah kaki Janu yang hendak memasuki ruang 304 itu terhenti, saat suara yang begitu memekakkan telinga memanggilnya. Bahkan suara itu tidak hanya membuat dirinya saja yang menoleh, tidak sedikit teman sekelasnya pun yang ikut menoleh pada seorang perempuan yang berlari kecil ke arahnya dengan penuh semangat dan sebuah kantung kertas di tangannya. Kening Janu tidak bisa tidak mengerut melihatnya. Tumben sekali, anak pemilik kostnya, Hannie, tiba-tiba mengajaknya berbicara di kampus seperti ini. 

"Wah, siapa, tuh, Nu?";

"Janu punya pacar?";

"Adek, jangan mau sama Janu!";

"Dek, hati-hati pawangnya Janu galak!"

"Ngaco lo semua!" Janu mendelik ke arah teman-temannya yang justru berdiri di belakangnya. Ia lalu mengibaskan kedua tangannya di udara; mengusir mereka untuk segera masuk ke dalam kelas layaknya penggembala yang menyuruh hewan ternaknya kembali ke kandang. "Masuk sana. Hush. Hush."

"Adeeek, jangan mau sama Janu! Janu homoannya banyak banget!"

"Mulut siapa itu?" Janu refleks menoleh ke arah sumber suara, dilihatnya kepala Katrine yang menyembul dari balik pintu belakang ruang kelas 304. Perempuan itu tersenyum lebar hingga membuat matanya membentuk sabit lalu melambaikan tangan kecil ke arah Janu. "Wah, nama gue ntar tercemar, anjir, Rin!"

"Ya, kan, gue bener? Senja, Hesa, terus siapa itu dari jurusan sebelah juga, sama kemarin Sabtu, gue liat lo lagi ngedate sama cowok lain lagi di warung gelato, ya!" Katrine dengan semangat menyahuti Janu. Ia lalu menarik Gisella yang baru saja datang dan menarik perempuan itu untuk berdiri di sebelahnya, lalu menyenderkan kepala di bahu Gisella sebelum melanjutkan perkataannya, "Berduaan ngeliatin hape sambil senderan gini."

"Nggak senderan gitu, ya!" seru Janu tidak terima, "Fitnah lo, ah. Lagian lo kenapa nggak negor, deh?"

"Dibilang, gue takut ganggu." Katrine kembali tertawa renyah, "Terus, antara Hesa sama yang kemarin, lo milih yang mana?"

"Nggak―ah, udah sana lo!" usir Janu dengan tangannya kembali ia kibas-kibaskan di udara, sedangkan Katrine hanya tertawa renyah sebelum ditarik kembali ke dalam kelas oleh Gisella. 

Janu hanya bisa menghela nafas berat. Siapa yang sangka, berbicara dengan Katrine membuat energinya terkuras dengan cepat. Dia juga baru ingat, Katrine dan juga Gisella itu, kan, secara terang-terangan dan bangga mengakui kalau mereka itu seorang fujoshi. Yang terkadang otaknya itu benar-benar bisa di luar nalar masalah beginian. 

Ya, sama dengan dirinya sebenarnya. Dan dia sadar.

Tapi, kan, Janu tidak mau untuk jadi yang dishipkan. Dia maunya menjadi nakhoda dibandingkan menjadi sebuah kapal! 

Jika saja rasa gengsinya itu tidak ada, mungkin tadi Janu sudah berkata, "Si Mahesa dibandingin sama gue, lebih cocok sama Juna atau nggak Jalu dari jurusan sebelah, nggak, sih?"

Sayangnya, daripada berani mengakui dirinya sebagai seorang fudanshi, Janu hanya bisa pasrah dan membantah seperti tadi. Imej dirinya yang sudah dibuat dengan susah payah, bisa hancur nanti. Yang berakhir kini, ia hanya mencibir pelan pada perempuan cantik itu.

"Eh, yang tadi bener, Mas?" 

Kedua alis Janu secara spontan menukik. Kalimat itu kembali menarik atensinya secara keseluruhan pada sang adik tingkat yang berdiri di hadapannya kini, sementara matanya menatap penuh selidik melihat sepasang mata penuh binar milik perempuan di hadapannya kini; agaknya dia paham dengan tatapan penuh binar itu, apalagi setelah mendengar perkataan Katrine tadi. Sebenarnya, selain mengenal sang adik tingkat sebagai anak pemilik kost, Janu juga sudah mengenal anak ini sejak dua tahun lalu dari sebuah komunitas di internet; dan siapa yang menyangka kini mereka malah tinggal di kota, kampus, dan juga tempat yang sama.

Fudanshit [SungJake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang