10. Friends Don't Do That

654 83 54
                                    

Sagara menatap layar komputer milik Jalu dengan dagu yang berpangku pada tangan, sementara sebelah tangannya asik scroll ke atas dan ke bawah; menggeser halaman konsep papan permainan yang sudah mereka diskusikan dan buat selama kelas praktikum. Kendati matanya terlihat berfokus pada layar sekalipun, Sagara tidak benar-benar berkonsentrasi dengan baik. Dia hanya asik menggulirkan roda scroll dengan pandangan kosong, meski senyum di wajahnya tidak kunjung hilang sedari tadi, sejak ia meninggalkan kost Janu. Senyum itu masih di sana. Masih terukir dengan manis di wajah rupawannya, kendati kini ia sudah duduk manis di depan komputer milik Jalu sejak sepuluh menit yang lalu. 

Ia menggigit bibirnya. Gila. Sagara benar-benar merasa dibuat sinting sekarang. Janu itu benar-benar ajaib. Beberapa saat lalu, laki-laki itu membuatnya merasa gegana; memikirkan segala kemungkinan orang yang disukai Janu. Dan dalam sekejap, kini ia justru merasa dibuat terbang hingga ke langit kesembilan. 

Bahkan, Sagara juga tidak tahu dari mana keberaniannya saat itu dan bisa-bisanya ia memutuskan mencium Janu tepat di bibir―yang dia ingat, bibir ranum itu terlihat begitu sangat menggoda kala dilihat terlalu dekat. Dia bahkan sudah pasrah kalau setelahnya Janu akan mendorongnya, menamparnya dengan keras, atau bahkan hingga membencinya. Karenanya, saat ciumannya justru disambut, Sagara tidak bisa tidak merasakan gelitik rasa senang yang begitu membuncah di dada bahkan hingga merasakan jutaan kupu-kupu beterbangan di perut yang membuatnya melepaskan semua luapan perasaannya dalam ciuman mereka.

Sagara menggerak-gerakkan mulutnya yang terasa keram dengan tangan yang memegang kedua pipi. Dia benar-benar terlalu banyak tersenyum sejak tadi. Seperti gadis kasmaran yang baru saja menerima pernyataan cinta dari orang yang disukainya. Dia bahkan sudah mencoba menarik nafas dalam-dalam; menetralkan rasa yang masih membuncah di dada, namun hasilnya sia-sia. Tidak berhasil. Bayangan Janu sudah seperti peluru yang bersarang di kepala, sulit dikeluarkan. Namun alih-alih rasa sakit, sudut bibirnya justru selalu terangkat tinggi. Terlebih, kejadian yang baru saja terjadi di antara dirinya dan Janu kini seperti sebuah kaset rusak. Berputar secara berulang-ulang di kepala tanpa bisa ia hentikan. Membuatnya hilang fokus, layaknya seorang pecandu. 

Ah, sepertinya kata pecandu memang tepat untuknya. Dia memang seorang pecandu. Entah sejak kapan, eksistensi Janu sendiri sudah seperti candu untuknya. Segala hal yang ada pada diri Janu Damas Adara selalu membuatnya tergila-gila. Kendati Janu bukanlah obat-obatan terlarang atau Opium sekalipun, tetap saja, eksistensi laki-laki itu semakin berbahaya. Bisa-bisa otaknya benar-benar berhenti berfungsi, lantaran seorang Janu selalu berlari-larian memenuhi isi kepalanya. 

"Lo bisa stop senyum-senyum sendiri, nggak? Dari gue pergi nganterin Juan, sampe gue balik, lo masih aja nyengir. Serem, Anjing."

Sagara menoleh lalu mendongak. Dilihatnya Jalu yang baru saja memasuki kamar seraya melepaskan jaket yang dikenakan. Sagara hanya mendengus lalu kembali memangku dagu dan mencoba memfokuskan pandangannya pada layar. Sejujurnya, ia masih agak sebal dengan Jalu. Dia pikir, Jalu meneleponnya lantaran Senja sudah datang ke kontrakan dan mereka sudah mulai membuka diskusi mengenai desain yang akan digunakan untuk papan permainan mereka. Tapi nyatanya Jalu menyuruhnya datang duluan lantaran Jalu dan juga Juan lupa menaruh kunci kontrakan, sementara anak kontrakan yang lain juga sedang di luar. Benar-benar menyebalkan. Jalu benar-benar berhasil mengganggu waktunya untuk berduaan dengan Janu. 

Getar notifikasi pesan masuk membuat Sagara melirik. Sebelah alisnya terangkat saat mendapati ponsel Jalu yang ditinggalkan di atas meja komputer itu menyala dengan notifikasi dari Senja. Tapi bukan notifikasi dari Senja yang membuat ekspresi heran di wajahnya sekarang. Kurva yang sudah terukir tipis itu kini benar-benar berganti dengan garis horizontal, kala mendapati layar lockscreen Jalu. Dia tahu, Jalu dan Janu itu teman dekat. Keduanya bersahabat. Tapi, sahabat mana yang menggunakan foto sahabatnya yang sedang sendirian untuk menjadi sebuah lockscreen? Lockscreen milik Jalu itu foto Janu yang difoto secara diam-diam dari belakang, dari foto tampaknya Janu tengah bermain-main dengan seekor anak kucing di dalam pet carrier yang berada di dalam mobil. 

Fudanshit [SungJake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang