•Setunggal

1.7K 142 8
                                    

Lahir dari rahim seorang Arkeolog membuat Sedah sering kali menjadi teman dadakan sang Ibu untuk turut ikut ke museum atau pementasan teater seperti sekarang, Sedah menonton tanpa minat cerita cinta antara Ken Arok yang jatuh hati pada Ken Dedes hanya karena melihat betisnya yang bersinar.

Antara percaya atau tidak cerita itu nyata adanya atau karangan manusia sekarang untuk mendapatkan eksistensi khalayak ramai. Sedah tak seperti ibu, semua hal-hal berbau sejarah ibu sangat suka, bekerja di instansi pemerintah setelah lulus sarjana Arkeologi di Universitas Gajah Mada.

Dan Sedah lulus dengan gelar dan kampus yang sama.

"Yang jadi Ken Arok katanya mahasiswa dari Udayana."

Sedah yang menunduk melihat ponsel sejurus kemudian menoleh pada ibu sebelum ikut memusatkan perhatian ke depan, melihat sosok Ken Arok yang diperankan oleh seorang pemuda berwajah manis dengan warna kulit khas pribumi.

"Jauh banget nyampe sini," ujar Sedah.

"Sejarah bisa membawamu kemana saja, Sedah."

Sedah terbangun dari mimpi, nafasnya tersengal-sengal. Ini ketiga kalinya Sedah memimpikan ibu yang sudah tiada satu tahun yang lalu membuat Sedah merasa sangat kehilangan.

"Cah ayu, sudah bangun? Ada Chika sudah datang."

Sedah menggaruk kepalanya, "iya Eyang."

"Mandi dulu sebelum sarapan."

Tak ingin membuat Chika menunggu terlalu lama, Sedah beranjak dari ranjang kamar, jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Jika di rumah, Sedah akan bangun lebih siang antara jam sembilan atau jam sepuluh, namun di rumah Eyang jangan harap Sedah bersantai sampai siang.

Rencananya mereka akan membersihkan gudang belakang dan setelahnya pergi melihat-lihat suasana kota yang sudah lama tak Sedah rasakan, mungkin dua atau tiga tahun setelah dirinya lulus kuliah dan menjadi pegawai museum.

Sebab ibu, Sedah tau seluk beluk sejarah di Nusantara.

Tapi, bukan itu impian sejak kecil yang Sedah inginkan. Namun semakin dewasa, ia paham jika semua ini mungkin saja sudah jalan dari Tuhan, sempat berpikir meneruskan jejak Ibu, namun Sedah dilanda rasa kebingungan.

Sedah Gayatri Basagita adalah nama yang ibu berikan untuknya, sedari TK Sedah menjadi daya tarik para guru karena mempunyai nama yang unik. Salah satu sore, Sedah bertanya pada ibu mengapa harus nama itu? Dan ibu menjawab jika sosok Sedah Mirah adalah wanita cantik yang pandai berdiplomasi. Sedah Mirah juga merupakan pujangga ayu yang sangat populer sebagai penulis kitab Ponconiti.

"Katanya mau bantuin aku bersihin gudang tapi ya baru bangun," Chika menggerutu dengan bibir monyongnya.

"Masih pagi udah riweh."

"Biar gudangnya cepet kepake, mbak!"

Sedah tertawa ringan, bergabung duduk untuk sarapan sebelum membantu Chika untuk membersihkan gudang di rumah Eyang yang katanya akan di fungsikan sebagai tempat hasil karya lukisan Chika yang sudah tak tertampung.

"Lukisan Chika kebanyakan matahari terbenam."

Chika tertawa mendengar Eyang sementara Sedah hanya tersenyum. Pasalnya ia tak seperti Chika yang sudah menemukan tujuan atas hidup dan senang menjalaninya.

"Karena Chika memandang pasangan Chika seperti itu."

"Memangnya kamu sudah punya pacar, Cik?"

Chika menggelengkan kepala dengan pertanyaan Sedah.

"Maksudnya nanti, mbak."

"Yeuh!" Sedah mendorong tangan sepupunya pelan.

Setelah sarapan keduanya mengamati gudang dibelakang rumah Eyang, luarnya memang terawat tapi dalamnya jangan ditanya. Hampir semua tertutupi debu dan sarang laba-laba.

"Kalo aku punya asma udah bengek ini."

Sedah mengibaskan tangan di depan wajah, mulai menyingkirkan barang-barang milik Eyang setelah Chika menyalakan lampu dan menaruh sapu dan kain pel di dekat pintu. Mendengar Sedah, Chika tertawa terbahak.

"Padahal sering di bersihin loh, mbak. Maklum Eyang gak mau barang-barang ini rusak atau hancur dimakan rayap."

"Barang berharga gitu? Antik sih emang keliatannya."

"Banget, mbak!"

Sedah mengangguk sekenanya dan mulai berjalan mondar mandir mengeluarkan semua barang yang ada di dalam.

"Makasih ya, mbak. Coba kalo mbak Sedah gak ada, aku terpaksa sendirian ini bersihin gudang, mana gede banget."

"Santai aja, aku juga gabut mau ngapain."

"Aku traktir soto mie deh nanti!"

Sedah terkekeh mendengar penuturan sepupunya itu.

"Aduh, mbak!"

Melihat Chika memegang perut lantas membuat Sedah mengalihkan atensi panik dan Chika menyengir, "aku mules."

"Ya ampun! Kamu bikin aku kaget aja."

Chika tertawa kemudian berlari terbirit-birit keluar dari gudang, meninggalkan Sedah yang kembali sibuk dan penasaran dengan isi laci kecil yang tertutup rapat. Mengingat kata Chika, Sedah mengubur rasa penasarannya dan mengangkat laci kecil itu membawanya keluar. Namun, Sedah menemukan sesuatu dibawah laci itu, sebuah buku berjilid hitam dengan tulisan sansekerta yang tak ia pahami.

"Apa ini?"

Tak bisa membendung rasa penasarannya lagi, Sedah membuka lembaran kertas yang sudah menguning dengan noda-noda didalamnya, bukti jika buku ini sudah berumur tua dan terkurung di gudang dalam waktu yang lama. Terhanyut dengan lembaran meski sama sekali tak paham, Sedah melempar buku itu ketika di salah satu lembarannya mampu menyilaukan mata, memancarkan cahaya putih ke atas.

"Chikaaaaaaaaaa!"

Sedah tertarik ke dunia lain, ia melewati lorong yang gelap gulita. Sedah hanya mampu mendengar suaranya sendiri, ia tak mampu mendeskripsikan bagaimana yang jelas ia sendirian, mengawang sembari menutup mata berharap ini hanyalah mimpi semata. Mimpi yang terasa begitu nyata.

Saking terasa begitu lama, Sedah sampai membayangkan masa-masa dimana ibu selalu membawanya ke tempat bersejarah, mengenalkan Nusantara yang kaya akan budaya dan seisinya. Sekarang bolehkah Sedah menyesal? Masihkah ada kesempatan untuk dirinya melanjutkan jejak ibu dan mengenal lebih dalam bumi Nusantara dan sejarahnya.

🌾

Komen di setiap paragraf biar aku semangat.

Komen di setiap paragraf biar aku semangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fyi, ibu Sedah lulus tahun 1995.

LANGIT MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang