•Sedasa

779 112 13
                                    

Dengan amarah yang memuncak, Mahapatih Gajahmada mendorong Bhayangkara yang telah menancapkan keris pada dada Sedah di hadapan Hayam Wuruk. Wajahnya sudah di penuhi dengan darah, nada bicaranya terbata-bata dengan sisa nafas tersengal. Hayam Wuruk berdiri meminta penjelasan mengapa patihnya datang dengan wajah mengeras marah dan keris ditangannya siap membalas apa yang Bhayangkara lakukan jika tak mendapat jawaban.

"Jelaskan padaku sekali lagi, atas perintah siapa kau melakukan ini? Kau berusaha merampas separuh hidupku!"

Keris berlekuk tujuh itu mengacung di depan penggawa. Hayam Wuruk menengahi tidak ingin membiarkan pasukan dibawah patihnya sendiri mati ditangan sang kepala.

"Mohon ampun yang Mulia."

"Jangan meminta ampun, sebaiknya kau cakap jujur!"

Sang Maharaja berjongkok, menatap Bhayangkara yang tengah kalut ketakutan. Hidupnya berakhir sudah setelah menerima sekantung uang dari seorang ratu untuk membunuh permaisuri dari Mahapatih Gajahmada.

"Apa yang telah kau perbuat pada Patihku?"

Dada Gajahmada kempang kempis, Hayam Wuruk mencoba menahan agar patihnya tak menghabisi dulu nyawa Bhayangkara malang ini sebelum mendapat jawaban.

"Menyerang nyai Sedah, yang Mulia."

"Kau mendapat imbalan banyak karena itu?"

"Benar."

"Atas perintah siapa?"

"Saya lebih baik mati daripada harus menjawab."

"Kau berani sekali padaku," Hayam Wuruk bicara penuh penekanan. Wajah Bhayangkara penuh dengan keringat, bercampur dengan darah yang mengalir dari dahi, ia takut mengakui, ia juga takut pada Raja yang menatapnya tajam.

"Siapa?"

Mahapatih Gajahmada geram dan mencengkram dagu si Bhayangkara. Hayam Wuruk mengangkat sebelah tangan agar patihnya itu tak melakukan apapun sebelum ia selesai mengintrogasinya. "bicaralah dengan jujur, Bhayangkara. Aku akan membiarkanmu hidup dan keluargamu terjamin aman jika kau mau bicara yang sebenarnya. Ayo bicaralah!"

"Putri kerajaan Sunda Galuh yang Mulia, Putri Dyah Pitaloka."

"APA?!"

Hayam Wuruk berdiri terkejut mendengarnya, bak disambar petir di siang bolong. Tidak mungkin calon tunangannya itu memerintah seseorang untuk membunuh. Pun, motif apa yang Dyah Pitaloka inginkan sampai ingin menghabisi kekasih Patih dari Majapahit itu, "aku tak percaya!"

"Atas dasar apa?"

"Putri Dyah Pitaloka tidak mencintaimu, yang Mulia."

"Lantas?"

"Dia menginginkan yang Mulia Patih."

Bhayangkara itu menatap wajah tegas Mahapatih Gajahmada sekilas sebelum menundukkan kepalanya lagi.

"Apa kau menyeleweng di belakangku, Patih?"

Suasana kian menegang, Hayam Wuruk meminta penjelasan atas semua ini. Mendapat pertanyaan tak masuk di akal, Gajahmada tersenyum miring dengan pemikiran Maharaja. Puluhan tahun ia membersamai Majapahit dan mengabdi pada Maharaja sebelum Hayam Wuruk, tak pernah ia mengkhianati Rajanya sendiri.

Apalagi urusan perempuan! Tak mungkin.

"Aku sangat mencintai, Sedah. Aku juga tak mungkin mengkhianatimu, yang Mulia." ujar Gajahmada mencoba tenang setelah mengetahui siapa yang menghabisi kekasihnya.

"Kau di khianati kekasihmu sendiri," ucap Gajahmada lagi.

"Aku ... Aku tak percaya, Patih. Kekasihku mencintaimu?"

LANGIT MAJAPAHITWhere stories live. Discover now