Chapter 9| Similar But Not The Same

2.4K 355 211
                                    

Harvey bukannya lancang bertanya seperti itu, dia hanya penasaran saja. Lagi pula bukankah tidak adil jika berciumannya berdua tapi yang menanggung efek sampingnya Harvey sendiri? Setidaknya Jennie juga harus merasakan bagaimana rasanya di bayang-bayangi suara decapan bibir setiap kali mereka akan berinteraksi.

"Aku pikir aku sudah mengatakan jawabannya padamu." jawab Jennie tegas, masih tak mau mengaku. Baginya harga dirinya lebih penting dari apapun.

"Mau aku beritahu?"

Di detik itu juga jari telunjuk Jennie berhenti bergerak. Fokusnya sudah terdistraksi oleh pertanyaan Harvey. Dia pun tampak mengalihkan pandangannya ke arah lain, mencoba untuk tidak terpancing. Namun sialnya, yang dia lihat justru tatapan serius Harvey dari pantulan cermin.

"Kita berciuman." ucap Harvey memberi tahu.

Tapi kemudian dia meralat ucapannya sendiri. "Maksudku, bukan kita. Kau. Kau menciumku."

Jennie belum memberi tanggapan apa-apa. Terlampau sibuk memendam rasa keterkejutan di balik ekspresi wajahnya yang datar. Dia sungguh tak berekspektasi bahwa Harvey akan mengungkit masalah ini lagi. Terlebih dengan cara yang lumayan membuat Jennie ingin menghajarnya.

"Sebenarnya yang orang-orang bilang itu salah."

Akhirnya Jennie terpancing untuk bersuara. "Maksudmu?"

"Mereka bilang, cinta pertama yang sulit di lupakan. Seharusnya, ciuman pertama." tuturnya dengan sangat lugu.

Sementara Jennie mulai tak tahan dengan topik pembicaraan mereka.

"McLaren, Harley Davidson, Mercedes Benz G-Class atau kuliah sampai S2 aku yang bayar?"

Reflek Harvey membalikkan tubuhnya dengan mulut sedikit ternganga. Penawaran macam apa itu?

"Pilih satu dan aku akan mengabulkannya. Tapi setelah itu, kau tak boleh mengungkit permasalahan ini lagi."

"Kenapa?"

"Aku tidak suka. Entah aku menciummu atau tidak, entah aku yang menjadi yang pertama untukmu atau tidak, aku tidak ingin mendengar hal itu. Yang jelas, aku tidak dalam keadaan yang bisa berpikir jernih saat peristiwa itu terjadi. Jadi kau jangan menganggapku sengaja berbuat hal yang tidak senonoh kepadamu. Dan yang terakhir... aku ingin kau tahu, bahwa aku tidak pernah menaruh minat pada lelaki yang jauh lebih muda dariku!"

"Ya, aku tahu. Semua orang di rumah ini pasti juga mengetahui hal itu. Tapi apa yang terjadi kedepannya, bukan sesuatu yang dapat kau atur 'kan? Boleh jadi apa yang paling kau benci hari ini, menjadi hal yang paling kau cintai suatu saat nanti."

Jennie tampak meremehkan ucapan Harvey. Hal tersebut dapat di lihat dari caranya tersenyum dan memandang. "Apa kau tahu ada dua hal yang paling mustahil di dunia ini? Pertama, memaafkan kesalahan Ayahmu yang sudah mati. Kedua, menjatuhkan hatiku pada pria yang di dalam tubuhnya mengalir darah seorang pengkhianat!"

Tidak terima dengan apa yang Jennie sampaikan, Harvey pun berdiri dengan emosi yang tertahan. "Mommy, I don't know what happened between you and Daddy. Tapi tolong berhenti menjadikanku pelampiasan dari kesalahannya! Aku sudah muak! Harvey is Harvey. And Harvey is not the same as Victor!"

"Bagaimana aku akan percaya kalian tidak sama? Kau butuh kaca?"

"Tidak, justru kau yang butuh bukti."

"Bukti untuk mengubah pemikiranku? Tidak usah. Kau hanya akan membuang waktu dan tenaga. Jika dia saja bisa mewariskanmu wajah dan perawakannya, bukan tidak mungkin dia mewariskanmu kebrengsekannya juga."

Harvey tampak geram dengan penuturannya. "Akan aku buktikan bahwa kami berbeda."

"Tapi sayang sekali, kau tidak punya cara."

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄Where stories live. Discover now