Chapter 16| Let's Misbehave (18+)

5.4K 336 301
                                    

"Kau baru saja melakukan kesalahan. Aku bisa berbuat hal yang lebih gila padamu. Apa kau yakin bisa menanganiku?" tanya Jennie dingin. Sorot matanya yang tajam dan berapi-api seolah sudah siap membakar apapun yang ada di depannya.

"Jika tak bisa, aku tidak akan mendekapmu se-erat ini."

Itu terdengar seperti sebuah tantangan yang penuh kesombongan. Tidak cocok untuk diucapkan pada Jennie yang suka sesuatu yang menantang. "Baiklah, mari kita lihat sejauh mana kau bisa menanganiku." bisik Jennie sambil menunjukkan senyum jahat.

Lalu di detik berikutnya Harvey merasakan tengkuknya di tarik dengan kuat. Rambut bagian belakangnya di remas. Sementara bibirnya yang kenyal di lumat dengan sangat agresif hingga dia kesulitan untuk mengimbanginya.

Jennie sungguh tak memberinya ampun, benar-benar sedang menunjukkan bakat hebatnya yang sudah lama dia pendam. Kemudian, masih dengan bibir yang saling bertautan, Jennie berjalan maju. Harvey pun jadi reflek mundur ke belakang karena tubuhnya terus terdorong. Sebuah vas bunga pun akhirnya pecah ke lantai karena tak sengaja dia senggol.

Meski sempat terdistraksi oleh suaranya, tetapi Jennie sama sekali tidak berhenti. Justru tangannya yang lembut mulai turun menyusuri punggung lebar Harvey. Tak sampai di situ, ciuman yang semula hanya di bibir pun, kini mulai berpindah ke bagian leher.

Harvey sampai menelan ludah. Kepalanya tampak terangkat keatas, sementara sensasi perih itu belum juga menghilang.

"How was your day?"

Jennie berhenti dari kegiatannya hanya ketika menanyakan itu. Setelahnya, dia kembali memberi kecupan-kecupan singkat dengan bonus sentuhan nakal di pusat tubuh Harvey yang telah mengembung keras dari balik celananya. Ternyata dia memang sangat tahu bagaimana cara menyiksa seseorang.

"It was bad."

Harvey menjawab sambil mengelus paha Jennie. Mencium bahunya yang terbuka cukup lama, lalu kembali menatap matanya dengan tatapan penuh gairah. "But now it's been good since you're in my room."

Setelah mengatakan kalimat itu, mereka berciuman lagi. Hanya saja yang menjadi perbedaan, dua-duanya tidak ada yang mau mengalah. Mereka sama-sama ingin mendominasi, berpacu dengan detakan jantung yang nyaris meledak.

Hawa disekitar pun semakin lama semakin memanas. Hujan deras yang sedang turun pun tidak dapat membantu memberi kesejukan karena Jennie sudah jatuh lebih dulu ke atas ranjang. Sementara Harvey telah berada di atas tubuhnya dengan kancing kemeja yang sudah tidak terpasang.

Dada keduanya pun tampak naik turun dengan cepat.

"Aku tidak merasa cukup jika hanya sampai disini. Tapi jika kau ingin memintaku berhenti, maka aku akan berhenti."

"Jika tidak?"

"I'll show you how much I crave you."

Meski tahu bahwa di keesokan harinya dia bisa saja menyesal, tetapi Jennie tetap menjawab. "Then, show me."

Sebuah senyum cerah pun dapat Jennie lihat dari wajahnya. Tak sama seperti biasanya, dia benar-benar terlihat tampan sekarang. Tangannya yang kekar dengan urat yang menonjol itu pun mulai membuka sepatu hak Jennie dengan telaten.

"So, your size is 38?"

"Yeah."

"How tiny..."

Jennie berdecih. "Jangan bandingkan kakiku dengan kakimu. I'm just a girl and you're a big boy!"

"And can you guess what size your big boy's dick is?"

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄Where stories live. Discover now