Chapter 13| First Date

2.5K 363 284
                                    

Jika ada tempat yang bagus untuk bersembunyi, tolong beritahu Jennie. Pasalnya saat ini hari sudah sore dan dia tidak ingin menemui Harvey. Harvey itu adalah makhluk yang paling berbahaya untuknya. Dia pintar dalam hal meluluhkan hati. Dan ketika Jennie mengingat apa yang terjadi semalam, rasanya Jennie ingin memukuli dirinya sendiri. Susah-susah membangun pertahanan, ujungnya malah hancur karena ulah nakal seseorang.

Ya, tapi mau bagaimana lagi? Pertahanan siapa yang tak akan hancur jika sudah berhadapan dengan lumatan Matteo Harvey Victory?

Jennie masih ingat sekali seberapa keras jantungnya berdetak. Bahkan dulu ketika memasuki rumah hantu, detaknya tidak pernah sekeras itu. Meski ini bukan ciuman pertama bagi mereka, tetapi sensasi nya sangat berbeda karena Harvey menjadi pihak yang paling mendominasi.

Lembut namun bergairah. Begitulah permainannya.

Walaupun caranya meminta agak terkesan memaksa, tetapi dia tidak egois. Dia masih mengutamakan kenyamanan Jennie di atas segala hal. Jennie pun jadi merasa di hargai karena setiap tindakan Harvey padanya sangat penuh kehati-hatian. Dia di perlakukan bak sesuatu yang sangat bernilai dan berharga. Bahkan untuk sekedar mengigit bibir Jennie saja dia tak bisa. Dia takut. Dia takut menyakiti Jennie.

"Paman, dimana Mommy?"

"Ada di kamar 001. Dia masih sibuk menata barang."

Wah, jadi dia masih bekerja? Ini 'kan sudah memasuki waktu kencan mereka. Harvey harus segera mencarinya.

Di lihat dari senyumnya yang sumringah, sepertinya Harvey dalam mood yang bagus hari ini. Penampilannya pun sangat rapi, gagah, tampan dan begitu mempesona. Aroma parfume nya bahkan dapat tercium dari jarak sepuluh meter.

Jennie yang tadinya sibuk berbicara dengan para pekerja nya, tiba-tiba terdiam. Dia baru saja mencium kedatangan sesuatu yang berbahaya.

"Mom?"

Nah 'kan, dugaannya benar. Jennie pun langsung menghela napas berat. "Apa?" tanya nya dengan nada malas.

"Ayo!" ucap Harvey yang masih berdiri di dekat pintu.

"Pekerjaanku belum selesai."

"Berapa lama lagi? Lima menit? Sepuluh menit? Akan aku tunggu."

"Satu jam."

"Akan aku tunggu juga."

"Eh tidak, sepertinya tiga jam."

Ini tidak benar. Dia pasti berbohong. Harvey pun tampak menatapnya dengan curiga. Kemudian dia berjalan mendekati Jennie sebelum berbisik, "Baiklah, kencan sambil bekerja juga seru. Ada yang bisa aku bantu?"

"Hey! Apa kau gila?!"

Teriakan Jennie itu pun langsung membuat mereka menjadi pusat perhatian. Jennie yang tak nyaman akhirnya menarik Harvey untuk keluar. Sementara Harvey sendiri malah melambaikan tangan sambil tersenyum lebar ke semua orang.

"Pergi!"

"Oke, tapi bersamamu."

"Bukankah aku sudah mengatakan bahwa pekerjaanku belum selesai?"

Harvey tampak melipatkan tangannya di dada. "Sebenarnya sudah selesai 'kan? Aku melihatnya. Kamar tadi sudah tertata dengan sempurna. Kalian hanya sedang beres-beres. Jika kau tidak mau ikut denganku, maka aku yang akan ikut denganmu. Kemana pun, bahkan ke toilet sekalipun."

"Sialan! Kau selalu saja mengancamku! Sebenarnya kau ingin mengajakku kemana?!"

"Jalan-jalan. Panorama sore di sini bagus. Aku ingin menghabiskan waktuku untuk melihat keindahannya bersamamu."

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄Where stories live. Discover now