Chapter 11| Colosseum And Lollipops

2.5K 355 223
                                    

Harvey sungguh tak tahu jawaban seperti apa yang akan Jennie berikan. Tetapi jika di lihat dari raut wajahnya, wanita itu terlihat bingung sekaligus tidak percaya. Mungkin dia tidak pernah membayangkan bahwa seuntaian kalimat itu yang akan menyambutnya di pagi hari. Terlebih kalimat itu terdengar seperti permohonan dari pada permintaan.

"Kau kesini untuk apa? Urus saja urusan masing-masing."

Hanya itu, hanya itu jawabannya. Dia pun mulai menyibakkan selimut hendak turun dari ranjang.

"Tunggu." Harvey tiba-tiba memegang pergelangan tangan Jennie dengan kuat. "Ketika aku di pukuli oleh orang-orang, kau membalas dengan mematahkan leher mereka. Lalu ketika aku tahu kau melukai dirimu sendiri, apa aku harus diam saja? Aku tahu tujuan kita ke sini berbeda, tapi jauh sebelum kita ke sini, kau sudah lebih dulu mencampuri urusanku. Sekarang aku ingin melakukan hal yang sama."

Sambil menarik tangannya dari Harvey, Jennie pun menjelaskan, "Aku tidak punya waktu untuk berdebat denganmu. Apapun yang ingin kau lakukan, terserah. Tapi jika memang kau ingin mengembalikan apa yang mereka rampas dariku, silahkan. Aku akan melihat. Aku akan melihat bagaimana usahamu gagal mewujudkan hal itu." ucapnya sambil tersenyum sinis.

Bukannya menciut, nyali Harvey justru merasa tertantang. Karena dari awal yang dia sorot bukan kata gagal nya. Tapi kata, apapun yang kau lakukan, terserah. Itu sama saja seperti memberikan lampu hijau 'kan? Padahal sebelumnya Harvey sudah menekankan bahwa dia akan melewati batas untuk mewujudkan keinginannya.

"Aku harap kau tidak akan lupa dengan apa yang baru saja kau katakan."

"Tenang saja. Melupakan, bukan keahlianku."

Jennie pun segera pergi dari sana meninggalkan Harvey yang masih terduduk di atas ranjang. Harvey pun tampak terus memperhatikan Jennie mulai dari saat mengambil pakaian sampai masuk ke dalam kamar mandi. Bibirnya tampak menyunggingkan senyum. Caranya memandang Jennie pun tampak berbeda hingga siapapun yang melihatnya akan mengira bahwa dia lah pihak pertama yang jatuh cinta itu.

"OK, stop smiling. Now you are a man not a boy. You have to be the reason for her happiness, Harvey."

°°°

Hari ini mereka memiliki agenda yang berbeda. Harvey akan pergi ke Colosseum untuk memulai penelitiannya, sementara Jennie akan ke Hotel Dominico untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Tapi untung saja lokasi yang berbeda itu memiliki rute yang sama. Jadi ketika berangkat, mereka bisa satu kendaraan.

"Kau selesai jam berapa, Harvey? Kau ingin Paman jemput?" tanya Johnny setelah menepikan mobil untuk menurunkan Harvey.

Harvey yang duduk bersama Jennie dibangku belakang pun menjawab. "Tidak perlu, Paman. Aku akan pulang menaiki taksi."

Baru juga ingin membuka pintu mobil, suara Jennie tiba-tiba mengalihkan atensinya. "Bawa payung, sebentar lagi hujan."

Harvey tersenyum. "Ada di tas. Aku sudah membawanya."

"Okay." jawab Jennie singkat. Dia terlalu sibuk dengan iPadnya sampai tak punya waktu untuk melihat ke sekitar. Tetapi ketika merasakan sesuatu terpasang di pundaknya, kepalanya pun langsung terangkat. Rupanya sesuatu itu adalah sebuah jaket yang tadinya Harvey kenakan.

"Jangan kedinginan."

Hanya itu yang Harvey sampaikan sebelum keluar dari mobil. Jennie pun jadi tak memiliki kesempatan untuk menolaknya karena Harvey sudah terlanjur pergi.

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄Where stories live. Discover now