12. Waktu

12 2 0
                                    

Ada yang bilang, jika waktu adalah obat. Seiring berjalannya waktu, hal-hal tidak menyenangkan akan berakhir.

Memang benar, setiap orang membutuhkan waktu untuk memulihkan diri. Tetapi, apakah waktu dapat membawa semua luka?

Setelahnya akan bagaimana? Berpura-pura tidak terjadi apa-apa, lalu mencoba berdamai pada kenyataan dan mengatakan baik-baik saja?

Baik-baik saja, kelihatannya. Terlihat tidak masalah, palsu atau nyata. Kebanyakan orang, hanya melihat sampul.

"Belakangan ini, Ibu sering melihatmu melamun. Apakah kamu mengalami kesulitan, dalam membantu urusan kantor?"

"Tidak. Maaf, aku akan menyelesaikan beberapa berkas lainnya."

Gadis cantik berambut hitam dengan potongan wolf cut, kembali fokus dan menatap lekat pada satu dokumen.

"Yoon?" gumam sang gadis.

Dirinya merasa aneh tiap kali memejamkan mata, sebuah potongan interaksi kabur singgah pada ingatannya.

Potongan-potongan itu muncul bergantian, ketika ia ingat akan bunga yang disentuh bersamaan dengan laki-laki di samping kanannya.

🥀🥀

"Maaf, Nona. Saya tidak memperhatikan ada tangan lain, yang akan menyentuh bunga ini."

"Tak apa."

"Apakah Anda akan pergi begitu saja? Tidak menuntut?"

"Menuntut? Ah, untuk tadi? Tak perlu, saya tahu Anda tidak sengaja. Jika hal tersebut disengaja, Anda tidak mungkin lebih terkejut dibanding saya."

"Saya benar-benar minta maaf, atas kelancangan yang terjadi. Bisakah saya membelikan Anda minum, sebagai bentuk permintaan maaf?"

"Terima kasih. Tapi maaf, saya sedang terburu-buru saat ini."

"Nona, sebelum Anda pergi bolehkah saya mengatakan sesuatu."

"Tentu."

"Senyum Anda manis, mengingatkan saya dengan seseorang."

🥀🥀

Sudah beberapa hari sejak ia menginjakkan kaki di tempat kelahirannya, dirinya kembali melihat lelaki yang ditemuinya saat berlibur.

Bahkan, untuk ketiga kalinya mereka berada dalam satu ruangan, bersama investor lainnya.

Ia tidak tahu apakah kebetulan semata itu benar-benar ada atau ada hal lain? Pertemuan tidak sengaja, membawanya pada ikatan.

Telepon berdering, menarik dirinya ke permukaan kenyataan. Bahwa sesuatu yang dialaminya, mungkin saja teka-teki dari ingatan.

"Kamu butuh sesuatu untuk besok?"

"Tidak ada," jawab seseorang di ujung sana.

"Jika tidak ada, aku akan menutup panggilan ini."

"Tunggu! Aku ingin memastikan, kalau kamu tidak lupa," balasnya.

"Hampir," sahut sang gadis.

"Im Mirae! Ku kira hubungan kita spesial."

"Aku hanya bercanda, Youra. Tentu saja, aku ingat ulang tahun temanku."

"Datanglah lebih awal, aku ingin menujukkan betapa indahnya tempat ini."

"Aku tidak janji, tetapi akan berusaha. Karena pekerjaan, masih membutuhkanku."

"Baiklah, wanita penggila kerja. Sampai jumpa besok," balasnya, mengakhiri panggilan.

Untuk seseorang seperti Im Mirae yang terlahir dengan sendok emas, memang kerap membuat orang lain berpikir untuk apa bekerja keras, jika pada akhirnya akan mewarisi harta orang tua.

Namun, hal itu justru memberinya beban lebih daripada anak pada umumnya, terlebih lagi ia merupakan anak tunggal.

Dirinya tidak ingin orang lain, melihatnya sebagai penerima tanpa bekerja keras.

Jadi, ia menunjukkan pada mereka, jika dirinya bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Bahkan, Mirae sering dipanggil si kutu buku saat di kampus.

Kerja kerasnya membuahkan hasil, pada perusahaan tempatnya magang saat kuliah. Bahkan, Im Mirae diberi tawaran untuk bekerja tetap setelah kuliah.

Tetapi, ketika ia akan menerima tawaran tersebut, kabar duka datang dari ayahnya. Membuat dirinya, harus membantu sang Ibu untuk mengelola perusahaan mereka.

Setelah seharian ia habiskan untuk bekerja, Im Mirae sering menyempatkan diri pergi ke kafe, di persimpangan kantor.

Kafe dengan gaya modern dan kontemporer, menjadikannya sangat menarik secara visual.

"Selamat datang," ucap pelayan pada Mirae.

Ia selalu menikmati makanan yang tersaji di hadapannya, hingga mengabaikan sekitar.

"Benarkah? Aku penasaran seperti apa dia, aku yakin dia pasti cantik, apakah mereka sama?"

"Sangat."

Meskipun keadaan kafe cukup ramai, entah kenapa suara dari jawaban seseorang, yang tak jauh darinya terdengar di telinganya.


🌹Pov Im Mirae🌹

Suara itu?

Aku merasa seperti pernah mendengar suaranya di suatu tempat, terdengar sangat familier, sampai-sampai itu aneh. Pernahkah aku bertemu dengan pemilik suara?

"Maaf, saya tidak sengaja."

"Akh, ini dingin. Tak apa, lain kali perhatikan langkah Anda."

"Ada apa, Seo Yun."

Lagi? Benarkah ini?

"Maaf, maafkan istri saya Nona."

Tidak hanya suara, tapi aku juga melihatnya dengan jelasnya kali ini. Kami bertatap muka, kembali.

"Nona Im Mirae! Maaf Nona, saya benar-benar minta maaf atas nama istri saya."

"Tak apa, Tuan Yoon Han Soo. Lagipula tidak ada yang terluka, benar? Pecahan gelas juga cepat ditangani pelayan."

Kebetulan yang tiba-tiba seperti ini, memicu ingatanku dalam lubang hitam. Aku bertanya-tanya, apakah ini hanya pertemuan sesaat atau mungkin takdir?








🌹
☆Jangan jadi silent reader's, tinggalkan jejak dengan vote ★

REMEMBER AND CHANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang