14. Akhir dan Awal

5 2 0
                                    

Mengawali pagi, ditemani terbitnya matahari dan mengisi paru-paru dengan udara segar adalah sesuatu hal yang harus kita syukuri.

"Kamu melupakan tehmu."

"Terima kasih."

"Mirae tentang tadi malam, aku ...."

"Tak apa, lupakan saja. Aku juga baik-baik saja."

"Kamu yakin, aku melihatmu ketakutan tadi malam, apa itu yang kamu bilang baik-baik saja? Mari periksakan dirimu setelah ini."

"Serius, tidak perlu. Aku masih ada perkerjaan, baru saja di kirimkan beberapa menit lalu."

"Tidak bisakah kamu mengambil hari libur untuk hari ini? Ibumu pasti mengerti, jika kamu menjelaskan apa yang terjadi."

"Maaf, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan yang sudah ku emban."

Aku dapat melihat kekecewaan yang Youra tampakan, ia menundukkan kepalanya. Tidak ada pembicaraan lain.

Pagiku berjalan begitu cepat dari biasanya dan kembali menjalani aktivitas monoton, sejak kelulusan. Jika aku ingat-ingat, mungkin kejadian beberapa hari lalu dan malam tadi, merupakan sesuatu yang baru.

Semakin aku mengingatnya dan ingin tahu lebih jauh, dadaku terasa sesak, rasa pusing menjalar. Bayang-bayang mereka terputar.

"Permisi, Bu. Saya ingin memberitahukan, bahwa mitra bisnis perusahaan ini sudah datang dan sedang menuju ruang pertemuan."

"Terima kasih, kamu bisa meminta pihak pantry untuk menyiapkan sajian, selagi saya mempersiapkan presentasi."

"Baik, saya permisi."

Bertemu dengannya, bukanlah hal menyenangkan ataupun menyedihkan, hanya saja ini berbeda, tidak seperti pada mitra lainnya dan apakah kejadian serupa dapat terjadi?

Aku menarik dan mengembuskan napas, teratur. Membuka pintu, menuju tempat duduk yang sudah dipersiapkan.

Pembahasan berlangsung cukup lama, antara pro dan kontra, pertemuan berakhir dengan keputusan terbaik bersama, dalam menentukan akan bagaimana membawa perusahaan ke masa depan.

Kami meninggalkan ruangan, dengan diriku yang terakhir. Sebuah lengan memegangi tangan kiriku.

"Maaf, atas kelancangan saya Nona. Bisakah saya berbicara secara pribadi dengan Anda."

"Apakah itu penting?"

Aku tidak tahu pembahasan apa yang sangat penting baginya, meski begitu, rasa penasaranku tetap sama. Aku juga ingin tahu sesuatu.

"Silakan duduk, saya akan memanggil sekretaris untuk membawakan Anda minum."

"Terima kasih, Nona."

"Jika ini pembahasan pribadi dan hanya kita berdua yang tahu, kamu bisa memanggilku dengan panggilan tidak formal. Itu akan lebih nyaman dalam berbicara. Jadi, apa?"

"Permisi, Bu. Saya membawakan, apa yang Anda minta." Sekretarisku undur diri, setelah meletakkan dua cangkir berisi teh hijau di depan kami.

Aku memperhatikan mitra yang sudah ku kenal beberapa hari belakangan ini, menatap isi cangkir.

"Maaf, tapi sejak kita bertemu, di Turki hari itu, aku merasa ada sesuatu pada dirimu dan aku ingin memastikan sesuatu, yang mengganggu pikiran. Apakah kamu mengenal seseorang, bernama Hana?"

"Hana? Siapa dia? Maaf aku tidak mengenalnya, jika aku boleh tahu, apa dia seseorang yang spesial bagimu?"

"Sangat dan aku bersalah padanya."

REMEMBER AND CHANGEWhere stories live. Discover now