Bab 33

51K 1.3K 52
                                    

*****

Beberapa waktu terakhir suasana hati Baby sedang kurang baik. Satu bulan yang lalu Boy sudah melamarnya secara resmi pada pada kedua orangtuanya. Tanggal pernikahan pun sudah ditentukan dan persiapan pernikahan juga sudah mulai dikerjakan. Yang membuat Baby akhir-akhir ini sering merasa kesal adalah Papanya.

Entah kenapa Papanya itu tiba-tiba berubah menjadi orangtua yang banyak mau. Pria paruh baya itu ingin membuat pesta pernikahan yang besar dan megah. Apalagi ini pernikahan putri pertamanya. Berbeda dengan Baby yang ingin pernikahannya digelar secara sederhana saja. Lagipula Baby berpikir ia dan Boy sudah punya Bima, untuk apa pesta megah.

"Gak pa-pa, sayang. Enggak ada salahnya salahnya turuti permintaan orangtua" itu adalah kalimat yang sempat Boy ucapkan, dan setelahnya laki-laki itu yang malah mendapat amukan dari sang calon istri. Hampir 3 hari Baby enggan berbicara dengannya.

Pada akhirnya Boy yang langsung bernegosiasi dengan Revan, sedikit alot memang karena awalnya Revan juga sama keras kepalanya seperti Baby. Barulah setelah Rena juga ikut turun tangan membujuk sang suami, Revan mau menurunkan jumlah undangan menjadi setengahnya, meski sebenarnya setengah yang Revan maksud itu masih terlalu banyak untuk Baby. Baby bisa mencari gedung yang lebih kecil dari yang sebelumnya Papanya sarankan. Setidaknya itu jalan tengah untuk keduanya agar pernikahan tetap berjalan lancar.

Hari ini di jam makan siang Boy pulang lebih cepat, rencananya hari ini adalah jadwal fitting baju pengantin mereka yang kedua. Boy duduk di ruang tamu rumah Baby bersama Bima, menunggu Baby bersiap. Namun, sampai 1 jam kemudian Baby belum juga muncul, padahal biasanya Baby tak butuh waktu lama untuk berdandan.

"Loh, belum berangkat juga?" Tanya Rena, yang baru tiba melihat Boy masih ada di tempat terakhir kali ia lihat. Tadi memang saat Boy tiba Rena sempat berpamitan keluar dan kini setelah urusannya diluar selesai Boy belum juga pergi.

"Masih nunggu Baby, Bun" balas Boy. Atas permintaan para orangtua, Boy memang mulai membiasakan memanggil orangtua Baby dengan sebutan Papa dan Bunda, begitupula sebaliknya. Baby pun memanggil kedua orangtua Boy dengan sebutan Papa dan Mama.

"Tumben lama, sebentar Bunda susul ke atas dulu" pamit Rena, yang hanya Boy balas dengan anggukan kepala.

Sesuai ucapannya, Rena menyusul pergi ke kamar Baby. Kini ia sudah berada di depan pintu kamar putrinya itu. Tangan Rena terangkat mencoba mengetuk daun pintu di hadapannya sambil menyerukan nama putrinya. Namun, pintu dihadapannya itu tak kunjung dibukakkan. Saat Rena mencoba membuka gagang pintu dihadapannya, pintu sudah lebih dulu terbuka dari dalam. Munculah Baby sembari menguap lebar.

"Loh, kok belum siap-siap, Kak?" Tanya Rena, melihat putrinya yang malah terlihat seperti orang baru bangun tidur lengkap dengan muka bantalnya.

"Perut aku sakit banget, Bun" balas Baby, sambil memegangi perutnya yang terasa sakit sebab hari ini hari pertama ia datang bulan.

"Mens?" Baby hanya balas dengan anggukan kepala atas pertanyaan sang Bunda.

"Jadi gimana fitting gaunnya?"

"Aku udah bilang sama Mbak Gina untuk reschedule" balas Baby.

"Boy udah nunggu dari tadi loh, Kak" jelas Rena yang seketika membuat
Baby menepuk dahinya sendiri, ia lupa itu. Tadi setelah mengabarkan kepada pihak yang membuatkan gaun untuk pernikahannya jika ia tak bisa datang dan minta dijadwalkan ulang, Baby langsung jatuh tertidur melupakan jika Boy sudah menunggunya.

"Aku cuci muka dulu, nanti aku susul ke bawah" Melihat anggukan yang Bundanya berikan Baby langsung menutup pintu. Lalu dengan terburu-buru ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya agar lebih segar, menghilangkan rasa kantuk yang tadi ia rasa.

Baby Boy [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang