Bukan anak cacat.

1.5K 129 6
                                    

Sore itu tampak begitu hangat, suasana yang tak panas dan juga tak dingin sangat mengasyikkan untuk menghabiskan waktu bersama dengan keluarga. Toh hari ini juga hari Minggu, Harvi menatap riang ke arah kupu kupu yang tak bosan ia pandang di teras depan rumahnya. Ia menyeringai, memperlihatkan gigi giginya itu.

"Kaka! Harvi main ya?" Tanya Harvi pada Mada yang tengah mencuci motornya di halaman depan, Mada hanya menggeleng perlahan menandakan bahwa ia tak setuju, Harvi tak banyak omong, Ia pun mengangguk faham. Harvi yang merasa bosan dengan suasana itupun pergi ke arah rerumputan yang tumbuh subur di halamannya itu, ia membaringkan tubuhnya, memperhatikan langit sore yang sudah mulai berubah menjadi jingga.

"Sayang!" Sapa perempuan yang sangat Harvi ingat itu, Zora. Harvi bangun dari tempatnya lalu menghampiri Zora

"Eh kaka! Kaka sedang apa?" Sapa Harvi antusias dan penuh dengan kegirangan

"Apasih? Minggir." Ujar Zora sembari mendorong badan Harvi agar menepi dari jalan nya, Zora pun menghampiri Mada yang tengah tersenyum kecil di sana dengan lap yang masih basah dan buih buih di tangannya itu, dengan baju oblong berwarna hitam tersebut. Keringat Mada cukup menyilaukan mata. Tapi Zora beruntung akan hal itu, lihatlah. Betapa indahnya ciptaan tuhan satu ini. Senyumnya yang manis, wajah yang rupawan dan mata yang menghanyutkan membuat orang orang tidak akan bosan melihat itu. Zora mememeluk tubuh Mada erat dari samping sembari tersenyum manis.

"Kenapa? Tumben ga chat dulu?" Tanya Mada yang menerima pelukan tersebut dengan senyum yang ramah. Harvi tersenyum dari kejauhan, mendapati komunikasi kakaknya yang tampak begitu baik dengan Zora, bahkan hingga ia tersenyum.

"Jalan yuk?" Jawabnya

"Jalan kemana sih? Kemaren udah kan.."

"Liat sunset ituloh sayang. Liat! Bagus banget langitnya..." Ujar Zora sembari menunjuk pada langit yang memang tampak indah sore itu sembari masih tetap memeluk tubuh Mada

"Iya.. sebentar ya? Aku ganti baju dulu." Jawab Mada lalu menggosok kepala sang kekasih perlahan.

"Kaka mau kemana... Harvi ikut ya?" Saut Harvi sembari tersenyum kecil menghampiri Mada dan Zora

"Ga." Jawab Zora ketus.

"Kenapa? Kakak mau kemana memangnya?" Tanya Harvi lagi

"Duh. Mesti bikin mood ku hancur! Mada..." Rengek Zora sembari menghentak hentakan kakinya, Mada pun tersenyum faham, ia mengusap bahu Zora perlahan. Menenangkan diri Zora yang sudah mulai rewel.

"Iya iya... Ga ikut ko. Lagian lo mau duduk mana? Gua naik motor" jawab Mada

"Harvi ikut dari belakang saja! Tidak usah naik motor. Bagaimana?" Sautnya.

"Ngayal. Sayang, aku ganti sebentar ya? Tunggu." Saut Mada yang lalu melepaskan rangkulan sang kekasih secara perlahan, Zora mengangguk faham dan melepaskan rangkulannya itu. Lalu Mada pun mulai beranjak pergi dan mulai memasuki rumahnya, menyisahkan Harvi dan Zora di halaman depan

"Hehehe... Kakak mau jadi istrinya kakaku ya? Nanti kita tinggal bertiga ya ka?" Tanya Harvi secara tiba-tiba karena melihat kedekatan sang kakak dan Zora yang sudah berlangsung cukup lama dan tampak begitu dekat, bahkan kakaknya memanggil Zora dengan sebutan sayang. Yang dimana Harvi tau adalah, sayang adalah panggilan pada orang tersayang.

"Siapa kakak mu?" Jawab Zora ketus.

"Itu! Kak Mada. Ya? Kakaku panggil kakak sayang loh!"

"Bukan kakak lo itu. Lagipula kalo gua nikah ga akan ngizinin lo ikut, lo gua buang." Jawab Zora

"Itu Kakak ku! Aku adiknya kak Mada! Kenapa tidak boleh? Kakak mulutnya nakal!" Seru Harvi dengan mata yang telah berair. Hidungnya memerah karena menahan tangisannya, hatinya terlalu sensitif jika bersangkutan dengan sang kakak. Harvi merasa sangat kesal jika ada yang berbicara yang tidak tidak tentang kakaknya. Zora tampak kesal dengan nada bicara Harvi yang meninggi. Ia langsung mencubit lengan Harvi dengan sepenuh tenaga. Bahkan Zora memelintir cubitannya itu. Membuat Harvi meringis perih

Harvi Where stories live. Discover now