Roti

1.1K 128 11
                                    

"Ama, Ama tidak capek? Ama duduk saja." Ujar Harvi sembari membungkus roti roti pesanan yang hari ini membeludak, ntah apa yang terjadi. Hari ini toko roti milik Ama tampak begitu ramai dengan pembeli.

"Kamu bantu dari pagi, masa iya Ama capek?"

"Kan bisa aja, Ama. Ama istirahat aja, habis nyelesain ini Harvi keliling ya?"

"Kenapa harus keliling sih? Kamu ga capek?"

"Sekalian mau cari orangtua kandungnya Harvi, Ama." Jawab Harvi, Ama mengangguk paham lalu menepuk pundak Harvi pelan.

"Kamu berangkat sekarang aja, ini tinggal dikit kok. Biar Ama aja" ujar Ama, Harvi mengeleng
Pelan, sembari masih sibuk dengan roti roti itu.

"Tidak. Harvi mau bantu, Ama." Jawab Harvi

"Berangkat aja. Keranjang roti nya Ama siapin disitu ya? Harvi inget harganya kan?"

"Inget, Ama. Yasudah, Harvi pergi dulu ya Ama? Nanti sore Harvi pulang!" Harvi mencium tangan Ama sebelum meninggalkan toko tersebut, sembari mengulas senyum kecil, ia melambaikan tangan pada Ama lalu dibalas lambaian tangan juga. Tengah hari yang begitu cerah, matahari menyinari bumi dengan semangat nya. Membuat kulit kepala menjadi gatal dan panas karena sinarnya. Tapi itu tak menghentikan langkah Harvi, ia masih menyusuri jalan sembari menawarkan roti yang ia bawa.

***

"Mada! Kamu tuh." Ujar Zora sembari mengusap pipinya yang kotor karena krim kue yang sengaja Mada usapkan kepadanya. Mada memekik senyuman, menatap wajah kekasihnya yang berubah menjadi merah dan tampak kesal.
Pemuda itu mencubit pipi Zora kecil, berharap gadis itu tak marah lagi, lalu menyurai rambut Zora lembut.

"Maaf, Ra. Kamu tau ga? Hal apa yang bikin aku sedihhhhhhhh banget?"

"Kehilangan aku kan? Udah tau aku." Jawab Zora penuh keyakinan, Mada mengangguk pelan. Zora menyunggingkan senyuman kecil

"Udah ketebak. Basi itu mah." Saut Zora

"Tapi yang lebih sedih dari kehilangan kamu tuh. Jalanin hari-hari ku, pas aku udah ikhlasin kamu, Ngelupain kamu. "

"Ra.. aku udah sepenuhnya sama kamu. Jangan bikin aku kecewa ya?" Ujar Mada sembari menggenggam tangan gadis di hadapannya itu. Matanya tampak memerah, suaranya terdengar begitu lirih. Mada merunduk dalam, teringat akan mendiang sang ibu. Berharap wanita dihadapannya itu bisa mencintainya setulus ibunya.

"Kamu kenapa ko nangis? Iya Mada. Aku janji, jangan gini lah.." jawab Zora seraya menyerka air mata kekasihnya itu

"Seharusnya pas kita lamaran ada ayah sama bunda ya Ra? Aku kangen sama mereka." Ujar Mada, Zora mengusap pipi kekasihnya itu pelan, menguatkan kekasihnya.

"Aku punya orangtua. Kamu bisa anggep mereka orang tua kamu juga, gausah nangis gini Mada.... Kamu mah!" Jawab Zora, ntah ada kekuatan apa. Ketika Mada meneteskan air mata, Zora pun turut larut dalam kesedihan yang diberikan Mada, lalu ikut meneteskan air matanya.

"Lah? Kenapa nangis. Yang meninggal kan orangtuaku sayang..." Jawab Mada ketika melihat kekasihnya itu turut terisak. Zora langsung memeluk tubuh kekar Mada, lalu menangis di dekapan nya. Mada mengusap kepala gadis tersebut pelan, Mencoba menenangkan gadis itu.

"Kamu kenapa kok nangis? Aku gasuka liat kamu nangis! Jangan nangis." Saut Zora, Mada tersenyum kecil. Hatinya terasa damai ketika mendapat pelukan erat dari kekasihnya itu, mendengar perkataan gadis tersebut hatinya terasa tentram. Mada merasa wanitanya itu memiliki hati yang begitu lembut, bahkan Zora turut menangis ketika melihat dirinya menangis. Mada merasa beruntung menjadi kekasih gadis di pelukannya itu. Mada membalas pelukan tersebut dengan hangat, merasakan darahnya yang berdesir. Rasa nyaman dan tenang turut menyelimuti hatinya ketika bersama Zora.

Harvi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang